42.

103 11 10
                                    

-Kenapa dari sekian banyaknya kalimat selamat harus selamat tinggal, Re?-




"Jeffrey mana?" Tanya Taeyong yang baru saja tiba dipagi harinya. Menenteng jaketnya ditangan dan berjalan menuju meja pemesanan untuk ikut sarapan.

"Pulang." Jawab Yuta.

"Lah, kenapa?"

"Disuruh nyokapnya kali, gatau gue." Sahut Doyoung.

"Muka lo kenapa lagi?" Johnny yang memperhatikan beberapa lebam biru diwajah Taeyong menujuk cowok itu dengan dagunya.

Taeyong mengambil jatah sarapannya. "Biasalah."

"Yong, please. Lo bisa mati kalo kebanyakan berantem. Apalagi sama bokap lo sendiri. Udah lah." Yuta berseru jengkel.

"Gue harus gimana, dia katanya bentar lagi nikah tapi justru ngehamilin anak orang. Apa iya gue diem aja?"

Hening. Mereka hanya saling tatap dan menarik nafas panjang. Taeyong benar, dia tidak seharusnya diam saja. Setidaknya melakukan sesuatu untuk pertanggung jawaban janin tak bersalah itu.

Ketika Taeyong akan menyuapkan sarapannya, ponselnya berdering keras. Ia segera mengambilnya untuk mengangkat panggilan yang barangkali dari Rea.

Ternyata bukan, itu dari Jeffrey.

"Iya, Jeff? Kenapa?" Terdengar debur ombak dan juga suara orang ramai. Tetapi yang paling jelas, suara deru nafas Jeffrey yang terengah-engah.

"B- buruan kepantai deket rumah gue."

Alis Taeyong bertaut. Tidak biasanya Jeffrey terpatah-patah jika berbicaa.

"Kenapa?"

"Rea." Satu kata itu cukup membuat Taeyong menegang. Jangan, Ya tuhan tolong, jangan.

"Kenapa Rea?"

"Rea hilang, Yong."

Taeyong segera mematikan panggilan sepihak. Lantas segera bergegas, kembali meraih kunci mobil Doyoung diatas meja dan segera keluar kafe tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Yong! Taeyong!" Teriakan Johnny seperti angin lalu.

Mereka bertiga segera menyusul beranjak dan Yuta mengambil kunci mobil dilantai dua. Segera, secepatnya menyusul Taeyong menuju tempat Rea.

____

Hanna bertanya rusuh pada mamanya keberadaan Rea. Wanita paruh baya itu akhirnya bermalas-malasan mengatakan jika Rea berada digudang.

Dengan perasaan marah pada mamanya sendiri, Hanna berjalan menuju gudang. Mengecek keberadaan Rea. Tapi kosong, gudang kosong. Hanya tersisa bercak darah pada kemeja Rea yang tertinggal. Hanna segera masuk kedalam begitu melihat sekelebat ponsel Rea.

Ponsel yang juga terkena beberapa tetes darah. Tangannya bergemetar memegang ponsel yang dibelikannya saat gajian keduanya itu. Ponsel yang sama persis dengan miliknya, keluaran terbaru. Tapi ia beralibi jika ponsel itu dari mamanya, gengsi mengakui.

"Mama!" Hanna berteriak heboh.

Mamanya tergopoh-gopoh datang.

"Kenapa sih kamu teriak?" Tanya wanita itu, kesal.

"Rea mana?! Mama buang kemana Rea?!" Hanna marah. Kali ini Hanna benar-benar marah.

Wanita itu berdecak malas. "Palingan kepantai. Adikmu itu kan sukanya ke pantai."

Perhatian Hanna langsung teralihkan begitu suara rusuh banyak orang didepan rumah terdengar begitu keras. Hanna segera membuka pagar rumahnya, dan mendapati beberapa warga dan nelayan yang melewat didepan pagarnya.

dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang