Bab 39

514 11 0
                                    

"Bisa nggak? Hahaha." tanya Leo dari kursi santai.

Istrinya sedang belajar berenang di halaman samping. Gue juga baru tahu kalau si Rossa, mantu gue, nggak bisa berenang. Untung gue baik, jadi gue beliin dia ban karet berbentuk bebek. Nggak kayak suami durhakanya tuh, cuma ketawa-ketawa di pinggir kolam! Malah udah berjemur tuh bocah, lengkap dengan kaca mata hitam, serta minuman dan sekeranjang buah di atas meja di sebelahnya. Udah berasa yang punya rumah!

"Uhuk-uhuk!" Rossa tersedak air.

Lagian, belum lancar udah lepas setang aja! Eh, maksud gue, lepas ban. Baru saja gue hendak membantunya, Leo melirikku tajam. Menyusul langkahnya turun ke dalam kolam menghampiri istrinya. Yaelah, takut amat istrinya gue embat!

"Leon!" tegur Rossa, ketika bukannya mengajari baik-baik, Leo malah modus.

Ckck, nggak di darat, nggak di air, dia masih usaha aja! Bagus, lanjutkan ajaran suci gua! Gue tersenyum bangga, Leo berhasil mewarisi ilmu yang gue turunkan. Nggak sia-sia gue mengajarinya bertahun-tahun.

"Jadi Aa kenal sama mereka?" kata Katy, muncul di sebelahku.

Gue menoleh ke arahnya sembari menyeringai, "Harusnya Aa yang tanya begitu! Ternyata kamu kenal anak-anaknya si William?"

Sepasang mata Katy memandangi dua bocah yang sedang bermesraan di kolam renang itu. Pantesan aja Rossa nggak bisa-bisa, orang disosor mulu sama suaminya! Gue tersenyum geli saat Rossa mencipratkan air ke mata bocah sableng itu sambil tertawa. Bahagia banget mereka! Udah berasa dunia milik berdua.

"Leo itu pacar pertamaku." kata Katy.

Buset, pacar pertama? Gue menoleh terkejut. Wajar gue nggak tau, soalnya meski Leo sering curhat, tapi ceweknya kan banyak! Mana gue hapal satu-persatu namanya! Cuma Rossa yang gue ingat, berhubung dia yang terakhir.

"Dia cinta pertamaku." imbuh Katy.

Hem.... Gue hanya berharap semoga Katy menemukan kebahagiaannya sendiri.

"Tapi aku betulan nggak nyangka kalau Aa gurunya!" Katy menyeringai ke arahku. "Sudah lama memang aku mikir, waktu muda dulu, Aa pasti kayak Leo!"

"Waktu kamu mulai kerja bareng Sky, mestinya kamu tau mereka bersaudara!" kataku.

Katy mengedikkan bahu. "Saudara Leo kan nggak pernah muncul di publik, A. Terus terang aku nggak tau. Apalagi Sky nggak seperti Leo yang terang-terangan memperkenalkan diri sebagai Alexanders. Dan, ya, mereka berdua nggak mirip."

Tentu saja, ibunya juga beda!

"Aku kira akan ketemu Leo di kantor. Tapi ternyata dia nggak kerja disana. Rupanya dia jadi sutradara film di Inggris?" lanjut Katy.

"Dan mereka akhirnya menikah," gumamnya. "Aa tau nggak? Dulu, di sekolahku, Rossa itu dijuluki Cinderella. Soalnya dia kayak upik abu yang dipacari pangeran." tuturnya. "Dan dongeng itu sekarang jadi kenyataan." lanjutnya tertawa geli.

"Dulu, aku benci banget sama dia, A! Aku merasa Tuhan nggak adil, kenapa cewek kayak Rossa dipasangin sama Leo? Mestinya, Leo itu pacaran sama cewek yang sekelas dengannya. Aku sampai nyebarin rumor kalau Rossa itu pelacur, supaya orang-orang, terutama Leo, illfeel sama dia." imbuhnya.

"Well, that sound cruel." sahutku.

Katy tersenyum muram. "I know. Itu tindakan terbodoh yang pernah kulakukan. Bukannya jadi illfeel sama Rossa, Leo malah mutusin aku. Dia ngaku kalau aku cuma alat buat bikin Rossa cemburu."

"He is jerk!" sahutku.

Katy tertawa. "Yes, he is." sahutnya. "But girls like me, love a jerk." lanjutnya.

"Aa tau nggak, kenapa dia suka Rossa? Maksudku, ada banyak perempuan, tapi kenapa dia memilih Rossa? Sorry to say, Rossa mungkin pintar, tapi aku nggak melihat keistimewaan lain darinya." tanya Katy.

"Hem...." Gue bergumam sembari memegang dagu. "Cinta bukan seperti lomba yang bisa kamu menangkan dengan jadi yang paling cantik atau paling pintar, Katy. Bukan begitu cara kerjanya." kataku. "I think it is just about a good damn time. Mereka bertemu di saat yang tepat. Rossa butuh perlindungan, Leo butuh teman. Keduanya saling melengkapi."

"Leo punya banyak teman! Lagipula, kalau hanya untuk jadi temannya, kukira semua cewek bersedia, A." sahut Katy.

Gue tertawa mendengar sanggahannya.

"Kamu tau Rossa itu," jawabku, sembari melirik sepasang anak muda yang berada di kolam renang. "Seks pertama Leo?" lanjutku.

Katy tampak terkejut, namun lalu ia menjawab, "Err, ya, mungkin."

"Aa nggak bilang ini berlaku untuk semua pria, oke? Tapi jelas bagi Leo, pengalaman pertamanya itu berkesan. Dia mungkin punya banyak teman perempuan, tapi hanya Rossa yang bisa memenuhi kebutuhannya akan hal itu."

"That's it? Maksudku, I spent night with him too, once. Dan Aa tau? Keesokan harinya Leo bertingkah seolah-olah kejadian itu nggak pernah ada."

Gue tersenyum geli, "Takdir?"

"Hah?" balas Katy tak paham.

"Kamu memberinya hal yang sama. Kamu sanggup memberikan hal yang Rossa berikan. Begitu kan?" tanyaku.

Katy mengangguk.

"But you didn't get the moment, Kate." kataku. "Rossa got it!" lanjutku. "Kemungkinan, saat itu Leo sudah jatuh cinta dengan Rossa. Hanya gadis itu yang dilihatnya. Apalagi kamu bilang, Leo hanya memanfaatkanmu untuk membuat Rossa cemburu."

Gue tertawa geli. "Well, mereka sangat mirip!" kataku. "Leo dan ayahnya." jelasku. "Let's say, itu sudah ada dalam darahnya, Kate. Kita nggak bisa mengubah itu. Sekali mereka jatuh cinta, mereka bakal susah move on. Apalagi ibunya, bucin parah. Makanya gitu tuh kelakuan anaknya!" lanjutku, menunjuk sepasang anak muda di kolam renang dengan dagu.

Katy tertawa, di depan sana Leo sedang membujuk Rossa yang tampak kesal karena dipermainkan.

"Ya, dia memang bucin, A!" sahutnya tersenyum.

🐰

Rama dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang