09. Tamu Tak Diundang

800 15 0
                                    

Gue pulang lebih awal hari ini. Sengaja nggak take away makanan karena pengen masak sendiri. Capcay kayaknya enak! Bahan-bahannya juga tersedia di kulkas. Maka setelah memarkirkan mobil di basemen, gue naik lift ke lantai sepuluh dimana unitku berada.

Sambil bersiul gue keluar dari lift. Berjalan melewati lorong, lalu masuk ke dalam unit apartemenku. Langkah gue terhenti begitu mendengar suara erangan yang berasal dari ruang tamu.

Seorang pria mendesah. "Ke bawah lagi, Sayang!"

"Sini?" balas seorang wanita.

"Iya. Kencengan dikit!" jawab si pria lalu mendesah nikmat. "Shit! Om ngapain disana?" umpatnya, menyadari keberadaanku di sudut ruang tamu.

Gue tersenyum miring, menatap kedua bocah yang sudah gede itu. Leo yang tampak jengkel, merapikan kembali celananya. Sedang pacarnya melarikan diri ke kamar mandi dengan wajah merah padam.

"Ini kan apartemen gue. Wajar dong gue ada disini." jawabku, berjalan menghampirinya yang duduk di sofa.

"Ck, nenek-nenek juga tahu!" sahutnya. "Kok udah pulang jam segini? Kirain malam." tanyanya.

"Gue diutus Tuhan buat menyelamatkan Rossa dari si mesum ini." jawabku, menoyor kepalanya.

Leo tersenyum masam. "Mesuman juga Om!"

Gue tersenyum miring. "Gimana tadi? Enak?"

Dia melirikku jengkel, sembari menyalakan TV untuk menonton channel cartoon favoritnya.

"Om ganggu!" gerutunya.

Gue tertawa. "Ajak ke kamar sana! Belum keluar kan?" kataku, berbaik hati.

Tapi dasar bocah songong! Dia malah nyengir lebar. "Udah dong! Tadi itu yang kedua, harusnya."

Oh... pantesan dia nggak uring-uringan!

"Diminum, Om!" Rossa menyajikan dua cangkir kopi dan camilan khas London di atas meja.

Gue langsung tersenyum senang. "Makasih, Rossa."

Dia tahu aja bapaknya capek! Ya, gue udah anggap mereka kayak anak sendiri, seperti Malika si kedelai hitam.

"Makasih, Sayang." kata Leo, ikut-ikutan.

"Minuman Rossa mana?" tanyaku heran.

Rossa menggeleng. "Aku mau masak, Om. Om Rama mau dimasakin apa?"

Sebelum gue sempat menjawab, Leo sudah mendahului. "Aku mau ayam goreng, Sayang."

Leo, Leo. Dari imut-imut sampe amit-amit, makannya ayam goreng melulu. Heran, nggak kreatif bener tu bocah!

"Bikinin Om capcay deh, Ros! Bahannya ada di kulkas semua kok." jawabku.

Gadis itu mengangguk, lantas pergi ke dapur meninggalkan gue berdua dengan Leo.

"Jadi," kataku, melanjutkan obrolan yang sempat terjeda. "Kenapa main pakai tangan?"

"Rossa lagi dapet." jawab Leo.

Oh.... "Anal aja!"

Leo menggeleng. "Nggak boleh!"

"Dia nggak ngebolehin?" tanyaku.

Leo menggeleng. "Ya, seks anal kan nggak boleh. Bahaya. Kata Rossa, kuman dan bakteri dari feses bisa menyebabkan HIV AIDS."

"Lo belum pernah, dong?" balasku.

Leo menggeleng. Gue pun mengedip takjub.

"Tapi oral, iya?" tanyaku, penasaran.

Lagi-lagi Leo menggeleng. "Gue nggak bolehin Rossa oral punya gue."

"Tapi dia mau?" tanyaku, merasa lucu.

"Ya, dia sih nggak keberatan." jawab Leo.

"Lo sendiri, pernah oral punya dia?" tanyaku.

"Enggak. Jijik." jawab Leo.

