Bab 30

609 9 3
                                    

"Aa...!" Mega memanggil namaku.

"Di dapur, Meg!" sahutku, membuka bungkus keju slice untuk isian sandwich.

Terdengar langkahnya yang semakin mendekat, lalu tubuhku disergap dengan pelukan erat. Menyusul ciumannya di bibirku yang mendesak. Sebelum pelukannya kembali kurasakan.

Gue mengusap kepalanya, sebelum kembali membuka lembaran keju.

"Tidurmu nyenyak?" tanyaku.

"Hem.... Aku mimpi Aa pergi lagi." jawabnya.

"I'm here, Meg!" sahutku.

"Hem," gumamnya.

"Aku perlu mengambil susu." kataku. "Kuharap kamu suka sandwich." lanjutku, mengurai pelukannya.

Mega tersenyum, untuk pertama kalinya sejak semalam. Wanita itu duduk di salah satu kursi di kitchen island. Melihatku merampungkan proses membuat sarapan.

"You always cook healthy foods." katanya, sebelum menggigit sepotong sandwich.

"We need to stay healthy." sahutku, meletakkan segelas susu di depannya.

Kuambil tempat duduk tepat di sebelah Mega.

"Is that why you good at sex?" balasnya, mengerlingku.

"Meg!" tegurku.

Demi Tuhan, ini masih pagi!

Ia tertawa. "Am I turn you on?"

Gue mengacak puncak kepalanya. "Habiskan sarapanmu, Meg!"

"Then what? Are you going to eat me after this?" balasnya.

Gue menghela napas. "Kita bisa mendiskusikannya nanti."

"Aku mau!" sahutnya.

"Aku belum bertanya, Meg." kataku.

"I'm in!" sahutnya.

Gue tertawa mendengar antusiasmenya.

🐰

Gue mengecup dahi Mega, sebelum akhirnya turun, berbaring di sebelahnya. Menyusul dekapan wanita itu ditubuhku. Berikut kepalanya yang bersandar di atas dadaku.

Sebelah jemariku mengusap lengannya naik turun. "That was great, Meg!"

"So you are!" sahutnya, membuatku tertawa.

"Terima kasih sudah memilihku." kataku akhirnya. "Aku tau ini sulit bagimu."

Mega tidak menjawab, namun kurasakan air matanya membasahi dadaku.

"Am I made you cry?" tanyaku, hanya serupa basa-basi.

"I love you." katanya.

"I love you too, Meg." jawabku setulus hati.

Kurasakan bibirnya melengkung di dadaku. Sebelum kecupannya menyusul di atas kulitku. Kemudian tubuhnya naik menindihku, menyejajarkan wajahnya dengan wajahku. Ia mencium lembut bibirku beberapa waktu.

"It was hurt, waktu Aa bilang bukan hanya Aa yang menyentuhku, tapi juga Jerry." katanya sambil menangkup sebelah pipiku.

"Sorry I hurt you!" balasku, meraih jemarinya untuk digenggam.

"Menyakitkan karena aku tau ucapan Aa benar. Aku istri dari seseorang. Tapi kenapa aku tetap merasa marah memikirkan Aa menyentuh perempuan lain?" lanjutnya, sebelum kembali menciumku. "Seperti keinginanku memiliki Aa untuk diriku sendiri, aku juga ingin mempersembahkan diriku hanya untuk Aa. Tapi aku nggak berdaya. Dan sikap Aa yang dingin membuatku putus asa."

"Kenapa bukan Jerry? Dia lebih muda, lebih pantas jadi kekasihmu." tanyaku.

Diam-diam gue penasaran. Maksudku, ya, gue tau gue lebih ganteng daripada Jerry. Tapi gue ini sudah tua, jelas Jerry pilihan yang lebih baik. Kalau hanya untuk nafsu sesaat, gue bisa paham. Masalahnya, Mega bukan tipikal perempuan yang tergila-gila akan seks.

Mega menggeleng. "Ayahku otoriter, Ram. Bapak orang kejawen, yang menganggap bahwa seluruh anggota keluarga harus mengikuti ucapannya. Pakaian seperti apa yang harus kukenakan, dimana aku harus bersekolah, dengan siapa aku harus berteman, dimana aku harus bekerja, sampai dengan siapa aku harus menikah, semua bapak yang menentukan. Nggak ada yang berani melawan bapak, termasuk ibu yang menganggap bahwa surga nerakanya berada di tangan bapak." katanya. "Karena sifat bapak yang keras, makanya aku nggak diizinkan untuk pacaran, Ram. Teman-teman pria-ku juga jadi segan, nggak berani mendekatiku karena takut pada bapak. Menurut bapak, aku harus menjaga kehormatan sebelum menikah."

"Well, that was good." selaku.

"Ya." sahut Mega, sebelum kembali mengecup bibirku. "Tapi bapak nggak tau kalau Jerry mengambil kehormatanku sebelum menikah. Karena begitu percayanya bapak terhadap Jerry. Bapak bahkan menitipkanku pada Jerry selama aku merantau di Jakarta!" imbuhnya.

"Kamu nggak terlihat seperti korban perkosaan!" komentarku.

Mega menunduk malu, sebelum mengangkat kepalanya lagi--memandangku. "Apa kamu bakalan illfeel sama aku kalau kubilang aku nggak keberatan diperawani?"

"Jadi, kamu mengaku bahwa kamu suka rela diperawani Jerry?" balasku.

Mega mengangguk. "Aku belum pernah pacaran sebelumnya, Ram. Aku penasaran gimana rasanya. Jadi walaupun aku nggak mencintai Jerry, aku menerima sentuhannya."

"Jadi, gimana rasanya? Enak?" tanyaku iseng.

Mega memukul lenganku, lalu jawabnya, "Nggak seenak burungmu."

Gue tertawa, menyambar bibirnya untuk bercumbu beberapa waktu.

"Kamu tau yang kupikirkan pertama kali kita ketemu?" tanyanya.

"What?" balasku.

Mega meraba dahi turun ke hidungku. Lalu mengelus sebelah pipiku. Katanya, "Om-om ini kurang ajar!"

Gue tersenyum menahan tawa.

"Dia mengeluh sakit kepala, tapi waktu aku pijat kepalanya, tangannya malah remas-remas buah dadaku!" lanjutnya.

"Kamu menikmati!" balasku tak mau kalah.

Mega mengecup bibirku sebelum menjawab, "Kamu tanya kenapa kamu, dan bukan Jerry yang kupilih? Mungkin aku tau! Kamu seperti sosok ayah yang nggak pernah kupunya, Ram."

Kedua alisku terangkat mendengarnya.

"Kamu ramah, lembut, sangat berbeda dengan ayah yang kukenal. Kamu membuatku merasa aman. Di saat yang bersamaan aku menyukai caramu menyentuhku. Maksudku, sentuhan Jerry nggak bisa membuatku semabuk malam itu, Ram! Waktu itu kupikir, nggak ada salahnya membiarkan om-om mesum ini menyentuhku," lanjutnya.

Gue tertawa.

"Toh aku juga membiarkan Jerry menyentuhku. " Ia meneruskan. "Jadi aku pingin lihat, senikmat apa sentuhan om-om mesum yang satu ini!" lanjutnya, membuatku menyeringai. "Really, aku nggak tau seks bisa senikmat itu! Awalnya aku cuma ketagihan sama--"

"Burungku?" Gue membantunya yang kehabisan kata-kata.

Mega tersenyum. "Burungmu, tanganmu, bibirmu, semuanya.... Tapi makin sering kita bercinta, aku jatuh cinta beneran sama kamu. Aku tau kedengarannya gila, gimana aku suka sama om-om yang hampir seumuran ayahku? Tapi ada yang bilang, cinta nggak memandang usia kan? Jadi apa salahnya kalau aku jatuh cinta sama kamu, yang usianya terpaut 24 tahun di atasku?"

"Gimana dengan kamu, Ram? Kamu nggak malu pacaran sama perempuan yang lebih pantas jadi anakmu?" tanyanya kemudian.

Gue menyeringai. "Believe me, Meg, aku cinta perempuan cantik, berapapun umurnya!"

Mega menepuk lenganku sebelum tertawa. "Kamu mata keranjang!" Celanya, namun kedua tangannya memelukku erat. "Mulai sekarang kamu hanya boleh lihat aku, Ram."

She is so possesive!

🐰

Rama dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang