Jika kesalahan dapat mudah dimaafkan, kenapa melupakannya sebegitu sulit?
-Selamat membaca-
Tips move on kedua ala Adara :
-Mencoba memaafkan apa yang pernah terjadi di waktu sebelumya meski sulit.Gue tau memaafkan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang kuat. Artinya, kalo Lo bisa maafin orang-orang yang nyakitin Lo. Lo hebat, Lo kuat. Semangat.
___
Gue duduk di kursi kantin sambil merhatiin bakwan di depan gue, tiba-tiba jadi gak selera. Gue keinget masa-masa pacaran sama cowok so ganteng itu, Rigel. Biasanya dia selalu nemenin gue makan di kantin, lebih tepatnya maksa gue buat makan karena gue selalu susah makan. Kalo ngemil gue suka.
"Adara, aku gak mau ya kamu sakit. Sekarang habiskan makanannya, dan lupakan diet kamu." Rigel bawa sendok itu mau nyuapin gue, tapi gue tahan karena ini banyak orang. Dia tahu kalo gue orang yang gak mau jadi pusat perhatian makannya dia bikin ulah. Dasar Rigel Antares.
"Tck, iya aku makan." Dan dengan terpaksa gue makan itu nasi goreng yang lumayan banyak, bisa gue pastikan berat badan gue bakal nambah.
Gue berhenti makan saat ngerasa ada yang memperhatikan, dan ternyata benar. Rigel terus mandangin gue sambil senyum, dasar gak mikirin akibatnya apa itu cowok, gue malu ini.
"Jangan liatin aku bisa kan, Antares?" Tanya gue sedikit kesal, Rigel menyengir lebar.
"Lho ada yang salah?" tanyanya santai, "aku liatin pacar kok, dari pada aku liatin cewek lain, kan."
Gue ngatupin mulut, bener juga sih. Ya tapi kan gue malu, tau malu gak sih dia.
"Aku gak suka ya, aku lagi makan ini." Rigel malah terkekeh geli.
"Kamu itu lucu kalo lagi makan, itu pipinya tambah gede, mbul." Gue natap dia sinis, lalu itu cowok malah nyengir lebar sambil ngacungin dua jarinya.
"Udah gak napsu, aku bayar ini dulu bentar." Gue berdiri buat pergi ke penjual nasi gorengnya, tapi Rigel malah nahan tangan gue.
"Udah aku bayar, sekarang kamu duduk. Habiskan makanannya," ucap dia nunjuk kursi dega dagunya.
Gue hela napas. "Aku udah bilang kan, jangan dibayarin terus. Aku gak suka."
Rigel natap gue dalam. "Aku cuma mau ngasih sesuatu sama kamu, lagian ini gak seberapa. Kamu juga gak pernah minta apa-apa kan, dari aku."
Gue diam aja, susah juga. Dia itu orangnya agak keras kepala dan gue harus nurutin dia.
"Adara, Lo ngantin gak ajak-ajak." Gue tergelonjat kaget saat mendengar suara cempreng itu. Ah gue ngelamun lagi.
"Ish Lo ganggu aja sih, Far." Gue mendelik kesal ke arah Fara yang sekarang duduk di hadapan gue.
"Lagi ngapain si, Lo." Fara mengambil minuman gue dan tanpa dosa dia meminumnya.
"Itu bakwan kenapa gak dimakan?" tanya dia naikin dagunya.
"Gak napsu gue, Far."
Gue lihat Fara menghela napas. "Lo masih galau ya?" tanya dia.
"Galau apaan?" tanya gue gak kalem.
Fara memutar bola matanya. "Ya elah Dar, Lo ngaku aja."
"Udah gak usah dibahas." Gue langsung makan bakwan itu, lapar juga lama-lama bayangin masa lalu.
"Ra, aku mau bicara." Gue tersedak saat minum ketika mendengar suara laki-laki yang gak asing ditelinga gue.
Gue noleh dan ternyata benar, dia Rigel.