"Jadi, punya dia jijik?" Gue tersenyum miring.

Leo berdecak. "Ya, kan jijik kalau pakai mulut! Punya gue juga menjijikkan buat mulut Rossa."

What a good kid! Padahal dari masih kecebong, dia udah kenal film porno. Keajaiban dia nggak suka seks anal dan oral. Gue jadi terharu.

"Nggak usah cengeng gitu deh!" tegurnya. "Ntar disangkanya, gue ngapa-ngapain Om lagi."

Emang dasar kampret ini bocah! Gue melemparkan bantal duduk hingga mengenai kepalanya. Leo malah tertawa kegirangan.

🐰

"Hem.... Masakan kamu enak, Ros." pujiku setulus hati, menikmati masakan calon mantu.

"Makasih, Om." jawab Rossa tersenyum senang.

Saat ini kami sedang makan malam bertiga di apartemen.

"Sayang, pengen es teh." celetuk Leo.

Dasar caper! Gue mencibir.

"Ngomong-ngomong, kalian disini berapa lama?" tanyaku.

"Dua bulan." jawab Leo. "Gue ada syuting film disini. Sebenarnya bawa kru juga, mereka nginep di Alexander hotel." lanjutnya menerangkan.

"Kok nggak ngabarin dulu kalau mau datang? Gue kaget tiba-tiba ada yang live show di living room." tanyaku.

Rossa yang sedang menaruh segelas es teh di hadapan Leo tampak malu.

Leo berdecak. "Nggak usah godain cewek gue! Dasar Om-om genit!" tegurnya. "Makasih, Sayang." lanjutnya pada Rossa. "Gue juga tadinya mau ke apartemen gue sendiri. Tapi lagi direnov." imbuhnya.

"Bukannya kamu bilang, lagi kangen sama Om Rama, makanya kesini?" sahut Rossa dengan polosnya.

Gue pun tersenyum lebar, sedang Leo tampak masam.

"Oh, lo kangen sama gue? Sini, peluk!" kataku sambil merentangkan tangan.

"Najis!" sahut Leo, membuat gue tertawa puas.

"Rossa nemenin Leo aja?" tanyaku kemudian.

Leo yang menyahut, "Iya. Sekalian liburan kan? Daripada di US, jadi jomblo dia."

Rossa mencubit pinggang Leo, membuat bocah laki-laki itu nyengir lebar.

Ngomong-ngomong, Leo adalah produser film dan serial drama. Sudah punya rumah produksi sendiri di Inggris sana. Sedang Rossa, pacarnya, dokter residen di US. Yes, mereka LDR.

🐰

"Faster, Le!"

"Come on, Babe!"

Terdengar desahan.

"Shit!"

Double shit! Tengah malam gue mau ambil minum ke dapur, malah denger suara-suara yang bikin telinga panas dari kamar sebelah. Habis minum segelas air, haus gue reda, tapi rasa haus yang lain muncul. Mending gue keluar, nyari pelampiasan.

"Hai, Sayang! Kamu di apartemen?" tanyaku basa-basi.

Gue putuskan untuk menelepon Mega karena butuh cepat. Kalau nggak, gue nggak akan bangunin dia tengah malam begini. Kasihan. Gue bisa cari pelampiasan di tempat lain kok!

"Iya. Kenapa memangnya?" balas Mega.

"Aku kesana, ya?" tanyaku, sembari menyetir mobil.

"Kamu mau kesini?" balasnya, terdengar kaget.

"Kenapa? Nggak bisa, ya?" tanyaku kecewa.

"Bukan gitu," balasnya. "Jerry lagi disini. Dia sedang di kamar mandi."

Poor Rama. Kayaknya gue memang harus nyari partner di luar. Mungkin gue ke diskotik aja.

"Ya udah, nggak apa-apa. Bye, Meg!" sahutku.

"Rama!" serunya.

"Ya?" balasku.

"Kamu kesini aja!" katanya. "Aku akan coba bikin Jerry batal menginap."

🐰

Terima kasih sudah membaca cerita ini. Berikan vote dan komentar, agar penulis juga dapat berkembang.

Rama dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang