Begitu mobilku keluar dari rumah sakit, empat mobil hitam mengepungku dari segala arah. Apa ini modus perampokan terbaru? Jika ya, maka perampok jaman sekarang pastilah kaya-kaya. Karena menggunakan mobil merek ternama. Mau tak mau gue menghentikan laju mobilku, ketika mobil di depanku berhenti.
"Ada apa?" tanyaku pada seorang pria yang mengetuk jendela.
"Bos ingin bertemu dengan Anda." jawab preman berjaket kulit hitam itu, mengambil alih tempatku di belakang kemudi.
Usai berkendara setengah jam, kami tiba di sebuah restoran yang sepi.
"Selamat datang, Rama Ardian! Apa kabar Playboy Paling Terkenal di seantero Bima Sakti?" Edrick menyambutku dengan senyuman lebar. Ia bahkan bangkit berdiri dari kursinya.
Gue tak menyahut, alih-alih duduk menempati sebuah kursi yang ditarikkan oleh anak buahnya.
"Dari dulu gue kagum pada kelihaian lo menggaet perempuan. Bahkan di usia lima puluhan, lo masih bertahan pada prinsip untuk tidak menikah." lanjutnya bertepuk tangan sembari duduk. "Lo memang playboy sejati, Bro!" Ia geleng-geleng kepala takjub.
Gue menerima segelas anggur yang ia tuang untukku. Menyesapnya dalam diam. Menunggu penuh antisipasi.
"Lo tau, Rama? Gue juga ingin hidup dengan prinsip seperti itu." katanya, usai menyesap minuman. "Sayangnya, orang tuaku hanya memiliki seorang anak. Jadi mereka mengharapkan pewaris dariku. Mau tidak mau, gue harus menikah." lanjutnya tersenyum miring.
Anak buahnya mengisi kembali gelasku yang kosong.
"Tapi perempuan-perempuan yang kunikahi tidak berguna, Brother. Padahal mereka berasal dari keluarga-keluarga terhormat. Tidak satupun dari mereka bisa memberiku keturunan. Lo tahu? Bahkan kemampuan mereka di atas ranjang sangat buruk! Tapi Katy," Edrick tampak menerawang. "Dia gadis tercantik yang pernah kutemui. Gue beruntung telah membelinya dari Agustinus, yang hampir bangkrut itu. Lo ingat dia? Anak mami dari kelas IPS 3? Dia sangat beruntung, karena ibunya menjodohkannya dengan seorang perempuan yang sangat cantik. Terlalu cantik untuknya! Dan gue," lanjutnya menunjuk diri sendiri. "Gue mendapatkan versi mudanya dan lebih cantik lagi." Ia tertawa senang dan bangga.
"Tapi jujur saja, Bro, gue nggak pernah menyangka lo akan memperhatikan istri muda gue. Padahal berbulan-bulan, perempuan itu tinggal dengan nyaman di istana yang gue bangun untuknya. Ck, seharusnya gue memang nggak membawanya ke night club malam itu!" katanya, sambil menyantap hidangan di atas meja. Dengan isyarat ia mempersilakanku untuk mengikuti jejaknya.
"Dan sekali lagi, lo menunjukkan pada dunia, bahwa Rama berhasil menakhlukkan perempuan mana saja. Bahkan pelacur cilik itu jauh-jauh datang ke apartemenmu untuk mempersembahkan tubuhnya." imbuh Edrick. "Gue berusaha untuk tidak mengambil hati, Ram, sungguh. Diam-diam gue berharap Katy akan semakin pintar melayaniku, setelah berguru denganmu." katanya, yang diakhiri dengan senyuman. "Tapi kalian semakin tidak tahu diri. Lo membawa kabur istri muda gue. Ingin memilikinya untuk dirimu sendiri." lanjutnya penuh emosi.
"Sekarang, kesabaranku sudah habis." pungkas Edrick, membiarkan gelas di tangannya terjatuh pecah ke atas lantai.
🐰
"Dengar, ya, A, lain kali jangan sampai Aa terluka lagi. Aa pacaran boleh, suka cewek juga boleh,"
"Melindungi cewek juga boleh?"
"Melindungi cewek juga boleh. Tapi Aa harus bisa menjaga diri. Papa, mama... keluarga Aa bakalan sedih kalau terjadi sesuatu yang buruk pada Aa. Apa Aa mengerti?"
Nasehat papa bertahun-tahun lalu melintas kembali di kepalaku, ketika segenap kaki dan tangan ini sibuk menangkis serangan dari anak buah Edrick. Pria itu tidak main-main. Ia mengerahkan seluruh premannya untuk memberiku pelajaran, begitu kata yang ia gunakan. Tentu saja, gue tahu dia tidak akan menghabisiku, mengingat nama besar keluargaku yang tampaknya cukup ia hormati. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa gue harus menginap di rumah sakit berbulan-bulan setelah pembantaian ini. Atau, amit-amit, mengalami cacat permanen sebagai tanda matanya untukku. Yang manapun, gue tidak menginginkannya untuk terjadi.
