Gue melepaskan genggaman tangan Juan. Terpejam sejenak, berdecak beberapa kali mencoba menenangkan diri sendiri.
Kenapa gue labil sih? Bukannya niat gue jauhin Rigel, tapi kenapa cowok itu malah semakin ngedeketin gue?
"Harusnya lo bisa tegas sama diri lo sendiri, Adara."
Juan mengusap rambut gue pelan, gue diem aja membiarkan hal itu terjadi.
"Gue nggak bisa kayak gini terus, Jun." Gue menggeleng menatap Juan, "gue nggak bisa terusan bohong kayak gini..."
Juan terdiam masih menatap gue. Entah apa yang cowok itu pikirkan sekarang.
"Elo... secinta itu sama Rigel?"
Gue menoleh, menatap mata Juan dalam. Entah kenapa tiba-tiba keadaanya jadi nggak enak gini.
Juan mengerjap, malah mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Gue masih diam, bingung harus menjawab apa karena gue sendiri nggak tau saat ini hati gue buat siapa?
Cowok itu malah mengacak rambutnya, wajahnya benar-benar terlihat kesal.
"Gue heran sama cewek, udah disakitin masih aja nyimpen perasaan," ucapnya mendelik.
Gue menatap Juan tak suka.
"Elo nggak akan ngerti, Jun. Elo nggak ngerasain diselingkuhin kan?" Gue mendesis, "siapa juga yang mau selingkuhin elo," lanjut gue pelan, mengalihkan pandangan ke arah lain.
Gue rasa Juan sedikit tersinggung dengan ucapan gue, tapi emang bener kan? Juan nggak mungkin diselingkuhin cewek.
"Elo nggak tau apa-apa tentang gue," ucapnya menatap gue datar.
Gue cuma diem, menelan saliva diam-diam. Apa gue udah salah ngomong?
Tapi kan gue nggak salah, Juan juga nggak pernah cerita apa-apa sama gue.
"Ya udahlah, lo pergi aja sana!" Gue mendorong Juan, tapi cowok itu nggak bergerak sama sekali membuat gue berdecak pelan.
"Gue pergi nanti lo nangis," ucapnya sewot.
Gue memutar bola mata.
"Mending gue sendiri dari pada sama elo, udah sana lo pergi."
Gue masih berusaha mendorong tubuh tinggi Juan, tapi cowok itu terkekeh pelan.
"Elo belum makan ya? Sampe nggak ada tenaga gitu," ucapnya melipat kedua tangannya di depan.
"Apa hubungannya sama lo?" Gue mendelik lalu melipat kedua tangan di depan.
Diam.
Gue masih menatap ke arah lain, sampai terdengar suara decakan cowok itu.
"Ke kantin aja lah gue laper," ucap Juan menarik tangan gue.
WOY, MAKSUD LO APA HAH! SEENAKNYA NARIK TANGAN GUE!
Gue udah beberapa kali mencoba melepaskan tangan Juan namun cowok itu masih belum mau melepaskannya sampai di meja kantin, gue menatap tangan gue yang sedikit merah.
Lalu menatap Juan sinis. "Tangan gue merah, bego!"
"Ya salah elo juga keras kepala," ucapnya tanpa dosa, "elo tunggu di sini, gue mau beli makanan," ucapnya menatap gue seolah memerintah.
Ini kenapa gue jadi kayak adik yang dimarahin kakaknya sih!
Gue diem nggak jawab cowok itu, lalu menatap ke arah lain saat Juan mulai berjalan menuju stan dimsum yang baru saja buka beberapa minggu lalu, katanya dimsum rasa ayam enak banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adara, Ayo Move On (END)
Teen Fiction"Adara, ayo move on!" Bukan sebuah ajakan, namun itu perintah. Adara Tsabita, siswi kelas 12 Bahasa 1 yang merupakan ketua jurnalistik yang sebentar lagi akan lengser, baru hari pertama masuk sekolah sudah mendapat berita terkait kekasihnya yang ber...