Ini terlalu nikmat. Astaga, berapa lama gue nggak bercinta? Gue ini pelaku seks aktif. Lalu kenapa perempuan sialan ini, membuatku seperti laki-laki yang baru menikmati seks lagi setelah sekian lama?
"Rama...."
Bahkan suaranya terdengar merdu di telingaku. Membuat gairahku semakin terbakar. Kugerakkan pinggang dengan cepat dan semakin cepat. Menikmati kehangatannya yang menyelimutiku.
"Damn, Meg, more!"
Gue mengerang, menikmati semburan gairahnya yang terasa hangat. Aku mabuk dalam kenikmatan yang tidak ada habisnya. Dan seketika dunia terasa terbalik. Tubuhku ditarik ke belakang hingga terjengkang ke atas lantai. Menyusul pukulan dan makian yang bertubi-tubi.
"Jerry, stop! Jangan pukul Rama. Jerry, jangan memukuli Rama!" Mega menelungkupkan tubuhnya di atasku, menjadi tameng.
"Minggir, Sayang! Bajingan ini harus diberi pelajaran karena sudah berani memperkosamu." balas Jerry.
Samar kulihat Mega menggeleng. "Rama nggak memperkosaku. Aku yang mengundangnya kesini."
Terdengar suara seorang wanita yang terkesiap, kurasa itu Putri. Pasti dia kebingungan mencari-cariku tadi! Gue meninggalkannya tanpa pesan, karena kupikir hanya akan menemui Mega sebentar.
"Sayang?" ucap Jerry, sarat akan ketidak percayaan.
"Aku mencintai Rama, Jerry. Tolong, jangan memukulinya lagi." pinta Mega.
"Itu--menjijikkan, Mega." balas Jerry. "Laki-laki itu seusia ayah kita." lanjutnya, menunjukku. "Gimana bisa kamu--" Ia kehabisan kata-kata.
"Sepertinya kamu sedang nggak sehat. Mari kita pulang! Aku nggak akan mempermasalahkan yang satu ini. Kuharap kewarasanmu kembali besok pagi." kata Jerry, menarik Mega untuk bangkit.
Namun wanita itu menggeleng. Malah memeluk erat tubuhku.
"Mega!" bentak Jerry, habis sabar.
"Aku nggak bisa lagi!" teriak Mega frustasi. Ia mulai menangis. "Aku cinta Rama, kenapa nggak ada yang ngerti?"
"Mega, kamu istriku. Kita menikah sudah dua tahun. Kita bahkan sudah punya Rima! Apa kamu akan menghancurkan semua itu hanya untuk laki-laki ini?" kata Jerry, membujuk.
Tatapanku dan Mega bertemu. Kuharap, tanpa perlu kukatakan, ia telah memahami isyaratku untuk pulang bersama Jerry. Dan harapanku terkabul. Ia memahami isyaratku, namun tangannya malah semakin kuat mencengkeram tubuhku.
"Rama, please...." mohonnya sambil terisak.
Chikuso! Kenapa dia harus memohon kepadaku? Kenapa tidak pergi saja, pulang bersama suaminya? Menikmati hari-hari tenangnya sebagai ibu rumah tangga. Membesarkan anak-anak, dan menua dikelilingi cucu-cucunya.
Gue bangkit duduk, dengan membawa tubuh Mega yang memelukku. Entah apa yang Putri pikirkan, melihat keadaanku yang memalukan saat ini! Yang jelas, wanita itu hanya diam membisu di ambang pintu, seolah tak ingin mengganggu.
"Ayo kita pulang, Meg!" bujuk Jerry, berusaha meraih tangan Mega namun kuhempaskan.
Akibatnya pria itu menatapku dengan penuh permusuhan. Yeah, memangnya apa yang kuharapkan dari pria yang memergokiku sedang menggauli istrinya? Nyawaku tidak dihabisinya saja sudah bagus.
"Tolong biarkan dia pergi!" Gue memohon.
Gue nggak ingat kapan terakhir kali memohon untuk mendapatkan sesuatu. Malah sepertinya tidak pernah. Dan hari ini aku melakukannya demi Mega. Perempuan yang seperti kata Jerry, lebih pantas jadi anakku daripada kekasihku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rama dan Cinta
RomanceGue Rama. Umur 52 tahun. Profesi, dokter spesialis kulit dan kelamin. Status lajang. Iya, kalian nggak salah baca, gue belum pernah menikah. Trauma? Ya ampun, istilah puitis dari mana itu? Enggak lah, gue cuma belum ketemu cewek yang pingin gue nik...