17. Sendiri

409 6 0
                                    

Gue melakukan salto di dalam air, lalu menempuh satu putaran lagi sebelum menepi. Seger banget! Udah berapa lama gue nggak berenang di rumah ini? Oh nggak, kapan terakhir kali gue berenang? Gue bahkan nggak ingat lagi. Bertahun-tahun hidupku hanya mondar-mandir dari rumah sakit, apartemen, dan pelukan para wanita cantik. Betapa monotonnya. Kalau cerita hidupku dibukukan, pasti pembacanya akan merasa bosan.

"Hai Seksi!" tegur Mega, yang baru kusadari telah berdiri di tepi kolam renang.

Gue pun menyeringai, menatap tubuhnya yang hanya dibalut jubah kamar kebesaran milikku.

"Tidurmu nyenyak?" tanyaku.

"Sangat. Seperti biasa, setelah orgasme yang hebat." balasnya bersedekap.

"Mau turun?" Kuulurkan tangan ke arahnya.

"Ke situ?" Ia menunjuk air kolam. "Thanks. Aku nggak suka kedinginan."

"I will warm you up, baby. Come in!" bujukku.

"No." Ia masih menolak.

"Come on, babe!" Kutarik ujung tali jubah yang ia kenakan, hingga simpulnya terlepas.

"Ram!" tegurnya sok galak.

"Mau lagi, hem?" Kuulurkan tangan, menyentuh ke dalam pusat gairahnya.

"Ram, stop it!" tegurnya, meski terlihat jelas mulai bergairah.

"Kamu belum pernah bercinta di dalam kolam, kan?" kataku.

Mega menggigit bibirnya. "How is it?"

Gue menyeringai puas, mendapati bujukanku berhasil. "Lebih nikmat daripada di atas ranjang."

"Bohong!" balasnya.

"Try it!" tantangku.

Mega mendorong turun jubahnya hingga tergolek di atas lantai.

"Gimana kalau nggak seenak yang kamu bilang?" tanyanya, sambil turun ke dalam kolam. 

Kupeluk pinggangnya, memberikan bantuan.

"Kamu boleh minta apapun sebagai kompensasi." sahutku.

"Apapun?" balasnya, menengadah. Dengan kedua tangan melingkari leherku.

"Apapun."

🐰

Setelah percintaan yang panas di kolam renang, kami membilas tubuh di kamar mandi. Lalu tiba-tiba saja gue terbangun di atas ranjang tepat pukul lima sore ini. Astaga, gue ketiduran!

"Meg!" sapaku setibanya di dapur, dan mendapati wanita itu sedang berdiri bersisian dengan dua orang pelayan.

"Hai, udah bangun?" sahutnya menoleh.

Sesaat ia kembali berbicara dengan para pelayan. Memberi instruksi soal makan malam. Lalu perempuan yang tengah hamil besar itu berjalan ke arahku.

"Aku masakin kamu sayur asem sama pepes ikan. Ada makaroni keju juga buat makanan penutup." jelasnya.

Gue memberinya ciuman singkat. "Thanks. Kamu nggak perlu repot-repot, Meg. Kamu lagi hamil, nggak boleh kecapekan."

Mega melambaikan tangan. "Aku nggak capek, Ram!" jawabnya. "Lagian, lebih capek layanin kamu di ranjang." imbuhnya, mengalungkan kedua tangan di leherku.

"Shall we stop?" balasku.

"Don't you dare!" ancamnya, berusaha terlihat menyeramkan.

Gue terkekeh, siapa yang ketagihan sekarang?

Satu tanganku naik, membelai wajah halusnya dengan punggung tangan. Mega memejam mata, menikmati sentuhanku. Secara refleks kukecup bibir merahnya, seketika Mega tersenyum lebar. Kembali kudaratkan kecupan-kecupan lembut di bibirnya, hingga bu Intan--kepala pelayan--berdehem menegur. Terpaksa, gue menarik diri.

Rama dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang