Bab 26

387 9 5
                                    

"Aa, bangun atuh, sudah pagi!"

Aku bangkit duduk sembari menguap. Mama mengusik ketenangan tidurku, mengguncang-guncang tubuhku.

"Sholat sana! Ya Allah.... Kapan sih Aa bisa sholat subuh berjamaah di masjid? Mama teh malu, bisa bangun banyak masjid tapi nggak bisa bangunin anak buat sholat di masjid. Hiks." lanjutnya, memulai drama.

Dengan mata setengah terpejam, gue masuk ke kamar mandi. Menggigil sesaat waktu berwudhu. Dan masih mendengar ceramah mama begitu kembali ke kamar tidur untuk sholat.

"Coba Aa teh punya istri. Jadi ada yang ngingetin buat sholat." katanya.

Gue memutar bola mata mendengarnya. Memilih untuk memulai sholat subuh dua rakaat.

🐰

"Sambalnya seberapa?" tanya mama.

"Dua sendok aja, Ma." sahutku.

Mama menyiapkan bubur sebagai sarapanku. Enak. Beruntung banget gue, di umur setua ini, masih dimasakin nyokap.

"Enak, A?" tanya mama.

Gue hanya mengangguk. Sibuk menikmati bubur yang lezat ini. Serius, bubur bikinan nyokap lebih enak daripada yang biasa kubeli di luaran sana. Padahal bumbunya sama aja, kayaknya. Malah kadang, topping di restoran lebih melimpah daripada buatan nyokap.

"Coba Aa punya istri. Pasti ada yang nyiapin sarapan buat Aa tiap hari." imbuhnya.

Gue meraih gelas berisi air putih untuk diminum.

"Aa dengar nggak, omongan Mama barusan?" tegurnya.

"Iya." sahutku, kembali menikmati sarapan.

"Jadi, kapan Aa mau nikah?" tanyanya.

"Cari calonnya dulu atuh, Ma. Rama kan nggak bisa nikahin diri sendiri." jawabku sembari meliriknya.

Kulihat bubur di mangkuk mama hanya diaduk-aduk sejak tadi. Baru sedikit yang dimakannya. Sibuk menanyaiku.

"Calonnya kan udah ada. Emang Aa mau nyari berapa banyak?" balasnya heran. "Aa teh mau poligami? Istighfar atuh, A. Poligami itu berat tanggung jawabnya. Memangnya Aa sanggup? " lanjutnya, heboh sendiri.

Gue kembali meminum air putih. Lalu menghembuskan napas kasar.

"Siapa calonnya?" tanyaku heran.

"Neng geulis Katy dan Putri, atuh. Maneh teh suka pura-pura lupa!" sahut mama, membuatku melotot. "Mama sih nggak melarang kalau Aa mau poligami. Tapi, kalau bisa, pilih salah satu saja. Lagipula, dua-duanya sama-sama cantik. Aa memang pintar milih perempuan, kayak papa!" lanjutnya. "Lihat, dong, mama kamu. Nggak kalah cantik, kan?" pungkasnya, memuji diri sendiri.

Iya, cantik, tapi gelo. Imbuhku dalam hati.

"Jadi, Aa pilih siapa? Neng Katy? Atau Neng Putri?" tanya mama.

🐰

Siang ini, ruang praktikku dikunjungi sepasang muda-mudi, calon pengantin. Keduanya baru saja melakukan pre marital check up, dan ingin melakukan pemeriksaan ulang, karena calon mempelai pria terdiagnosa mengidap HIV.

"Bagaimana, Dok? Tes-nya salah kan? Nggak mungkin pacar saya menderita HIV." Calon mempelai wanita memberondongku dengan pertanyaan, begitu hasil tes ulang keluar.

"Mas Ifan ini alim, Dok. Dia aja nggak pernah cium saya, karena ingin menjaga kesucian saya sebelum pernikahan. Jadi mana mungkin, dia menderita HIV!" lanjutnya. "Saya kenal banget Mas Ifan, Dok. Kami sudah pacaran sejak sembilan tahun lalu. Boro-boro main cewek, berjabatan tangan dengan cewek saja, tidak, Dok. Apalagi, amit-amit, pakai narkoba. Gaji Mas Ifan selama ini dikasih ke saya kok Dok, buat ditabung untuk menggelar pernikahan kami. "

Rama dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang