Gue melihatnya di pesta. Mengenakan gaun hitam, berdiri di sebelah suaminya. Dan perutnya... Mega sedang hamil. Kuso, gue jadi ingin menyentuhnya!
Kalau saja nggak ada kejadian di ruang praktik saat itu, gue bisa bercinta dengannya sekarang juga. Sayangnya, sekarang dia bahkan nggak sudi untuk sekadar melirikku. Maka satu-satunya pilihan adalah mencari pelampiasan lain. Beruntung Katy juga hadir di pesta, mendampingi suaminya.
Tapi bahkan setelah bercinta dengannya, gue masih menginginkan Mega. Masa sih gue jatuh cinta padanya, seperti yang dikatakan oleh Leo? Nggak! Gue pasti cuma belum puas menikmati tubuhnya, tapi gadis itu keburu pergi.
🐰
Finally, disinilah gue sekarang. Duduk di dalam mobil yang terparkir nggak jauh dari rumah yang Mega tinggali setelah menikah. Gue berhasil memperoleh alamatnya dari situs penelusuran. Oh, ya, teknologi membuat segalanya jadi semakin mudah.
Dari balik jendela, kulihat Mega sedang melepas kepergian suaminya bak seorang istri berbakti. Hell, gue selalu tahu bahwa dia calon istri yang baik! Kuguncang kepala, mengusir pikiran-pikiran yang sudah tidak karuan terbentuk di otakku. Gue harus fokus pada tujuan, mendapatkan Mega. Itu saja yang harus kupikirkan.
Begitu mobil Jerry meninggalkan pelataran rumah, gue pun turun dari mobil. Berjalan kaki menuju beranda rumah yang barusan Mega tinggalkan. Seumur hidup, gue nggak pernah memaksa seorang wanita untuk menyukaiku. Tapi hari ini, itulah yang akan kulakukan. God, gue nervous banget!
Usai memencet bel tiga kali, terdengar suara langkah kaki mendekat. Lalu wajah tembam Mega muncul, diiringi pertanyaan, "Ada yang ketinggalan, Sayang?"
Ia tampak terkejut menyadari bukan suaminya, malah gue yang tengah berdiri di muka pintu rumahnya.
Ngomong-ngomong, dia kelihatan cantik hari ini. Mengenakan gaun putih tanpa lengan, panjangnya selutut. Dengan perut gendutnya yang menonjol seksi. Sebenarnya, bengkak kehamilan di sekujur tubuhnya, justru membuat Mega tampak seksi di mataku. Membuatku begitu berhasrat padanya.
Kuso, Mega hendak menutup pintu. Namun gerakanku lebih cepat. Gue berhasil menerobos masuk, sebelum daun pintu terbanting menutup.
"Ngapain kamu kesini? Pergi!" usirnya, seraya menunjuk pintu.
"Aku kangen kamu." balasku.
Mega membelalak kaget. Mumpung begitu, gue menghimpitnya ke tembok. Dua tangannya mendorongku mundur, tapi gue terus maju lalu mencium bibirnya. Merasai setiap sudut mulutnya. Membelit lidahnya, menciumnya dalam. Sambil tanganku menikmati tekstur kenyal tubuhnya. Membiarkannya mengacak-acak rambutku dengan jemari lentiknya. Hingga kami mendesah bersamaan.
"I want you, Meg." kataku di bibirnya.
Namun Mega menggeleng. Padahal gue yakin dia juga menginginkanku.
Kukecup bibirnya. "Dimana kita bisa bercinta, Sayang?"
Mega tampak menggigit bibir bawahnya, menahan gairah. "Pergi, Ram!"
"Disini?" balasku, meraba pahanya untuk mengangkat tepi bawah gaun yang ia kenakan.
Ia pun mengumpat, lantas menarik tanganku menyusuri lorong rumahnya yang sepi.
"Kamu jangan bilang sama bapak!" katanya, kala kami berpapasan dengan seorang asisten rumah tangga.
Ia membawaku ke sebuah ruangan yang sepertinya kamar tidur tamu.
"Sekali ini aja, Ram! Setelah itu, jangan berani-berani kamu muncul lagi di depanku!" katanya sambil melepas pakaian.
Hell, dia pikir dia bisa mengancamku seperti caranya mengancam sang asisten rumah tangga? Usai menelanjangi diri sendiri, gue pun meraih pinggangnya hingga perut bulatnya menempeli tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rama dan Cinta
RomanceGue Rama. Umur 52 tahun. Profesi, dokter spesialis kulit dan kelamin. Status lajang. Iya, kalian nggak salah baca, gue belum pernah menikah. Trauma? Ya ampun, istilah puitis dari mana itu? Enggak lah, gue cuma belum ketemu cewek yang pingin gue nik...