11. BU MAYA

703 53 0
                                    

Gue menghela napas panjang saat kedua cowok di hadapan gue terus berbicara. Entah kenapa mereka berdua jadi banyak bicara, tapi ini beda, gue lihat sekarang mereka jadi kayak saling membenci.

Gue natap keduanya bergantian.

"Dar cepetan elah, Lo pulang sama gue." Juan terus-terusan bujuk gue dengan wajah memelas.

"Kamu pulang sama aku aja, ada yang mau diobrolin, sama ayah kamu." Gue menoleh ke arah Rigel.

"Mau ngomong apa Lo sama ayahnya Adara? So akrab bener."

Gue menahan senyum saat Juan berucap. Gue dengan jelas melihat raut wajah Rigel yang kesal, gak biasanya dia nunjukin wajah kesalnya.

"Ayo Dar, naik motor aku aja." Rigel menunjuk belakang motor dengan dagunya.

"Gue pulang naik ojol aja." Gue membuka handpone, tapi ah... Gue lupa handpone gue kan mati. Adara kenapa Lo bego. Jangan sampai mereka menyadari.

"Bukannya handpone Lo mati, ya?" tanya Juan membuat gue refleks noleh, lalu mendelik ketika kedua cowok itu tertawa puas.

"Sejak kapan Lo bego, Adara?" Juan menunjukan senyum menyebalkan lagi.

"Sejak hari dimana Lo ngajak gue bolos, Lo udah nyuci otak gue kayaknya." Gue mendengus saat lagi-lagi Juan ketawa keras. Kenapa itu cowok jadi semakin menyebalkan sih.

"Kalian bolos berdua, kapan?" Rigel natap gue sama Juan bergantian, wajah dia udah berubah jadi dingin.

"Iya, kenapa?" tanya Juan santai, "cemburu Lo." Juan tersenyum sinis. Selain menyebalkan dia juga suka menantang ya.

"Lo kok, ngajak Adara gak bener," ucap Rigel tak suka.

"Dari pada Lo, nyakitin Adara seenaknya aja. Andai aja ya Dar, gue lebih kenal Lo dulu, udah gua jaga Lo." Gue sama sekali gak suka sama suasana ini, mereka memang ngomong santai tapi gue lihat bagaimana ekspresi yang mereka tunjukkan.

"Gue minta maaf, Dar." Rigel beralih menatap gue dalam, buat gue langsung diem sambil mengalihkan pandangan ke arah lain. Tolong, untuk kali ini aja jangan buat gue bimbang.

"Gak pantes Lo dimaafin," ucap Juan terkekeh.

Rigel maju lalu mengepalkan tangannya menatap tajam Juan, tak lama cowok itu udah narik kerah kemeja Juan. Tck adegan macam apa ini.

"Heh udah, Lo berdua apaan sih." Gue menjauhkan keduanya dengan mendorong tubuh Rigel sedikit mundur.

"Lo jangan mudah emosi, Antares." Gue noleh ke Rigel yang masih menunjukan wajah dingin, lalu beralih menatap Juan, "Lo juga. Gak usah ikut campur dengan mancing-mancing."

Gue lihat keduanya menatap gue, ck wajah gue kenapa panas gini. "Kalo kalian kayak gini terus, gue bakal ngundurin diri."

Setelah gue berucap itu gue balik badan lalu melangkah dengan cepat buat menghindari dari mereka.

Harusnya tadi gue minta Fara buat bilang sama bokap gue atau Bang Albi biar jemput, mungkin kejadian ini gak bakal terjadi. Apa ini gara-gara gue? Tapi kenapa?

"Lho, Adara. Belum pulang?" Gue menoleh ketika mendengar suara itu, gue tersenyum ramah sambil menggeleng.

"Belum ada yang jemput, Bu." Gue menoleh ke belakang tempat Juan sama Rigel tadi, syukurlah mereka udah nggak ada di sana, mungkin udah pulang.

"Ya udah, sama ibu aja. Em Rigel sama Juan, emang nggak nganter kamu?" tanya bu Maya melihat sekeliling.

Gue menggeleng lagi. "Buru-buru katanya."

"Ya udah kamu masuk, biar ibu antar." Gue mengangguk sambil berjalan ke pintu. Dari pada gue jalan kan cape, mungkin ini rezeki anak shalehah, eheq.

"Oh iya, kamu katanya putus sama Rigel. Emang iya?" Gue terdiam sebentar, Bu Maya kenapa harus nanyain hal ini sih.

Dengan perlahan gue mengangguk. "Iya, Bu."

"Kok bisa? Ibu lihat kalian cocok lho, guru-guru juga pada gereget sama kalian. Ya walaupun ada juga yang gak suka," ucap Bu Maya tersenyum.

Gue cuma tersenyum canggung. "Itu udah keputusan kami berdua, Bu."

Hahah gue ngomong apaan ya, keputusan kami berdua? Keputusan buat Rigel selingkuh maksudnya? Tck gue kesel lagi nginget cowok itu, tapi ya udahlah masa gue harus bilang 'dia selingkuh Bu, masa harus saya pertahankan'. Kan nggak benget gue ngomong gitu, kesannya gue curhat sama guru dong.

Bu Maya cuma ngangguk. "Ibu tuh seneng sama kalian berdua. Bisa membagi waktu, walaupun punya pacar, tapi tetap bisa jadi juara kelas."

Gue lagi-lagi ngangguk. Rigel doang Bu yang jadi juara kelas, Adara kan cuma peringkat empat. Rigel peringkat tiga di kelasnya, kadang juga dua. Emang pinter itu cowok pantes aja guru pada senang.

"Belok kanan Bu, itu depan ada bengkel." Gue nunjuk arah saat ada pertigaan.

"Ini rumah kamu, ada bengkel?" Bu Maya melihat sekeliling rumah gue.

Gue ngangguk. "Iya Bu, punya ayah. Makasih ya Bu, udah antar Adara." Gue tersenyum ramah.

"Iya sama-sama, kamu telat kan juga karena belajar buat persiapan LCC. Eh disatukan sama mantan dong," ucap Bu Maya terkekeh.

Gue hanya mengerjap, gak tau mau ngomong apa.

"Gimana nih, susah move on dong." Bu Maya berucap lagi, dia memang guru muda, bahkan belum nikah.

"Ibu, ada-ada aja." Gue ikut tertawa, lebih tepatnya ngetawain diri sendiri. Kenapa jadi kayak gini.

"Ya udah masuk gih," ucap Bu Maya.

"Mampir dulu, Bu." Gue menawarkan dengan sopan.

"Nggak usah, makasih, eh itu bukannya Juan sama Rigel. Kok mereka ada di sini," ucap Bu Maya nunjuk ke arah depan mobil, mereka kayaknya baru sampai.

Aduh ngapain sih tuh dua cowok.

"Iya Bu, ya udah saya permisi." Gue menyalimi Bu Maya lalu keluar dari mobilnya.

Sebelum itu gue mendengar Bu Maya ngomong. "Hati-hati Adara. Kejebak cinta segitiga," ucapnya terkekeh geli.

Gue mendengus sebal lalu tertawa ke arahnya. Guru muda itu memang suka becanda ya.

Gue menatap keduanya dengan sinis. Juan balik natap gue dengan tatapan menyebalkannya lagi, sementara Rigel masih sama natap gue dingin, kalo dia udah seperti itu biasanya dia lagi marah. Kenapa ya?

"Ngapain Lo berdua ke sini? Motornya nggak pada rusak 'kan?" tanya gue tak suka.

"Gue mau mastiin, kalo dia nggak minta balikan sama lo," ucap Juan nunjuk Rigel dengan dagunya membuat Rigel mendelik.

"Aku mau ketemu ayah kamu," ucap Rigel seadanya.

"Bokap nggak ada di rumah." Gue berucap ketus.

Keduanya hanya mengernyit, gue melangkah berniat membuka pagar rumah.

"Adara, kok nggak disuruh masuk temennya." Gue menoleh saat Pak Budi berucap sambil nyamperin kita, "lho ada Rigel. Kok nggak masuk?"

"Nggak dibolehin sama Adara, pak." Juan terkekeh menang saat gue menoleh ke arahnya.

"Panggil mamang aja, ya udah masuk yuk. Saya karyawan ayahnya Dara, kamu yang antar Dara kemarin ya." Juan ngangguk saat ditanya itu.

"Om Harry ada, mang?" tanya Rigel sopan.

"Ada, makannya ayo masuk." Pak Budi membukakan gerbang.

Lalu kedua cowok itu memasukan motornya ke halaman rumah.

Gue natap Rigel tak suka saat dia tersenyum. "Bohong...," ucapnya sambil dorong kening gue pake jari telunjuknya. Ini selalu dia lakukan kalo dia menang dari gue.

Ah elah.

•••

To be continued

Adara, Ayo Move On (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang