"Finally, you are here!" ucapku, menyambut kedatangan Katy di hari Minggu yang hujan. "Comin'!" ajakku, masuk ke dalam unit.
"Kamu sudah sarapan?" tanyaku padanya yang masih berdiri di ruang tamu.
Gue yang sedang berada di dapur, memberi isyarat padanya untuk mendekat. Dengan patuh, gadis muda itu berjalan ke arahku. Gue telah menata dua piring nasi ke atas meja, berikut semangkuk sop dan sepiring tahu goreng.
"Duduk!" kataku. "Kalau nasinya kurang, masih ada di rice cooker." imbuhku.
Gue menuang sop ke atas nasi, menambahkan dua buah tahu goreng. Menyantap sarapanku dengan nikmat. Katy mengikuti jejakku.
"Ini, lo yang masak?" tanyanya seperti tak percaya.
"Hem." jawabku.
Katy mendengus, entah kenapa.
"Udah? Nggak mau nambah?" tanyaku, begitu kami selesai makan.
Katy menggeleng. Gue pun membereskan meja makan. Mencuci piring dengan cekatan.
"Kamu mau ngemil? Saya punya snack kemasan di lemari." tanyaku, sambil mengelap tangan yang basah dengan serbet.
"Nggak, bikin gendut." sahutnya.
"OK then, what brings you here?" tanyaku, mengurungnya di kursi.
"Service me!" katanya angkuh.
Kedua alisku terangkat. "You think I'm your slave, huh?"
"Kalau nggak mau, ya udah, gue pulang aja." sahutnya, hendak pergi.
Namun tanganku menahannya agar tetap duduk. Bibirku mulai mencumbunya mesra. Tanganku turun ke pahanya, mengangkat tubuhnya untuk dipangku. Katy mendesah di dalam mulutku, menikmati ciuman kami.
"Jadi, kamu mau gaya apa?" tanyaku.
"Apa aja, yang penting aku puas." jawabnya.
Gue menggeleng. "Sebut! Kamu mau apa?"
"Just fuck me!" jawabnya, keras kepala.
"Missionaris? Doggy style? Spoon? Woman on top? Berdiri? Duduk? Kayang?" tanyaku, menyebutkan sederet pilihan.
"Enak yang mana?" tanyanya, setelah sempat menganga.
Gue menyeringai. "Kalau sama aku, semuanya enak, Kate."
Ia terlihat kesal, namun kemudian tampak berpikir.
Astaga, mikir aja lama! "Atau, kamu mau coba semuanya?"
Ia melotot hingga matanya nyaris lepas.
🐰
"Udah bangun?" sapaku, yang duduk di sofa depan TV.
Katy muncul dari kamar tidur dengan mengenakan kaosku, yang kebesaran di tubuh langsingnya. Tampak seksi, dan membuatku ingin menyerangnya lagi. Kepuasan yang kudapat dari dua jam bergumul dengannya di sofa dan di atas ranjang hingga ia ketiduran, menguap begitu saja. Namun alih-alih menyerangnya, gue mengajaknya ke dapur untuk makan siang. Yang kesorean, dan terlalu dini untuk makan malam.
Di atas meja makan telah tersaji sepiring tumis kangkung dan gurameh goreng. Melihatnya makan dengan lahap membuat hatiku senang. Karena setelah ini, bakal gue kuras lagi tenaganya, ha-ha-ha. Antagonist mode on.
"Ngapain senyum-senyum?" tegurnya.
"Ah, nggak." jawabku.
🐰
Gue menyusul Katy yang sedang berdiri di bawah shower, memeluk tubuhnya dari belakang. Seketika ia menegang, membuatku tersenyum menahan tawa. Tak ada yang akan kulakukan selain mandi.
"Aku antar!" kataku, begitu ia telah bersiap untuk pulang. Dan walaupun dia menolaknya, gue memaksa.
"Gue--" Katy kesulitan bicara.
Saat ini kami telah tiba di depan gerbang rumahnya.
"Datang tiap hari Minggu!" kataku, yang dibalasnya dengan anggukan.
🐰
"Kamu juga pernah mengoral pasienmu?" tanya Katy, pada suatu minggu di apartemenku.
"Sometimes." jawabku, di sela-sela cumbuan.
"Dasar playboy!" celanya.
Gue tertawa dengan bibir menempel pada pusat gairahnya yang berdenyut.
"Kamu bukan perempuan pertama yang bilang begitu." sahutku.
"Pantas kamu nggak nikah-nikah!" katanya. "Kamu juga meminum, err, pelepasannya?"
"Hem." jawabku.
"Emang kamu nggak jijik?" tanyanya penasaran.
"Enak." jawabku.
"Gimana caranya bisa enak?" lanjutnya.
Gue menatapnya sejenak, lalu kataku, "Emang punya Edrick nggak enak?"
Namun bukannya menjawab, Katy malah kembali mendesah. Ya, sudahlah. Bukan urusanku juga. Sejak kapan gue peduli dengan urusan ranjang orang lain!
"Emang, cewek yang main sama kamu--minum?" tanyanya, ternyata masih penasaran.
"Nggak semua." jawabku.
"Enak?"
"Katanya."
"Rama...." Punggungnya melengkung meraih klimaks.
"Better?" tanyaku, begitu efeknya berkurang.
"Giliranmu." katanya, lalu bangkit dari atas sofa.
Gantian gue yang menikmati kelihaian mulutnya.
"Minggir!"
Kusentuh kepalanya, hendak kusingkirkan karena puncak hampir kudapat. Pertama kali kami melakukan hal serupa, Katy menolak untuk meminumnya.
Namun entah kenapa, wanita ini menolak untuk menyingkir.
"Gimana? Enak?" tanyaku, menyeringai.
🐰
"Don't!" Katy mencegahku menarik diri. "Keep moving please...." pintanya.
"Tapi--" kataku, ragu.
Jelas dong, gue nggak pakai pengaman.
"It's okay, Ram. Keluarin di dalam. I don't care. Keep fuck me!" racaunya.
Gue berhenti setelah Katy meraih puncaknya. Tubuh kami bermandikan peluh, padahal suhu kamar kupasang rendah. Gue pun mengecup keningnya sebelum berguling turun, berbaring di sebelahnya. Katy bergerak, memeluk tubuhku, menyandarkan kepalanya di atas dadaku.
"I love you, Ram." katanya, untuk pertama kali sejak kami bertemu.
"I love you too." jawabku dengan lancar.
🐰
KAMU SEDANG MEMBACA
Rama dan Cinta
RomanceGue Rama. Umur 52 tahun. Profesi, dokter spesialis kulit dan kelamin. Status lajang. Iya, kalian nggak salah baca, gue belum pernah menikah. Trauma? Ya ampun, istilah puitis dari mana itu? Enggak lah, gue cuma belum ketemu cewek yang pingin gue nik...