Gue menghentikan langkah, melepaskan tangan Rigel.
Sekarang kita ada di tepi jalan, menjauh dari minimarket tadi.
Gue menoleh beberapa kali melihat Juan yang masih diam menatap Nadia yang menunduk.
"Harusnya kamu nggak ladenin dia, Adara," ucap Rigel tiba-tiba, menatap gue membuat gue mengerjap kecil.
Gue mengalihkan pandangan sesaat, lalu kembali membalas tatapan Rigel.
"Gak ladenin dia? Dia udah malu-maluin gue di depan teman-temannya, apa gue diem aja?" kata gue dengan berani, kali gue nggak mau diem aja, gue mau semua orang tau apa yang gue rasakan.
"Bukannya kamu nggak pernah peduli sama omongan orang? Kayak biasanya, bersikap cuek dan biarin mereka yang akhirnya akan diam? Itu prinsip kamu sejak dulu. Kenapa sekarang kamu jadi kayak gini?" katanya mulai menyudutkan.
Gue diam, menatap mata Rigel. Makin ngerasa sakit saat Rigel berkata demikian.
Salahkah gue yang bilang dia berubah?
"Kamu nggak tau apapun tentang Nadia, harusnya kamu nggak bales apapun dia tadi," ucap Rigel dengan intonasi tegas.
Gue menatap dia sinis. Lalu melengos keras beranjak dari tempat itu, tapi lengan gue ditarik sama Rigel membuat gue nggak bisa ngelawan, ketahan gitu aja
Gue masih diem saat Rigel memegang tangan gue.
Rigel benar, harusnya gue nggak membalas omongan Nadia tadi, harusnya gue pergi saat Nadia datangin gue, harusnya gue diem kayak biasanya nggak ngelawan apapun.
"Kamu bener, harusnya aku diem kayak biasanya, biarin mereka ngomong apapun tentang aku," ucap gue menatap ke arah lain.
Rigel menggeleng. "Nggak gitu maksud aku, Adara. Nadia itu masih kekanakan, kamu udah dewasa harusnya kamu tau apa yang harus kamu lakukan, apalagi tadi di depan umum," ucap Rigel mencoba menjelaskan, maksud gue, mungkin membela Nadia.
Gue menghela napas. Mencoba ngendaliin diri.
"Aku capek," ucap gue menunduk, "aku capek terus diem tanpa membela diri, semua orang taunya aku baik-baik aja pas kamu ninggalin aku, semua orang taunya aku bahagia setelah aku deket sama Juan kan? Nggak gitu, aku cape, Antares."
Gue menggigit bibir diam-diam. Menahan air mata agar tidak keluar begitu saja. Dalam keadaan kayak gini gue masih nggak mau kelihatan lemah di depan Rigel.
Gue bisa ngerasain Rigel mendekat. Mengusap kepala gue pelan. "Aku minta maaf kalo ini buat kamu bingung," ucapnya diam sejenak, "aku bakal jelasin semuanya kalo waktunya udah tepat."
Gue kembali mengangkat kepala. "Aku nggak butuh penjelasan, yang aku mau sekarang, berhenti ganggu aku lagi, aku nggak mau tau apapun."
Rigel beberapa kali berdecak. "Aku sayang sama kamu, aku udah janji nggak bakal nyakitin kamu, aku minta maaf karena udah ngelibatin kamu ke dalam masalah ini."
Gue mengerutkan kening. Mencerna kalimat yang diucapkan Rigel.
GUE NGGAK NGERTI.
DIA NGERTI NGGAK SIH TADI GUE NGOMONG APA? GUE NGGAK MAU TAU APAPUN LAGI.
Gue hela napas kasar kali ini. Tanpa berkata apapun lagi gue berbalik badan, bener-bener mau pergi, berjalan meninggalkan Rigel lagi.
Tapi cowok itu lagi-lagi mengejar gue, menyamakan langkah cepat gue.
"Aku minta maaf Adara," ucapnya lembut.
Ck, tau kan gue orangnya nggak tegaan, Rigel terusan kayak gini, gimana kalo gue luluh?
KAMU SEDANG MEMBACA
Adara, Ayo Move On (END)
Teen Fiction"Adara, ayo move on!" Bukan sebuah ajakan, namun itu perintah. Adara Tsabita, siswi kelas 12 Bahasa 1 yang merupakan ketua jurnalistik yang sebentar lagi akan lengser, baru hari pertama masuk sekolah sudah mendapat berita terkait kekasihnya yang ber...