Pukul sembilan malam gue tiba di jalanan depan rumah Jerry. Namun Mega tidak terlihat keluar, apa dia masih berpamitan?
Sayang, aku udah di depan 😎
Namun sepuluh menit lamanya usai mengirimkan chat tersebut, tak kunjung ada respon dari Mega. Padahal wanita itu telah membacanya.
Kuputuskan untuk turun dari mobil. Masuk melewati pintu gerbang yang tak seberapa tinggi. Mengetuk pintu rumah dua kali. Lega ketika akhirnya pintu itu terbuka, namun bukan Mega, melainkan Jerry yang muncul. Pria itu tampak segar sehabis mandi.
"Oh, silakan masuk!" katanya, menyingkir dari gawang pintu.
"Terima kasih." jawabku demi menanggapi sikap santunnya. "Apa Mega sudah siap pulang?" tanyaku.
"Oh, Mega?" balasnya. "Dari sini lurus aja! Kamar pertama di persimpangan." jawabnya tersenyum simpul.
Gue membalas senyumnya, berterima kasih. Lalu berjalan menuju kamar yang dimaksud. Yang kutau bahwa itu adalah kamar mereka, dulu ketika masih hidup bersama. Prasangka buruk seketika menghampiri kepalaku. Silih berganti dengan ucapan cinta Mega tadi pagi. Gue menghapus keruwetan pikiran itu dengan mengetuk pintu kamar. Namun tak ada tanggapan dari dalam. Kuputar handle hingga pintu terbuka dan prasangkaku menjelma nyata. Mega tertidur pulas di atas ranjang, lengkap dengan selimut yang menutupi ketelanjangannya.
Setelah keterpakuanku yang beberapa lama, gue melanjutkan langkah menghampirinya. Mencoba mengabaikan setelan pakaian pria dan wanita yang bertebaran di atas lantai. Kuusap kepalanya dan membisikkan pinta di telinganya agar terbangun.
"Aa?" ucapnya, begitu melihatku.
"Hai, tidur nyenyak?" sahutku tersenyum.
Mega bangkit duduk, mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Aa udah lama? Apa aku ketiduran?"
Gue bangkit dari atas ranjang, mengumpulkan satu demi satu pakaiannya yang terserak di lantai. Ia tampak bingung ketika gue mengulurkan pakaian itu ke hadapannya, lalu terkejut mendapati kondisinya yang tak berbusana. Masih tampak bingung ketika kami berpamitan pada Jerry yang sedang menyesap secangkir kopi di ruang tamu. Membisu di sepanjang perjalanan pulang ke rumah.
"Aa," panggilnya, ketika kami tiba di ruang tamu.
Gue menoleh, menghentikan langkahku. "Ya?"
Dia berjalan hingga ke hadapanku. Tangannya merenggut bagian depan kemejaku. Dengan kepala menengadah menatapku.
"Aa, yang tadi, aku--" katanya, terhenti oleh jari telunjukku yang menempeli bibirnya.
Gue tersenyum simpul. "Biar Aa mandi dulu, ya, Meg. Aa capek seharian. Gerah."
Dia seperti hendak menolak permintaanku, namun akhirnya memberikan anggukan. Gue pun melepaskan jemarinya dari atas kemeja yang kukenakan. Gue butuh ketenangan usai melihat adegan yang nggak kuharapkan. Dinginnya air pancuran semoga sanggup mendinginkan kepalaku juga.
🐰
"Aa," Mega menggenggam jemariku.
Begitu gue keluar dari kamar mandi, ia telah menungguku di atas ranjang, sudah mengenakan gaun tidurnya. Buru-buru hendak bicara padaku, namun gue memintanya untuk menunggu hingga selesai berpakaian. Setelahnya ia hendak mulai menjelaskan, namun lagi, gue mengajaknya ke dapur, memintanya membuatkanku dua gelas susu hangat, satu untuknya, dan satu lagi untukku.
"Ada apa Meg?" sahutku tersenyum.
Bahkan susu di gelasnya masih utuh.
"Aa, aku nggak tau kenapa tadi bisa ada di kamar itu. Aku lagi nidurin Rima, ngasih dia ASI. Di kamar Rima, letaknya persis di sebelah kamarku. Maksudku, persis di sebelah kamar yang tadi. Tapi, aku juga bingung kenapa bajuku nggak ada." katanya, memulai penjelasan. "Aa, sumpah aku nggak ngapa-ngapain sama Jerry! Tadi kami cuma makan malam bareng. Terus aku nidurin Rima. Mungkin waktu itu aku ketiduran. Tapi aku juga nggak tau kenapa kebangun di kamar yang tadi. Dan kenapa aku nggak pakai baju." imbuhnya. "Aa, apa Aa percaya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rama dan Cinta
RomanceGue Rama. Umur 52 tahun. Profesi, dokter spesialis kulit dan kelamin. Status lajang. Iya, kalian nggak salah baca, gue belum pernah menikah. Trauma? Ya ampun, istilah puitis dari mana itu? Enggak lah, gue cuma belum ketemu cewek yang pingin gue nik...