Gue bersiul dengan gembira. Akhirnya hari yang kutunggu datang juga! Setelah berobat dan melewati masa pemulihan, akhirnya gue akan dapat kembali merasakan indahnya surga.
"Sore, Ameera!" sapaku pada resepsionis di lobby.
"Sore, Dokter!" balasnya, tersenyum manis.
Sambil menyetir mobil, kuberikan kabar kepada Mega bahwa gue sedang dalam perjalanan menuju rumahnya. Biasanya suami perempuan itu baru akan pulang paling cepat pukul delapan malam. Sekarang belum ada pukul lima sore. Berarti gue punya waktu paling tidak dua jam untuk bersenang-senang dengan Mega, sebelum suaminya pulang.
"A," sapanya.
Kubalik tubuhnya, dan kudorong hingga dua tangannya bertumpu pada dinding. Ia mengerang ketika gairah kami menyatu.
"Aa udah sembuh?" tanyanya.
"Ya." seringaiku, terus bergerak cepat. "God, enak banget, Meg!"
Rasanya luar biasa, setelah sekian lama berpuasa. Tanganku menjangkau segala bagian tubuhnya yang dapat kuraih. Untuk kusentuh dan kuremas, merasakan tekstur halus dan kenyal kulitnya. Kuhirup rambut dan lehernya, mencium wangi tubuhnya yang khas.
Mega menengadah, minta dicium bibirnya. "Aa nggak mau ke kamar?"
"Satu kali aja, Meg!" balasku, enggan berpindah tempat sebelum tiba di puncak.
Tuhan, ini nikmat sekali. Kehangatannya yang melingkupiku. Cengkeramannya yang kuat terhadapku. Semua terasa sempurna. Hingga tiba-tiba ia berteriak kesakitan.
"What's wrong, Meg?" tanyaku, menarik diri.
"Sakit banget, A!" jawabnya sembari memegangi perut. Menyusul cairan bening yang mengalir turun ke kakinya.
"Oh, sial! Kamu mau melahirkan?" ucapku, lebih karena panik.
"A Rama...." Ia meringis kesakitan.
Tubuhnya merosot. Segera kutahan agar tidak terjatuh.
"Kita ke rumah sakit!" kataku.
Gue menggendongnya ke dalam mobil dan mendudukkannya di bangku belakang. Menyusul langkah cepatku menuju belakang kemudi. Berkendara dengan kecepatan maksimal menuju rumah sakit. Saking paniknya, gue bahkan nggak kepikiran untuk membawanya ke klinik yang lebih dekat dengan rumahnya.
🐰
"Om!"
Gue menoleh begitu mendengar sapaan tersebut. Jerry tiba di rumah sakit dengan raut cemas dan panik. Gue bisa mengerti kondisinya karena itu juga yang kurasakan satu jam lalu. Entah kemana perginya ilmu kedokteran yang telah kupelajari selama bertahun-tahun, sampai-sampai melupakan fakta bahwa ibu hamil baru akan melahirkan kurang lebih 24 jam setelah ketubannya pecah.
"Jer!" balasku, melepas jemari Mega yang semula kugenggam.
Jerry berjalan ke arahku. Lalu tanpa disangka-sangka, pria itu memelukku erat. Menyusul suara tangisnya yang terdengar.
"Terima kasih, Om. Untung ada Om Rama yang membawa Mega ke rumah sakit." ucapnya sambil terisak.
Gue menepuk-nepuk punggungnya. Lalu memberikan senyuman sopan, sebelum pria itu menghampiri istrinya. Menggantikanku duduk di sebelah Mega yang terbaring lemah di atas ranjang. Tangannya menggenggam jemari Mega yang masih tampak kesakitan. Bibir pria itu mengecup dahi Mega penuh kasih sayang.
Jerry membisikkan kalimat-kalimat menenangkan dan menguatkan untuk istrinya. Tangannya mengelus perut Mega, tempat dimana buah hati mereka yang akan segera lahir, tinggal untuk sementara. Seberapapun seringnya gue menyentuh Mega, nggak akan membuatnya jadi milikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rama dan Cinta
RomanceGue Rama. Umur 52 tahun. Profesi, dokter spesialis kulit dan kelamin. Status lajang. Iya, kalian nggak salah baca, gue belum pernah menikah. Trauma? Ya ampun, istilah puitis dari mana itu? Enggak lah, gue cuma belum ketemu cewek yang pingin gue nik...