Gue berjalan sendirian, menatap ke atas langit yang masih dengan cuaca cerah. Hari ini gue berniat nggak langsung pulang ke rumah, gue mau jalan-jalan menikmati semuanya sendirian. Fara tadi dijemput sama kakaknya, katanya sebelum belanja dia mau tidur dulu biar enakan.
Gue nggak bawa motor. Sengaja biar bisa ngerasain pulang naik bis kayak siswa di Korea. Padahal rumah gue dari sekolah nggak terlalu jauh.
Tapi gue nggak langsung nunggu di halte deket sekolah.
Ternyata berjalan sendirian di trotoar jalan yang nggak terlalu rame enak juga, rasanya kayak gue bebas menatap dunia tanpa mendengar omongan orang tentang gue. Nyaman banget, apalagi saat angin menerpa kulit gue.
Wah, kenapa nggak dari dulu gue ngelakuin ini. Rasanya tenang.
Gue bisa melihat beberapa siswa yang juga sedang berjalan dengan teman-temannya, mereka saling tertawa, entah menertawakan apa.
Ada juga yang sama cowoknya, gandengan tangan di jalan, pake baju seragam. Indah banget ya masa SMA.
Gue tersenyum tipis melihat pemandangan itu. Gue juga pengen.
Gak Deng. Kisah gue nggak seindah mereka. Gue beda.
Menghela napas berat, gue berhenti di minimarket, berniat membeli minuman soda dan permen karet.
Tapi sebelum masuk, gue memilih duduk sebentar di bangku depan minimarket yang biasa gue kunjungi.
Gue membuka hp, menekan aplikasi berwarna hijau. Lalu melihat beberapa pesan masuk.
Ada panggilan masuk lima kali dari Juan. Juga beberapa pesan dari Rigel.
Jadi kepikiran sama mereka. Sebenarnya apa yang terjadi?
Gue masih bingung, perkataan Laras tempo lalu masih berputar di pikiran gue, apa hubungan Juan sama Nadia sebenarnya? Kenapa gue nggak tau apa-apa?
Kenapa gue harus merasakan hal ini?
"Adara!"
Suara tegas itu terdengar, membuat gue menoleh, menatap cewek berambut panjang dengan seragam sekolahnya. Tak lupa tiga cewek di sampingnya.
ADA APA NIH? KOK RAME-RAME? GUE MAU DILABRAK YA?
Nadia menatap gue sinis, dengan kedua tangan dilipat.
Gue berdecak, menghela napas lalu berdiri menatap keempat cewek itu.
GUE LAWAN EMPAT CEWEK?
"Apa lo manggil-manggil gue? Gue satu taun lebih tua dari lo ya, sopan dikit kek," ucap gue mencoba mencari topik, tapi malah kata itu yang gue katakan.
"Gue harus berapa kali bilang sih, lo harusnya jauhin Rigel," ucap Nadia masih menghiraukan ucapan gue, dia menatap gue sinis.
"Harusnya lo malu, udah diputusin masih aja ngejar-ngejar," lanjutnya.
WAH, BERANI YA. OKE, GUE LADENIN.
"Harusnya elo yang malu, rebut pacar orang."
Gue tersenyum tipis, menatap wajah Nadia yang mendadak panik. Ketiga temannya hanya mengerutkan kening menatap cewek itu.
"Tadinya gue udah mau lupain semuanya, karena buat apa gue mempermasalahkan ini, malu banget gue ribut cuma gara-gara cowok," lanjut gue menatap Nadia dalam.
"Tapi elo yang terusan fitnah gue, lo pikir gue nggak tau lo bilang apa ke temen-temen lo?"
"Elo yang bilang gue ngejar-ngejar pacar lo padahal elo sendiri yang rebut Rigel dari gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adara, Ayo Move On (END)
Teen Fiction"Adara, ayo move on!" Bukan sebuah ajakan, namun itu perintah. Adara Tsabita, siswi kelas 12 Bahasa 1 yang merupakan ketua jurnalistik yang sebentar lagi akan lengser, baru hari pertama masuk sekolah sudah mendapat berita terkait kekasihnya yang ber...