Part 6 : Masalah hobi

246 48 7
                                    

Fajar pulang dengan keadaan lesu, sejak tadi pagi di sekolah ia tampak tidak bersemangat, hingga Keny tampak kesal dengan sikap Fajar.

Fajar memasuki rumahnya yang tampak megah bak istana, sepi? Yah rumah Fajar begitu sepi, terkadang ia lebih menyukai jadi orang sederhana tapi diselimuti oleh keluarga yang hangat.

Fajar berjalan lesu naik keatas tangga menuju kamarnya, tapi suara tawa bahagia terdengar jelas di telinganya, suara orang tua yang menjahili anaknya dengan tawa ceria. Iri? Tentu saja Fajar iri dengan kembarannya yang mendapatkan kasih sayang lebih dari orang tuanya, sedangkan ia? Ia tampak seperti orang asing di keluarganya sendiri.

Fajar Dawn Virgo dan Fajri Duan Virgo. Adalah sosok laki-laki kembar masih duduk dikelas lX SMP pesona keduanya tampak membuat kaum hawa terhipnotis dengan ketampanan keduanya.
Fajri atau lebih sering di panggil Duan baru saja pindah sekolah yang sama dengan Fajar. Sebelumnya Duan tinggal di Medan ikut dengan kakek neneknya karna dulu Duan adalah anak yang sangat nakal, lalu Duan dititipin dengan kakek neneknya agar lebih hidup mandiri di kampung.

Jujur saja kakek neneknya sangat tidak suka dengan Fajri karna menurutnya Fajri adalah anak yang tidak ada sopan santunnya, tapi beda dengan Fajar kakek neneknya sangat menyayangi Fajar daripada Fajri, Fajar yang memiliki sikap sopan santun yang tinggi membuat neneknya ingin Fajar tinggal bersamanya di kampung tapi apalah daya mama dan papanya malah menitipkan Fajri.

Awal rencana Fajri akan pulang ke Jakarta jika sudah menamatkan sekolah menengah nya tapi kakek neneknya sudah tidak tahan mengurus cucunya yang sangat tidak bisa di atur dan segera mengirimkan Fajri ke tempat asalnya.

Untuk Fajri ia sangat senang saat mengetahui ia akan segera pulang dan bertemu keluarganya Mama Papa pastinya, menurut Fajri hidup di kota lebih mengasikkan karna diantar jemput mobil sedangkan di kampung ia kan di antar dengan sepeda motor kakeknya. Jika di kota ia kan mendapatkan uang jajan minimal lima ratus ribu sedangkan di kampung seratus ribu juga tidak sampai.

Jika dikampung ia akan didik mandiri oleh kakeknya tapi jika di kota ia kan sangat dimanja oleh Mama dan Papanya, enak bukan?
Selama ini Fajri selalu merasa iri dengan kembarannya Fajar yang hidup mewah di Jakarta sedangkan ia harus hidup pas-pasan dikampung, ralat bukan pas-pasan tapi lebih ke hemat karna keluarga Virgo bukanlah keluarga yang susah. Hanya saja kakeknya memilih hidup sederhana dan tidak memamerkan kekayaan yang ia punya.

"Fajar dari mana saja kamu? Kenapa baru pulang sekarang?" tanya Lina pada anak pertamanya.

"Main bola, Ma," jawab Fajar singkat pada dan jelas.

"Bola, bolaaa teruss! Sudah berapa kali Mama bilang jangan main bola! Liat Fajri hobinya main basket," omel Lina yang tampaknya tidak suka jika Fajar bermain bola.

"Itukan Fajri Ma, aku sama dia beda," jawab Fajar.

"Kalian itu kembar Fajar! Hobinya harus sama, jangan satu bola satu basket!" Lina masih marah-marah terhadap Fajar.

"Aku sukanya main bola Ma, bukan main basket!" ketus Fajar lama-lama enek melihat ibunya yang memaksa ia menyukai basket.

"Pokoknya hobi kalian harus sama!"

"Kalo gitu Fajri aja yang ikut aku buat suka bola!" jawab Fajar tanpa pikir panjang.

"Gak! Lo yang harus ikut gue buat suka basket!" sergah Fajri tidak terima.

"Kalo gue suka bola ya bola gak bisa paksa suka basket dong!"

"Gue juga! Kalo gue suka basket ya basket, jangan nyuruh-nyuruh suka bola dong!"

"Pokoknya kalian harus satu hobi!" sahut Lina antara berdebatan kedua anaknya.

"Gak bisa gitu, Ma!" jawab Fajar dan Fajri kompak.

"Fajar kamu harus ngalah sama adik kamu! Sukai hobinya biar kalian Mama les kan di tempat yang mahal supaya bisa didik kalian jadi atlet.

"Aku gak mau Ma!" jawab Fajar yang dipaksa menyukai basket agar bisa di les kan di tempat khusus atleast.

"Sudah... Sudah jangan berantem cuman gara-gara hobi! Fajar kamu masuk kamar!" perintah Tolik pada anaknya.

Fajar lalu meninggalkan ruang tamu tersebut dan langsung berjalan menuju kamarnya yang ada di samping kamar Fajri. Di dalam kamar Fajar membuang tubuhnya ke kasur yang sangat empuk. Pikiran nya masih tentang yang tadi. Tentang Mamanya yang memaksa ia untuk menyukai basket.

Sejak dulu Fajar sudah sangat menggemari sepakat bola.
Entah sudah berapa banyak baju bola yang ia beli, Fajar juga memiliki pasukan sepakat bola berjumlah sebelas orang, yang iya ikuti secara diam-diam.
Fajar juga sangat mengidolakan Cristiano Ronaldo Dos Santos Avairo, atau lebih di kenal Cristiano Ronaldo seorang pemain sepak bola asal portugal.

Tak peduli sekeras apapun orang tuanya melarang ia untuk menjauh dari dunia sepak bola. Fajar sama sekali tidak mau mendengarkan ucapan orang tuanya, ia tidak peduli jika orang tuanya marah, toh sejak kejadian itu Fajar tidak pernah lagi mendapatkan kasih sayang.

Bagi Lina bermain sepak bola sama sekali tidak ada untungnya, ia lebih suka anaknya bermain basket yang menurut Lina lebih berkualitas daripada sepak bola.

Aneh bukan? Padahal gaji pemain sepak bola jauh lebih tinggi dari gaji pemain basket, tapi kenapa Lina sangat anti dengan yang namanya sepak bola? Entahlah tapi perlahan itu akan terungkap seiring berjalannya waktu.

Bagaikan langit dan bumi, besaran gaji pemain sepak bola masih sangat jauh diatas para pemain basket, jika dibulatkan gaji pebasket hanya 26-33 juta pertahun + fasilitas klub. Sedangkan pesepak bola dapat menghasilkan uang sebesar 60-80 juta pertahun. Perbandingan yang jauh bukan?

Dikamar HP Fajar terus berbunyi tanda ada seseorang yang menelpon dengan segera Fajar langsung mengangkatnya, wajah yang tadi tampak lesu kini berubah menjadi tersenyum saat mengetahui siapa yang menghubunginya.

"Kakek-Nenek?" ucap Fajar bersemangat.

"Iya sayang Nenek sama Kakek disini," jawab Neneknya.

"Nek, Fajar kangen," terang Fajar yang sangat merindukan kakek neneknya yang sekitar dua tahun bahkan nyaris tiga tahun tidak bertemu hanya karna ada masalah keluarga.

"Nenek juga rindu, Fajar kapan kesini?"

"Fajar masih sekolah, Nek lagian Jakarta sama Medan jauh Fajar belum bisa pergi sendiri sedangkan Papa sibuk terus," sedih Fajar yang kelihatan dari suaranya.

"Iya, Jar nenek ngerti, kamu gimana disana?"

"Fajar baik, Nek kalo nenek gimana?"

"Nenek juga baik disini,"

"Nek, Nenek kapan kerumah Fajar?"

"Nenek gak akan kesana Fajar."

"Tapi kenapa, Nek?"

"Aku sangat membenci ibumu Fajar, tapi tidak denganmu" jawab neneknya dalam hati yang tidak akan pernah di ungkapan oleh siapapun.

.

.

.

.

TBC

Absen lagi, nama kota?
Siapa tau kita satu kota😆

SMP (Sebatas Menghargai Perasaan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang