18. Puasa

498 10 0
                                    

"Selamat pagi Bu Intan...." sapaku, memasuki rumah.

"Selamat pagi A Rama." sahut Bu Intan sedatar talenan.

"Pacar Rama udah datang belum?" tanyaku, pada Bu Intan yang berjalan mengikuti di belakang.

"Nona Mega menunggu di taman belakang." jawabnya.

"Tolong bikinin Rama jus mentimun, ya? Haus." pintaku.

"Baik, A." sahutnya, lalu mendelegasikan tugas kepada salah seorang pelayan.

"Boleh Orang Tua Ini memberi saran untuk A Rama?" tanya Bu Intan, setibanya kami di depan pintu kaca menuju taman belakang.

"Ya?" balasku, sambil terus berjalan.

"Sepertinya kurang baik jika A Rama berhubungan dengan perempuan yang sudah menikah. Dapat mendatangkan masalah untuk Aa. Lagipula, Tuan Besar sudah memberikan ultimatum agar A Rama segera menikah jika tidak ingin kehilangan hak waris. Akan lebih mudah bagi A Rama menikahi perempuan lajang." ucap Bu Intan panjang lebar.

"Oke, nanti Rama pikirin. Terima kasih Bu Intan." jawabku sekenanya.

🐰

Mega sedang duduk bersedekap tangan ketika gue tiba di sebelahnya. Ia menoleh terkejut ketika sebelah pipinya kukecup.

"Udah lama nunggu?" tanyaku, bersamaan dengan seorang pelayan yang meletakkan minuman pesananku di atas meja.

"Aa semalam sama siapa?" tanyanya tanpa basa-basi, ketika gue tengah menikmati jus timun segar.

"Teman." jawabku, kembali meletakkan gelas ke atas meja.

Dengan kedua tangan, gue memeluk tubuhnya. Mendaratkan kecupan demi kecupan di wajahnya.

"Teman kencan kan A?" tuduhnya.

Gue hendak mencium bibirnya, namun Mega mengelak.

"Jawab, A! Aa kencan semalam?" katanya.

"Aa cuma makan malam!" jawabku. Kenapa dia nggak juga percaya?

"Sama perempuan kan A?" Mega terus mengejar.

"Ya." jawabku akhirnya.

"Aa nggak berubah, masih aja main perempuan!" balasnya, percampuran antara marah dan kecewa.

Ia melepaskan diri dari pelukanku.

"Cuma teman, Meg, astaga!"

For God Sake, kenapa sih wanita ini cemburuan sekali?

"Teman tidur kan?" balas Mega, yang nggak bisa kusangkal. "Aku nggak suka A Rama tidur sama perempuan lain! Aku nggak suka Aa dekat sama perempuan lain!" lanjutnya emosional.

Gue menunduk, menatap rumput. Akan membiarkannya pergi kalau memang itu yang diinginkannya. Sejujurnya, kenapa gue bertahan sekian lama dengan satu perempuan yang sama? Ini bukan diriku. Rama yang kukenal adalah pria yang bergonta-ganti pacar semudah berganti celana dalam. Dia tidak harus menanggapi sikap emosional seorang wanita karena mudah mencari gantinya di luaran sana. Patah satu, tumbuh seribu, begitu semboyanku tentang wanita sejak dulu.

Ciuman Mega menghentikan segala monolog di kepalaku. Bibirnya melumat bibirku lembut, yang semakin dalam seiring berjalannya waktu. Tubuhku terdorong ke belakang, bersandar pada kepala kursi santai. Kakiku naik ke ujung yang lain, memangku tubuhnya yang menduduki perutku. Entah sejak kapan gaunnya terbuka, menyajikan pemandangan indah yang selalu kusuka.

"No, not today, Baby!" Gue menangkap tangannya yang hendak membuka celanaku.

"Kenapa enggak?" balasnya.

Rama dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang