16. ADARA, ALBIRU, ARDIAN.

640 39 0
                                    


-Selamat membaca-

"Dari mana aja lo? Jam segini, baru pulang. Kata Rigel, dia udah pulang dari tadi."

Gue mendelik lalu memutar bola mata malas menatap dua cowok yang berbeda usia itu.

"Lo sendiri, kenapa udah pulang jam segini. Bolos?" tanya gue menaikan satu alis. Kalo udah gue-lo bahasanya, nggak bakal ada yang namanya akur.

Kecuali, ibu menengahi dengan membawa makanan.

"Kak—"

"APA?!" Gue memotong ucapan Ardian sedikit berteriak membuat kedua cowok itu tergelonjat, apalagi Kak Albi yang alay melempar remot tv yang ia pegang.

"Buset, ini cewek satu kenapa dah." Bang Albi menatap gue dengan penuh selidik.

"Kak ih. Minta Oreo lagi, yang kecil-kecil itu lho. Enak," gue mencibir menatap Ardian yang memelas. Nggak mempan.

"Beli dong, nggak modal banget."

"Nggak ada uang, kak. Dian 'kan, cuma dikasih goceng sehari," ucap anak laki-laki itu dengan bibir yang dikerucutkan.

Gue memutar bola mata malas. Goceng apanya, bahkan uang jajan dia lebih besar dari gue.

"Minta sama Bang Al, atuh." Gue duduk di sofa yang lebih kecil.

"Apaan atuh neng, bawa-bawa abang. Bang Al juga dikasih uang dikit," ucapnya mengambil ponsel lalu memainkannya.

"Kan abang punya bisnis onlen, pelit banget sama adik sendiri." Gue membuka dasi yang membuat gue terganggu dari tadi lalu melemparnya ke sembarang tempat.

"Bukan gitu, abang juga ada banyak yang harus dibeli."

Gue memutar bola mata malas, bilang aja pelit nggak mau bagi-bagi.

Gue berdiri, lalu berjalan menuju kamar untuk berganti pakaian. Tadi gue nggak langsung masuk kamar karena dicegat dua cowok aneh dong.

"Ardian ... Kenapa sih kalo minjem sesuatu nggak bilang dulu."

Gue berteriak kesal saat melihat rak buku gue berantakan, apalagi bagian bawah tempat komik. Dia pasti minjem lagi buat pamer ke temen-temennya.

Dengan cepat gue kembali ke ruang tengah setelah selesai berganti pakaian.

Gue melihat Ardian yang cekikikan dengan Bang Albi yang malah mengajak anak kecil itu ber'tos ria.

"Apa kak, tadi nggak denger." Ardian menatap gue polos, lihatlah betapa tidak tahu dirinya anak itu.

"Kenapa nggak bilang kalo mau pinjem komik? Maling," ucap gue kesal, lalu duduk di kursi.

"Kata Bang Albi boleh kok," ucapnya santai, lalu menoleh pada Bang Albi yang mengagguk.

"Komiknya punya kakak, bukan punya abang." Gue mengambil remot untuk menggantikan Chanel.

"Kan yang si Juki dibeliin abang, Ra. Udahlah kasih aja, sama adik sendiri juga." Bang Albi tersenyum ke arah Ardian.

Ada apa sih, dengan mereka. Kok kayak ada yang aneh.

"Ya tapi 'kan, nggak usah diberantakin juga. Gue cape beresinnya," ucap gue menghela napas berat, "kalo ada yang ilang juga emang mau tanggung jawab."

Gue lihat kedua cowok itu malah terkekeh geli, ih ada apa sih.

"Dari Mr. Antares, untuk bulanku, Adara."

Gue membelak saat Ardian mengatakan hal itu, dengan suara yang mengejek.

"Aku tahu, kita bukanlah bulan dan bintang yang selalu bersama di malam hari. Kita hanya matahari dan bulan, yang tidak akan pernah bisa bersama karena waktu yang memisahkan, tapi aku yakin kita akan bersama, dengan cara kita."

Adara, Ayo Move On (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang