Bab 35

468 9 3
                                    

"Ngelamun?" tegurku, demi melihat Mega yang termenung di depan jendela kamar.

Belakangan kami merasa lebih nyaman tinggal di rumah daripada di apartemen. Sebetulnya Mega yang kesepian tinggal di apartemen, jadi kami pindah ke rumahku. Disini banyak pekerja sehingga dia bisa bersosialisasi, selain itu tempatnya lebih lapang dan sejuk.

Mega berbalik menatapku. "Rima lagi apa ya, A?"

"Lagi naik sepeda keliling kompleks?" jawabku.

Dia malah menepuk lenganku sebal. "Rima umurnya baru setahun, A! Mana bisa naik sepeda, apalagi keliling kompleks?"

"Ya mungkin lagi les balet!" sahutku.

"Aa, ih, ngaco mulu!" balasnya ngambek.

Gue meraih pinggangnya, sehingga kami berdiri rapat. Kukecup bibirnya sebelum berkata, "Kalau kamu kangen Rima, Aa bisa antar kamu ke rumah Jerry."

Namun Mega menggeleng, kepalanya menunduk. "Waktu itu kan Jerry bilang dia nggak bakal izinin aku ketemu Rima, A."

"Itu kan dulu! Sekarang mungkin aja Jerry sudah berubah pikiran. Buktinya dia bersedia memproses perceraian kalian." jawabku.

Mega mengangkat kepalanya. Satu tangannya menangkup pipi kiriku. "Aa nggak apa-apa kalau aku ketemu Rima? Nggak apa-apa kalau aku ketemu Jerry?"

"Ya, asal kamu nggak ngundang Jerry ke kamar terus merobek gaunmu sendiri, Aa sih nggak apa-apa." jawabku sembari menahan tawa.

"Aa, ih, itu diungkit-ungkit terus! Sebel!" sahutnya, mulai memukuliku dengan wajah memerah malu. Membuatku nggak sanggup lagi menahan tawa.

🐰

Pukul tujuh pagi, kami tiba di depan rumah Jerry. Hari ini adalah hari kerja, jadi sengaja kami tiba lebih awal, agar Mega dapat meminta izin pada mantan suaminya untuk bertemu dengan anak mereka. Sedari tadi ia tampak gugup di sebelahku. Hanya membisu di sepanjang perjalanan. Dan bahkan tidak menghabiskan sarapannya.

"It's gonna be okay, baby!" kataku, menyentuh sebelah pipinya.

Mega menoleh. "Gimana kalau Jerry nggak izinin aku untuk ketemu Rima, A?" tanyanya cemas.

"Then you just call me, i'll try to persuate him. And if it's doesn't work too, i'll take you to Dufan?" jawabku.

Mega tertawa, untuk pertama kalinya pagi ini. "Memangnya aku anak umur lima tahun?" balasnya, menepuk lenganku.

Gue mengelus sebelah pipinya. "Aku pernah dengar ini, Meg; Batu yang keras lama-lama akan berlekuk juga saat terus-menerus ditetesi air. Dan aku yakin hati Jerry jauh lebih lembut daripada batu. Buktinya, selama dua tahun pernikahan kalian, dia memperlakukanmu dengan kasih sayang."

"Don't cry!" ucapku, mengusap air mata yang menetesi pipinya.

"Aku jahat ya, A, udah mencurangi Jerry?" katanya, sarat akan rasa bersalah.

Gue menggeleng, membersihkan wajah cantiknya dari air mata. "Aa yang jahat, udah godain kamu."

Mega tersenyum lalu mengecup bibirku, yang kubalas dengan ciuman beberapa waktu, sebelum kening kami menyatu.

"Aku cinta Aa. Kalau bisa mengulang waktu, aku akan tetap menyambut godaan Aa." katanya.

"Well, that sound idiot." sahutku.

Mega tertawa. "Mungkin. Aa bikin aku lebih bodoh dari keledai."

Gue mengecup bibirnya sebelum menarik diri.

"Okay, Meg, just get down, please. Sebelum Jerry berangkat ke kantor." kataku.

"Makasih udah diusir!" balasnya tersenyum.

Rama dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang