Bab 37

406 9 6
                                    

Setelah melalui proses perceraian yang nggak sebentar, akhirnya Minggu lalu Mega resmi berpisah dengan Jerry. Ada kesedihan yang ia tunjukkan, malah wanita itu sudah menangis. Gue mengizinkannya untuk berpelukan dengan mantan suaminya, begitu sidang berakhir. Nggak, gue nggak berpikir dia masih cinta atau menyesal.... Bagaimana pun mereka punya sejarah bersama, dan itu nggak akan terhapus bahkan oleh kehadiranku di tengah keduanya. Apalagi, ada anak diantara mereka, yang membuat hubungan mereka akan tetap terjalin sampai kapanpun.

Ngomong-ngomong soal anak, berhubung usia Rima masih setahunan, otomatis hak asuh jatuh ke tangan Mega. Yang berarti saat menikahinya nanti, gue dapat satu paket ibu dan anak, buy one get one free. Gue senyum-senyum sendiri, ini enaknya nikahin janda. Nggak perlu bercocok tanam, tinggal menuai panennya. Yeah, walau dalam kasusku, sawahnya Mega sudah gue tanami sejak dia masih lajang.

"Aa kebiasaan ih, suka ketawa sendiri!" tegur Mega, yang sedang menyuapi Rima di meja makan.

Ada poin plus, tapi ada minusnya juga. Entah bagaimana berita tentang hubungan gue dan Mega yang diawali oleh perselingkuhan menyebar bagai serbuk bunga ditiup angin. Bahkan sampai jadi bahan gossip diantara suster dan perawat di rumah sakit. Lalu dikait-kaitkan dengan masa laluku yang playboy. Yeah, sebetulnya bukan masalah besar untukku. Sebelumnya juga gue sudah terbiasa jadi bahan omongan orang. Entah itu tentang kelakuan minusku atau prestasiku.

"Besok keluarga Lucius Malfoy jadi kesini?" tanyaku, menikmati kopi dan roti bakar.

"Keluarga Jerry, Aa, bukan Lucius Malfoy!" ralat Mega, sembari memberi minum susu formula pada anaknya. "Jadi. Tadi Jerry whatsapp aku, katanya mereka akan tiba disini sekitar pukul sepuluh pagi." lanjutnya, menjawab pertanyaanku.

Nggak, gue nggak benci Jerry. Cuma nggak begitu menyukai keluarganya. Kedua orang tuanya terus memaki dan mengatai Mega di setiap kesempatan, setiap kali mereka bertemu dalam sidang perceraian. Dan Mega yang merasa sebagai pihak yang bersalah, hanya terdiam menerimanya. Bahkan kedua orang tuanya yang datang jauh-jauh dari Solo, meminta maaf kepada mantan besan nggak tau tata krama itu. Oke, mungkin nggak pantas gue menyebut mereka demikian. Bagaimana pun, gue orang ketiga yang menyebabkan perceraian anak mereka. Wajar mereka sakit hati lalu berkata-kata buruk untuk melampiaskan kekecewaan mereka. Tapi dalam setiap kejadian pasti ada dua sisi kan? Mega selingkuh juga nggak lepas dari tindakan mereka yang mengawin paksa anaknya. Setidaknya, Mega yang terpaksa.

🐰

Sesuai yang Mega bilang, keluarga mantan mertuanya tiba di rumah kami pukul sepuluh. Dari pagi ia sudah sibuk di dapur, menyiapkan makanan kecil dan makanan besar untuk menyambut tamunya. Karena kasihan melihatnya yang kerepotan, gue pun menawarkan diri untuk menjaga Rima, yang dibalasnya dengan senyuman haru dan kecupan di pipi. Beberapa hari lalu malah dia bilang gue sudah pantas jadi seorang ayah, karena membantunya mengasuh Rima sejak putrinya tinggal bersama kami. Tapi waktu gue minta dia untuk lepas kontrasepsi, dia menolak, katanya nggak mau punya anak di luar nikah. Bukan apa-apa, di agama kami, anak di luar nikah nggak punya nasab dari bapaknya. Jadi gue nggak bisa jadi wali nikahnya nanti, kayak Rima yang diwalikan oleh Jerry. Istilahnya, anak kandung rasa anak tiri.

"Rima, ayo gendong Mama! Akung sama Uti sudah datang." serunya, mengalihkan perhatian bocah satu tahun itu dari boneka di tanganku.

Segera bocah itu menghampiri ibunya, masuk ke dalam gendongan Mega dengan patuh. Dasar anak mama! Mungkin karena gue udah tua, jadi aura ketampananku tak lagi memancar. Padahal dulu keponakan-keponakanku, berikut anak-anak si William itu lengket bener sama gua.

"Aa mandi dulu gih, habis itu sarapan, baru temuin ibu sama bapak." kata Mega.

Dih, kayak gue pengen nemuin pasukan Voldemort itu aja! Pikirku, sembari melumat bibir seksinya. Hingga tangannya yang semula mendorong dadaku, menarik kepalaku turun demi memperdalam ciuman. Gue tersenyum, segampang itu bikin Mega takhluk di bawah sentuhanku. Lagi enak-enaknya menghisap bibir nyokapnya, Rima nangis kegencet. Buru-buru gue dan Mega memisahkan diri. Aelah Rima, nggak ngerti orang lagi enak!

Rama dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang