Bab 23

413 11 1
                                    

"Ya, Kate?" sahutku, menjawab panggilan masuk dari Katy.

"Kamu masih di rumah sakit?" tanyanya.

"Aku udah di jalan pulang ke apartemen. Kenapa? Kamu perlu kujemput?" balasku.

"Nope. Sekarang aku di apartemen kamu, Ram." balasnya, yang mengejutkanku.

"Oh, kamu kok nggak bilang-bilang mau mampir?" balasku.

Katy tertawa. "Kejutan...." katanya, membuatku ikut bahagia mendengar keceriannya yang perlahan pulih. "Aku masakin kamu makan malam hari ini." lanjutnya. "Err, aku harap kamu nggak keberatan. Kemarin aku meminta kunci apartemenmu pada Kak Sinta."

Gue memiliki dua saudara kandung. Yang pertama, Kak Sinta. Kedua, Anjani atau Kak Jani. Keduanya perempuan, sudah menikah dan tinggal di Bandung. Ngomong-ngomong, sepertinya gue sudah pernah membahasnya. Dan mengenai bagaimana Katy bisa berhubungan dengan Kak Sinta, kurasa itu adalah campur tangan dari Bu Intan. Beliau setia banget sama mama. Dan aku curiga, telah melaporkan gerak-gerikku selama ini pada mama. Yang akan membagikan beritanya pada Kak Sinta.

"Really? Udah bisa masak?" balasku.

"Dijamin enak! Aku udah icip semuanya tadi." jawab Katy.

"Kamu yakin nggak beracun?" tanyaku iseng.

"Rama!" tegurnya, membuatku tertawa.

"Oke, aku nggak sabar nyobain masakan kamu." kataku.

"Hati-hati di jalan, Ram." pesannya.

"Sure." balasku. "Sampai ketemu di apartemen!" lanjutku, menutup percakapan.

🐰

Gue tiba di depan pintu dan Katy mendahuluiku membukanya. Kudaratkan ciuman singkat di bibir yang tersenyum lebar itu. Katy mengambil alih tas di tanganku dan memintaku untuk mandi. Gue tersenyum saat menemukan baju ganti telah disiapkannya di atas ranjang, begitu aku selesai membersihkan diri.

"How is it?" tanyanya, tak sabar mendengar komentarku.

Katy memasak beberapa macam makanan; sop kacang merah, gurame bakar, kepiting saus tiram. Juga nasi dan salad buah.

"Enak." jawabku. "Kamu cepat belajar, Kate." pujiku setulus hati.

Katy tersenyum senang. "Aku akan masakin makanan lain buat kamu besok-besok!"

Gue tersenyum berterima kasih dan memintanya untuk segera makan, mengingat sedari tadi ia hanya melihatku makan.

"Gimana pekerjaanmu? Apa semua lancar?" tanyaku.

Katy mengangguk. "Semua lancar. Aku suka dengan rekan-rekan dan suasana kantorku. Sky juga sangat membantu."

Gue tersenyum, ikut bahagia. "Kamu menginap malam ini?"

"Boleh?" balasnya.

"Sure." jawabku, membuatnya tersenyum cantik.

🐰

Gue terjaga dari tidur karena kedinginan. Kuraih remote di atas nakas untuk menaikkan suhu ruangan. Hampir pukul lima pagi saat ini. Katy juga masih terlelap di sebelahku. Gue turun dari ranjang, berhati-hati agar tidak mengganggu tidurnya. 

Usai menunaikan sholat subuh, gue berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan. Bubur ayam kayaknya enak! Tumben juga mama nggak menerorku untuk bangun pagi.

"Ram?" panggil Katy dari kejauhan.

"Aa di dapur, Kate!" sahutku.

"Aa bangun kok nggak bilang-bilang? Kalau mau masak, aku bisa bantu." ucap Katy, yang berjalan menghampiri.

Setibanya ia di ambang pintu dapur, bel pun berbunyi.

"Biar aku yang nerusin! Aa temui saja tamunya!" katanya.

Gue mengusap kepalanya sembari berterima kasih. Lalu berjalan menuju pintu untuk menemui orang yang bertamu kelewat pagi itu. Barangkali mama! Mengingat ia tidak meneleponku subuh tadi. Ya ampun, dia pasti akan menceramahiku agar segera menikah. Apalagi Bu Intan telah menceritakan perihal Katy padanya. Bisa-bisa aku disuruh untuk mengawini gadis malang itu.

"Meg," ucapku, terkejut.

Perempuan yang sudah lama tak kutemui, kini hadir di muka pintu rumahku. Mengenakan mantel hitam, yang tampaknya masih membuat ia kedinginan di cuaca sepagi ini.

"Aa kemana aja?" katanya, mendorongku mundur. "Kamu nggak jenguk aku. Mengabaikan telponku. Nggak balas satupun pesanku." lanjutnya, memukul dadaku dengan kepalan tangan. "Jawab!"

"Kamu ngapain kesini?" tanyaku.

"Kamu ngilang gitu aja, A. Sekarang kamu tanya, ngapain aku kesini?" balasnya emosional.

"Kita nggak ada urusan lagi yang mengharuskanku untuk menemuimu." balasku.

"Aa pacarku." jawabnya.

Gue mendengus geli. "Aku sudah terlalu tua untuk pacaran, Meg."

"Kita saling mencintai." katanya, dengan mata berkaca-kaca.

"Well, I love women. All pretty women." sahutku.

"Kamu aneh." katanya lirih.

"Beginilah aku, Meg. Playboy. Kamu hanya nggak mengenalku selama ini." balasku, sambil menatap matanya.

Mega menggeleng. "Kamu nggak pernah sedingin ini sebelumnya. Ini bukan kamu."

Gue tersenyum miring. "Sebaiknya kamu pergi, Meg."

"Kamu kenapa sih, Ram? Kamu marah sama aku?" katanya, merenggut bagian depan kaos yang kukenakan.

Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh, yang membuat kami menoleh. Katy sedang berdiri di ambang pintu yang menghubungkan dapur dengan ruang tamu. Tampak salah tingkah dan salah tempat.

"Err, sorry." katanya, tak enak hati.

Mega kembali menatapku. "Kamu punya perempuan lain? Karena dia, kamu berubah?" Satu tangannya menunjuk Katy.

"Eh, aku--" Katy hendak menjelaskan, namun segera kuberikan isyarat padanya untuk diam.

Gue menunduk, membalas tatapan Mega. "Aku nggak menginginkanmu lagi, Meg. Kamu boleh pulang."

Mega menggeleng. Terlihat masih tak percaya.

Gue melepas cekalan tangannya di kaosku. "Kamu lihat kan, Meg? Katy lebih cantik, lebih muda, lebih seksi daripada kamu."

Air mata jatuh di pipinya.

"Kamu aneh." balasnya lirih.

"Aku pria normal, Meg." sahutku. "Katy single, sedang kamu.... Kamu punya suami, punya anak. Aku bisa bercinta dengan Katy kapanpun. Denganmu, well, aku bahkan harus sembunyi-sembunyi." lanjutku. "Aku cuma dapat sisaannya Jerry." imbuhku, yang dihadiahi tamparan olehnya.

"You okay?" tegur Katy setelah Mega berlalu pergi.

Gue tersenyum, mengacak rambutnya. "Kita terusin masaknya, Kate!"

"Kamu nggak mau ngejar dia? Mungkin dia belum jauh." tanya Katy selagi gue memasukkan beras ke dalam air kaldu.

"Tolong ambilkan jahe, Kate!" kataku.

🐰

Rama dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang