Dari bel berbunyi, gue hanya diam dengan mengetuk-ngetuk jari di meja. Masih menatap ke depan dengan Fara di samping gue yang masih memainkan ponselnya. Itu anak pasti lagi main game.
Beralih menoleh ke anak kelas lain yang masih juga belum beranjak.
Oh iya lupa, hari ini pulang sekolah ada rapat buat kegiatan agustusan.
Karena sudah memasuki bulan Agustus, setiap kelas wajib menghias kelasnya masing-masing.
Sebenarnya gue males semalas-malasnya.
Gue tuh mau tidur, soalnya lomba juga udah deket banget. Lima hari lagi. Tapi anehnya, gue masih sempet santai-santai di luar. Kayak waktu itu gue sama Fara nonton ke bioskop, harusnya itu waktu buat belajar, tapi gue nggak bisa. Gue udah terlalu pusing sama semua soalnya.
Pengen menang sih, tapi males belajar.
Gak. Gak ada yang semudah itu. Iya emang.
Gue mengambil permen dari saku seragam. Menatap ke depan saat sang ketua kelas berjalan ke depan, mulai menjelaskan apa saja yang akan dipajang di kelas ini.
"Kita bikin yang gampang aja deh, gue males mikirnya. Pake bendera plastik aja, terus bikin rante, biar nggak terlalu rame," ucap Arsel mulai menjelaskan dengan nada lelah.
Gue tau anak itu pasti cape karena dari tadi dia harus bolak-balik ikut rapat OSIS, terus katanya disuruh beli perlengkapan buat agustusan.
Padahal gue udah tegur dia biar nggak terlalu sibuk sama kelas, biar dia fokus dulu sama OSIS, tapi dia malah bilang, "nggak bisa pilih satu, ini tuh terakhir kita di sini, kapan lagi gue kayak gini coba? Kelas harus tetep gue aturlah, gue harus tanggung jawab."
Iya. Arsel memang sebijak itu.
Tapi kadang gue mikir. Kenapa dia nggak bisa bijak sama perasaannya?
Udah. Berhenti mikirin Arsel karena saat ini kelas sudah mulai ricuh seperti biasa.
"Lha masa cuma itu doang?"
Dera, sebagai toa kelas mewakili semua murid.
Gea mengangguk. "Nggak rame banget," katanya sambil menatap buku di depannya, "biar menang lagi, bikin yang aneh lah."
"Mau bikin apa? Di sini udah aneh semua," sahut gue menghela napas, membuat Fara terkekeh diikuti seisi kelas.
"Ada semua mah," ucap Fara mengangguk.
Ayla mengangkat tangannya, membuat seisi kelas menoleh. "Kita bikin kayak di acara ulang tahun aja, bikin balon sama kertas yang warna warni itu lho, terus di depannya bikin nama pake sterofom," ucapnya dengan wajah serius.
Arsel terdiam sejenak. "Kalo pake sterofom harus ada dabel tip, nanti kotor dindingnya," ucapnya mengerutkan kening.
"Pake koran aja, kayak yang lagi viral sekarang," ucap Laskar tiba-tiba.
Rizal di sampingnya menimpuk laki-laki itu. "Udah nggak aneh, mau bikin tempat foto studio lo?"
"Kertas kado sekalian," ucap Iqbal tiba-tiba. Entah kenapa si anak game itu menyaut dengan nada kesal.
Laskar hanya menggaruk kepalanya. "Biar bisa aplod elah, kagak eksis banget sih lo pada," ucapnya tak terima.
Arsel hanya diam memerhatikan. Sebenarnya gue kasian banget liat dia, tapi ya mau gimana lagi, itu kemauan dia sendiri.
Emang ya kelas bahasa tuh mulutnya enggak bisa diem, jagonya debat semua. Gue masih inget banget, waktu lomba debat satu sekolah, kelas ini memang lawan kelas IPS satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adara, Ayo Move On (END)
Ficção Adolescente"Adara, ayo move on!" Bukan sebuah ajakan, namun itu perintah. Adara Tsabita, siswi kelas 12 Bahasa 1 yang merupakan ketua jurnalistik yang sebentar lagi akan lengser, baru hari pertama masuk sekolah sudah mendapat berita terkait kekasihnya yang ber...