-Selamat membaca-Gue mendelik sebal saat Rigel sama ayah tertawa puas. Lalu menyimpan tiga gelas di meja teras, karena ayah yang minta gue bawain minum sama makanan buat mereka. Repot-repot banget kan ayah gue.
"Adara, kamu bilang ayah nggak ada di rumah, ya ke Rigel." Gue refleks noleh ke Ayah lalu Rigel bergantian. Ngadu.
"Kan, Adara nggak tau, yah." Gue mendelik ke arah Juan yang narik baju belakang gue.
"Kan bisa suruh dulu mereka masuk, nggak baik nganggurin tamu, Adara." Ayah natap gue. Gini nih kalo gue salah langsung tegur gitu aja, di depan mereka.
"Mereka tamu nggak diundang, Yah, ngapain juga. Lagian, harusnya mereka pulang, ini udah sore banget." Gue mencoba untuk membuat mereka segera pergi.
"Nggakak apa-apa dong, asal udah minta izin." Ayah tersenyum ke arah mereka yang mengangguk, gue kalah.
"Iya Om. Saya udah izin kok," ucap Juan terkekeh. Perasaan nggak ada yang nanya.
"Oh iya, tumben banget kalian bertiga barengan. Ini Juan anak mana, kok baru liat," ucap ayah mengerutkan keningnya.
"Adara masuk dulu deh, Yah." Gue melangkah, tapi sebelum itu ayah berucap lagi.
"Kamu di sini aja. Ini kan temen kamu," ucap ayah dengan nada penekanan yang berarti gue nggak bisa nolak, ayah tuh emang gitu dia selalu nyuruh gue bersikap ramah sama orang.
Gue berdecak sebal, tapi akhirnya duduk juga. Kalo nggak gitu, pasti gue dimarahin habis-habisan, nggak ada sopan santun katanya.
"Om pasti kenal sama ayah saya, Pak Yudha, yang punya sorum motor antik, Om." Juan tersenyum setelahnya.
Ayah mengagguk sambil mengingat. "Oh anaknya Yudha toh, kenal itu mah temen SMP, orang Bandung juga. Dulu kamu masih kecil, jadi sekarang Om pangling lihat kamu lagi." Juan mengangguk antusias.
"Iya Om, kapan-kapan ke sana lagi."
"Iya, nanti Om kontek ayah kamu dulu, udah lama nggak ketemu." Ayah terkekeh, sepertinya beliau sedang bernostalgia.
"Pantes aja kamu pakai Vespa," ucap ayah. Juan hanya mengangguk sambil tertawa pelan.
"Jadi, kalian kenapa bertiga barengan, tumben." Ayah menoleh bergantian pada kami yang diam. Rigel juga tumben dia diam, apa mungkin ngerasa tersingkir karena ada Juan?
"Kami mewakilkan LCC, Om. Tadi belajar bareng," ucap Rigel, Juan hanya mengangguk.
"Adara nggak bilang sama Om. Makannya tadi waktu kamu telpon minta izin belajar, Om kaget," ucap ayah tertawa menyebalkan. Dia pasti ngejek gue yang malas belajar.
"Kok bisa kaget Om, bukannya Adara pernah ikutan juga dulu?" tanya Juan dengan wajah keponya.
"Dia paling malas belajar, dulu harus dipaksa dulu bahkan sampai om suruh Rigel datang ke sini buat ngajak dia belajar." Gue mendengus saat ayah mengatakan hal itu, kenapa harus yang itu alasannya.
"Oh mereka dekat banget ya, Om." Juan mengangguk-angguk sambil tersenyum.
"Dari SMP Rigel sering ke sini, Om juga udah kenal sama orang tuanya, temen mamanya Adara." Gue mengingat lagi hal itu, kenapa keluarga gue kenal sama cowok-cowok itu.
Mereka kembali mengobrol tentang motor dan gue hanya diam memperhatikan tanpa ikutan karena gue nggak ngerti pembahasan mereka.
Lama-lama gue jadi ingat ketika pertama berteman sama Rigel, dia sering datang hanya untuk belajar bongkar pasang motor dan anehnya gue ikutan, kadang juga gue bantu-bantu nyuci motor atau mobil karena di sini juga ada tempat nyuci motor atau mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adara, Ayo Move On (END)
Teen Fiction"Adara, ayo move on!" Bukan sebuah ajakan, namun itu perintah. Adara Tsabita, siswi kelas 12 Bahasa 1 yang merupakan ketua jurnalistik yang sebentar lagi akan lengser, baru hari pertama masuk sekolah sudah mendapat berita terkait kekasihnya yang ber...