Bab 33

391 8 0
                                    

"Aa, ke rumah sekarang!" Kata Mega di telepon.

"Ada apa?" Tanyaku keheranan.

"Ke rumah, Aa!" Balasnya tak mau dibantah.

"Tapi Aa masih ada pasien, Sayang." Jawabku.

"Se-ka-rang!" Balasnya.

Gue menghela napas. "Okay."

Lalu panggilan terputus, dan gue meminta asistenku untuk kembali memanggil satu demi satu pasien yang datang untuk berobat. Mana bisa gue pulang sekarang! Secinta apapun gue sama Mega, otakku belum segesrek itu untuk mengabaikan pekerjaan. Terlebih, pekerjaanku berkaitan erat dengan nyawa manusia. Yah, walaupun manusianya bejat, pecinta seks bebas kayak gue 😁

🐰

"Malam, A Rama!" sapa asisten rumah tanggaku.

"Malam Teh!" sahutku. "Mega mana?"

"Non Mega sedang memasak di dapur, A!" jawabnya.

Gue pun menyerahkan tas dan beranjak ke dapur menghampiri Mega yang memang sedang sibuk memasak bersama dua orang asisten lainnya.

"Hi Pumpkin!" Gue memeluknya dari belakang.

"I'm carrot!" sahutnya, melepas pelukanku.

Gue tertawa geli. Kembali mendekapnya yang sedang mencuci tangan. "Sorry Carrot!"

"Funny!" sinisnya. Kembali melepaskan pelukanku dan memberikan instruksi kepada ART, sebelum kemudian berlalu dari dapur.

"Kamu marah?" tanyaku yang berjalan mengekorinya.

"Aku bilang pulang sekarang, bukan nanti malam!" katanya, berdiri di dekat kolam renang.

"Sorry, Carrot. Tadi masih ada antrian pasien." jawabku, kembali memeluknya.

"Jadi pasienmu lebih penting daripada aku?" balasnya.

"Of course!" sahutku cepat, membuatnya melotot.

Gue cengengesan. "Saya bersumpah bahwa: Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan...."

"Itu sumpahku waktu lulus jadi dokter, Sayang." kataku kemudian.

Mega menguncir bibirku dengan jemarinya. "Ini mulut pinter banget sih ngelesnya!"

Gue menjauhkan tangannya dari bibirku seraya terkekeh.

"Udah nggak marah?" tanyaku.

"Masih," jawabnya, bersedekap tangan.

"Kenapa?" heranku.

"Kenapa kamu nyimpan cewek di rumah ini, Rama?" rengeknya.

"Cewek?" tanyaku bingung.

"Cewek yang waktu itu ada di apartemen kamu!" sahutnya.

"Oh, Katy?" balasku.

"Kamu ada main sama dia? Atau, dia juga calon istri kamu?" tuduhnya.

"Aku memang ngasih Katy tinggal disini." kataku sambil memegang kedua lengannya. "Dia butuh tempat tinggal."

"Kenapa nggak tinggal di rumahnya sendiri?" balasnya setengah merengek.

"Well, it's a complicated. Dia baru saja melalui masalah yang berat, Sayang." kataku, duduk di kursi santai.

"Masalah apa?" tanyanya, menyusul duduk di sebelahku.

"Sama sepertimu, dia dijodohkan oleh orang tuanya. Bedanya, kamu beruntung memiliki suami yang baik. Sedang Katy, yeah, suaminya seusiaku dan kerap melakukan pelecehan seksual terhadapnya." jawabku.

Rama dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang