22. Entah apa

400 43 0
                                    

Selamat membaca


"Adara, pr matematika lo udah?"

Gue menoleh ke samping, menatap cewek dengan mata bulat itu.

"Udah dong," jawab gue tersenyum bangga.

Gue lihat Fara menaikan satu alisnya, mendekat ke wajah gue dengan tatapan penuh selidik.

"Kok tumben?" tanya Fara tak percaya.

Gue mendengus kesal. Iya tau, gue memang kurang dalam pelajaran matematika, setiap ada pr pasti minta sama Fara, atau bahkan Rigel yang ngerjain.

Ck, kenapa Rigel lagi, sih?

"Bang Al dong." Mendengar itu, Fara memutar bola matanya membuat gue tertawa.

"Kirain," ucapnya sambil menata bukunya di meja.

"Ya kali gue mau ngerjain matematika sendiri," ucap gue masih dengan sisa tawaan.

"Dulu sama Rigel semangat lo belajar matematika," ucap Fara masih dengan kegiatannya.

Bahkan dia nggak sadar raut wajah gue udah berubah.

"Adara," ucap Fara menepuk pelan lengan gue.

Gue tersenyum menatap Fara.

"Gue nggak bermaksud," ucap Fara pelan.

Gue menggeleng. "Nggak papa."

Ah, iya. Sudah hampir satu Minggu gue nggak ada kabar sama Rigel dan Juan. Lagi-lagi belajar bareng kami dibatalkan karena gue selalu mencari alasan. Tapi tentang yang Minggu kemarin gue bener-bener disibukkan dengan urusan ekskul jurnal yang sedang mencari calon ketua dan wakilnya.

Gue masih mikirin ucapan Bang Albi malam itu. Tentang menjauhi kedua cowok itu yang nyatanya gue nggak bisa, karena alasan LCC lagi. Hhh, sebenarnya pengennya juga jauh-jauh dari mereka berdua walau kenyataannya ada sedikit rasa nyaman saat bareng mereka berdua. Enggak tau kenapa  jadi kayak anak labil gini.

"Dar!" Gue tersentak saat Fara menepuk tangan gue, menoleh mendapati raut wajah Fara yang berubah.

"Lo ada masalah apa, sih?" tanya Fara menaikkan satu alisnya.

"Bang Al suruh gue jauhin Juan sama Rigel."

___

"Adara!" Gue menghentikan langkah saat mendengar seruan memanggil nama gue.

Menoleh ke belakang.

Mata gue agak membulat sebentar, bibir gue mengerjap tiba-tiba melihat seorang laki-laki tengah berlari mendekat.

Rigel tersenyum menatap gue. Lalu cowok itu menghela napas.

"Aku nungguin di depan kantin ternyata kelewatan," ucapnya tersenyum canggung.

Gue masih diam menatap tak mengerti pada cowok ini.

"Kenapa nggak bales chat aku? Udah seminggu kamu anggurin," ucapnya dengan nada menuntut.

Inginku teriak.

Tapi malu, ini di lagi di depan kelas sepuluh.

"Emang kamu nggak ada kerjaan lain selain chat aku?" Gue sengaja memakai kata yang sebenarnya harus dihindari. Gue mau lihat ekspresi Rigel gimana dan ternyata seperti biasa, dia tetap menunjukkan wajah ramah dan tenangnya.

Pengen tak hhhhh.

"Aku cuma mau curhat," katanya tanpa beban. Curhat katanya? Nggak ada tempat bercerita selain gue apa gimana ini atau dia sengaja?

Adara, Ayo Move On (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang