Pukul dua belas malam, gue tiba di apartemen. Tadinya mau pulang sore, tapi Mega menahanku. Katanya, Jerry bakalan lembur. Akhirnya, kuterima ajakan Mega untuk makan malam, yang berlanjut dengan nonton film di kamar. Dia sedang tidur nyenyak ketika kutinggal pulang.
"Kamu baru pulang jam segini?" tegur Katy, begitu gue tiba di depan pintu unit apartemen.
Oh, gagal sudah rencanaku untuk tidur nyenyak malam ini!
"Sejak kapan kamu disini?" tanyaku, sembari membuka pintu.
Gue mempersilakannya masuk ke dalam unit. Hari ini dia menggenakan mini dress berwarna hitam, dengan high heels cukup tinggi. Tak lupa tas tangan berwarna hitam merek... gue memicingkan mata, seperti familier dengan merek dagang tersebut.
"Habis makan malam." jawabnya.
Gue menoleh terkejut. "Terus, kamu nunggu di depan?"
Dia mengangguk.
Manusia macam apa yang menunggui rumah orang tanpa kepastian, kapan pemiliknya akan datang? Tidak kutemukan pula jejak telepon atau chatnya di gawaiku. Sebetulnya, dia memang tak pernah sekalipun menghubungiku melalui alat komunikasi itu. Katy datang dan pergi tiba-tiba, sesuka hatinya. Seperti saat ini. Kenapa dia tak pulang saja ketika tidak ada yang membukakan pintu untuknya ketika memencet bel di unitku? Bagaimana kalau gue nggak pulang sampai besok pagi?
"Kamu mau minum apa?" tanyaku. "Teh? Susu? Coklat?"
"Coklat, boleh." jawabnya, mengikutiku ke dapur.
Ia menempatkan diri di meja makan, selagi gue meracik dua gelas coklat panas. Yang buru-buru disesapnya, begitu kuhidangkan di atas meja. Membuatku harus menegurnya, agar minum dengan pelan-pelan. Sembari tanganku mengambil alih cangkirnya, menuangkan coklat panas ke atas piring kecil, sehingga dapat diminumnya dalam kondisi hangat.
"Kenapa nggak nikah kalau kamu seperfect ini?" tanyanya.
"Am I?" sahutku.
"Yeah. Kamu ganteng, bisa masak, kerjaan bagus, pinter, great fucker.... Walaupun nggak kaya." jawabnya.
Gue tertawa mendengarnya. "Great fucker?"
Dia mengedikkan bahu tak acuh. Ya, setidaknya great fucker lebih enak didengar daripada penjahat kelamin! Gue pun mengajaknya duduk di ruang tamu, usai menikmati minuman untuk menonton film.
"Jadi, kenapa kamu nggak nikah?" tanyanya, melanjutkan topik.
"Belum ketemu yang cocok." jawabku.
"Dari sekian juta cewek yang kamu tiduri, nggak ada satu pun yang cocok?" balasnya.
Gue tertawa keras. Ucapan sinisnya terdengar lucu di telingaku.
"Jadi, ada apa kamu kesini?" tanyaku.
Katy menggeleng. "Nggak ada alasan khusus."
"Sini, naik!" kataku, sembari menepuk kedua paha.
"Udah dibilangin, bukan buat itu!" sahutnya.
Gue pun mengangkat tubuhnya, mendudukkan Katy di atas pangkuanku.
"Kamu menginap?" tanyaku.
Katy mengangguk. Gue pun berdiri, berjalan menuju kamar tanpa melepas penyatuan kami.
🐰
"Halo Sayang!" sapaku pada wanita di ujung saluran.
"Ada apa? Tumben jam segini nelpon." tanya Mega.
"Aku boleh makan siang di rumahmu nggak?" tanyaku.
"Really?" tanyanya seolah tak percaya. "Okay. Kamu mau dimasakin apa?" lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rama dan Cinta
RomanceGue Rama. Umur 52 tahun. Profesi, dokter spesialis kulit dan kelamin. Status lajang. Iya, kalian nggak salah baca, gue belum pernah menikah. Trauma? Ya ampun, istilah puitis dari mana itu? Enggak lah, gue cuma belum ketemu cewek yang pingin gue nik...