Gue terbatuk, memuntahkan darah ke atas lantai. Baru saja punggungku dihantam dengan kursi. Kuso, gue memang bisa beladiri tapi gerombolan preman sebanyak ini bukanlah tandinganku. Terutama mengingat usiaku yang sudah tidak muda lagi. Chikuso, kenapa akhir-akhir ini gue sering mengutuki takdirku sendiri?
Tiba-tiba pintu menjeblak terbuka, serombongan pengawal berpakaian hitam lainnya masuk ke dalam ruangan. Padahal yang disini saja belum berhasil kukalahkan, malah Edrick mengirimkan bala bantuan!
"Om nggak apa-apa?" tanya Sky, beradu punggung denganku sambil memasang kuda-kuda.
"Thanks!" ucapku sungguh-sungguh.
Rupanya rombongan yang baru saja masuk adalah pengawalnya. Well, ada gunanya juga lelaki posesif itu memberikan pengawal untuk anaknya! Akan kutarik julukan orang tua lebay, yang pernah kusematkan padanya.
🐰
"Kamu nggak apa-apa? Ya ampun, Ram, ini salahku. Gara-gara aku Edrick jadi menculikmu." ucap Katy begitu gue tiba di mobil yang dikemudikan oleh Sky.
"Aku baik-baik saja, Kate. Jangan menangis." sahutku, mengusap air matanya yang mengalir deras di pipinya.
"Lihat baju kamu, Ram! Darahnya banyak sekali. Edrick keterlaluan!" ucapnya frustasi ketika meneliti kondisiku.
"Kita akan membawa Om Rama ke rumah sakit." sahut Sky dari kursi depan.
"Ke rumahku saja, Sky!" sahutku.
"Om terluka parah. Kita harus memastikan apakah ada luka dalam atau nggak." balasnya keras kepala. Cih, padahal yang dokter itu gue!
Selagi menuju rumah sakit, telepon genggam Katy berbunyi.
"Edrick!" katanya, terlihat tegang.
"Angkat saja!" sahutku.
"Oh, jangan lupa direkam, Kate!" sahut Sky.
"Halo?" ucap Katy.
"Selamat malam, Istriku Sayang, sudah lama kamu nggak pulang ke rumah. Apa kau tidak merindukan suami tercintamu ini?" balas Edrick, terdengar dari pengeras suara.
"Ada apa kamu nelpon aku?" tanya Katy.
Edrick tertawa. "Entah kamu sudah dapat kabarnya atau belum, tapi, playboy kesayanganmu baru saja kuberikan pelajaran. Agar tidak mengganggu ketenangan rumah tangga kita."
"Brengsek kamu, Ed! Bajingan!" balas Katy emosional.
Satu tanganku terulur untuk menggenggam tangannya, berusaha memberikan ketenangan.
Tawa Edrick kembali terdengar. "Itu bukan apa-apa, Sayang. Aku bisa melakukan yang lebih hebat lagi bila kau tidak segera pulang." jawabnya. "Ampun.... Sakit.... Kak Katy, tolong Chika!" Lalu suara anak perempuan terdengar.
Katy membelalak. "Brengsek kamu, lepasin Chika! Bajingan kamu Edrick!" teriaknya.
Tawa Edrick semakin nyaring terdengar. "Kuberi waktu satu kali dua puluh empat jam untukmu pulang ke rumah. Kalau tidak, adik kecilmu ini," katanya. "Ampun, jangan pukul Chika lagi, sakit...." Suara anak kecil kembali terdengar. "Atau adikmu yang manis ini terpaksa harus kehilangan kakinya." lanjut Edrick. "Dan adik cantikmu yang satu lagi, akan kulelang pada teman-temanku untuk melunasi hutang keluargamu."
"Halo? Halo?" seru Katy, namun panggilan suara telah diakhiri. "Antar aku pulang sekarang, kumohon! Aku nggak mau Chika dan Lilia kenapa-napa." pintanya dengan panik.
"Katy, mereka akan baik-baik saja." sahutku, menyentuh sebelah pipinya.
"Tapi, Ram, kamu dengar kan barusan Edrick ngomong apa? Dia lagi mukulin Chika. Dan sebentar lagi, Lilia akan dilelang pada laki-laki hidung belang." Katy menggeleng. "Lilia nggak boleh jadi istri kelima kayak aku, Ram. Please, tolong antar aku pulang!" katanya kalut.
"Kita antar dulu Om Rama ke rumah sakit." Sky menyahut.
Katy menurut. Mungkin karena ia merasa bersalah atas kondisiku.
🐰
KAMU SEDANG MEMBACA
Rama dan Cinta
RomanceGue Rama. Umur 52 tahun. Profesi, dokter spesialis kulit dan kelamin. Status lajang. Iya, kalian nggak salah baca, gue belum pernah menikah. Trauma? Ya ampun, istilah puitis dari mana itu? Enggak lah, gue cuma belum ketemu cewek yang pingin gue nik...