"Silahkan," kata gue mencoba setenang mungkin.
"Tapi berdua," katanya cepat.
Gue noleh ke Fara yang udah berdiri, dengan cepat gue cegah dia.
"Gue mau ada Fara," kata gue tanpa menoleh ke arah Rigel.
"Gue gak papa, Dar. Lo harus ada ngomong sama dia." Fara berdiri lagi. Tapi gue terus tahan dia.
"Kalo gak mau ya udah, gue mau ke kelas. Bentar lagi bel," kata gue lagi.
Dia hela napas. "Ya udah."
Tiba-tiba suasana mendadak canggung, dia duduk berhadapan dengan gue dan Fara pindah duduk menjadi di samping gue.
"Aku tau ini menyakitkan bagi kamu, tapi aku beneran minta maaf. Aku gak tau harus ngapain," kata dia dengan nada bersalah, ini dia beneran apa lagi akting ya.
"Tapi ini juga bukan salah aku sepenuhnya, kamu cuek dan aku juga udah gak tahan sama sikap kamu."
Gue langsung natap dia dalam, kan dia nyalahin gue ujung-ujungnya. Ternyata dia emang gak berubah.
"Kenapa Lo jadi nyalahin gue, dari awal Lo udah tau, kan sikap gue emang cuek. Tapi gue udah berusaha untuk perhatian sama lo, apa itu gak cukup?" tanya gue pelan, gue gak mau semua orang mendengar ini.
"Baru kali ini kamu natap aku dalam pas kita bicara, apa harus ada masalah dulu baru kamu natap mata aku." Gue mengernyit bingung, maksud dia apa.
"Kenapa emangnya, kenapa kalo gue gak mau natap mata Lo? Masalah kecil jangan dibesar-besarkan." Gue memandang ke arah lain.
"Aku bisa melihat seorang yang mencintai dari cara dia natap seseorang, tapi kamu gak pernah natap mata aku," kata dia, gue diem sebentar, mencoba mencerna kata-kata dia.
"Aku juga gak bisa lihat cinta kamu sama aku karena kamu emang gak pernah sekalipun bilang itu. Aku gak pernah dengar kamu ngucap cinta sama aku, sayang sama aku, secuek itukah kamu untuk orang yang kamu cintai?"
Gue mengerjapkan mata berkali-kali, apa iya gue keterlaluan. Tapi apa rasa cinta harus selalu diungkapkan dengan kata-kata? Kalo iya, maaf gue gak bisa. Gue bukan orang yang bisa dengan mudahnya ngungkapin apa yang gue rasakan, gue gak bisa ngomong langsung apa yang gue pikirkan karena gue emang gak terbiasa seperti itu. Tapi gue orang yang selalu ambil tindakan saat gue mau ngelakuin sesuatu tanpa banyak omong, apa sikap gue salah?
"Jadi itu alasan kamu ninggalin aku dan cari cewek lain?" tanya gue melunak, oke mungkin di sini gue yang salah. Tapi gue juga gak terima alasan itu, kenapa jadi seolah-olah gue yang salah di sini.
"Aku gak tau, tapi aku rasa lebih baik begini."
Gue langsung berdiri dan pergi gitu aja, gue masih bisa mendengar dia teriak manggil nama gue. Ah kenapa jadi kayak lagi ngedrama sih gue.
"Dara Lo, tenang ya." Fara ngusap punggung gue pelan.
"Lo lihat kan, Far. Dia emang gak berubah. Dia gak mau terlihat salah di mata orang," ucap gue tersenyum sinis.
"Lo harus lupain dia."
___
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Adara, Ayo Move On (END)
Teen Fiction"Adara, ayo move on!" Bukan sebuah ajakan, namun itu perintah. Adara Tsabita, siswi kelas 12 Bahasa 1 yang merupakan ketua jurnalistik yang sebentar lagi akan lengser, baru hari pertama masuk sekolah sudah mendapat berita terkait kekasihnya yang ber...