"Waduh-waduh-waduh-waduh, beli kangkung, sama pak Dudung! Di depan ndukung, dibelakang nikung!"
"Wii, gue gak nyangka sama lo!" bentak Via.
Ketahuilah sedari tadi Gina dan Via sudah melihat Dewi dan Fajar kejar-kejaran. Mereka tampak akrab dan sangat dekat. Sungguh Gina tidak menyangka itu. Dewi sosok sahabat yang baik, kalem, penasehat, penyayang, kini tega mengambil seseorang yang ia cintai selama dua tahun ini.
"Gina!" kaget Dewi bukan kepalang.
"Apa?! Lo mau ngelak!?" sentakan Gina dengan tatapan tajamanya.
"Gue bisa jelasin, ini gak seperti yang lo liat! Fajar yang ambil hp gue tadi," jelas Dewi terburu-buru, hingga apa yang diucapkannya terkesan tidak jelas.
"Bla ... Bla ... Bla ... Bla! Lo pikir gue percaya?! Lo aja tadi nikmatin banget, sampe ketawa selepas itu! Lo gak pernah tuh ketawa selepas tadi!"
"Gin! Gak gitu ceritanya! Fajar memang ngambil hp gue, dia gak mau gue nelpon lo, terus dia ngambil hp gue, gitu!"
"Terus tadi apa, ketawa-ketawa gitu!?"
"Anu, itu Fajar tadi ngelawak," jawab Dewi gugup.
"Alah udah lah, Wii! Ini udah jelas, gue sama Via dari tadi udah liat!"
"Gin, gak gitu," lirih Dewi sungguh-sungguh.
Wajah Dewi terlihat sedih. Ia benar-benar tidak mau kehilangan kedua sahabatnya. Ia juga tidak ingin persahabatan yang mereka jalin sejak SMP, harus kandas karna cowo.
"Udah-udah! Kok jadi berantem! Maaf Kak Gina, tadi memang Fajar yang ngambil hp Kak Dewi," jelas Fajar yang membenci keributan.
"Tuh, Gin, gue gak ada apa-apa sama bocil ini! Lo kan tau gue gak minat sama adek kelas," jelas Dewi merasa bersalah.
"Ayolah Gin, percaya sama gue, gue gak mungkin ngehianatin lo, gue juga gak mau persahabatan kita hancur gara-gara bocil itu," terang Dewi menunjuk ke arah Fajar.
"Fajar lagi yang salah!" gumam Fajar pelan.
Melihat mata Dewi, tidak ada tanda-tanda kebohongan di sana. Gina melihat Dewi benar-benar berkata jujur. Gina mencoba percaya apa yang di katakan Dewi.
Tanpa aba-aba Dewi langsung memeluk Gina erat. Lalu berbisik pelan ditelinga Gina, "Percaya sama gue," seketika Gina mengangguk. Lalu ia juga berbicara di dekat telinga Dewi, "Maafin gue juga, udah asal nuduh."
Dewi melepaskan pelukanya. Mendekat kearah Fajar dan merebut hpnya secara kasar, karna Fajar tak. Lagi berlari.
"Balikin hp gue, Cil!"
"Lebay banget sih anak cewek!" gumam Fajar pelan lalu pergi meninggalkan Gina dkk.
Keadaan sekolah bejalan seperti biasanya. Sejarah waktunya jam istirahat. Siswa-siswi mulai berhamburan menuju nanti sekolah, sebelum tempat itu padat dengan kedatangan siswa-siswi yang cukup ramai.
Fajar, Andi, serta Fikri, juga pergi ke kantin untuk mengisi perut.
Ani dan Fikri benar-benar kaget melihat makan yang di pesan oleh Fajar. Fajar benar-benar seperti anak yang tidak diberi makan. Padahal ia seperti ini karna tadi pagi ia melewatkan momen makan paginya."ASTAGHFIRULLAH!" kaget Fikri, melihat meja yang penuh dengan makanan.
"Asik, rezeki anak sholeh," sahut Andi kesenangan.
"Andi! Punya gue ini!" sentak Fajar yang melihat Andi mencomot makanannya.
"Yaelah, dibantuin ngabisin juga! Lo sebanyak ini juga kagak habis, 'kan," balas Andi yang membuat Fajar terdiam.
"Serah lu dah! Intinya lo gak boleh ngambil sosis gue!"
"Iya! Iya! Takut banget sosisnya gue makan!"
"Bang!" panggil Fajri yang baru saja datang dan tanpa permisi ikut duduk bersama teman-temannya Fajar.
Wajah Fajar seketika berubah, entah apa masalahnya, tapi sepertinya Fajri tau kenapa wajah abangnya langsung berubah saat ia datang. Fajri menyadari bahwa ternyata teman-teman Fajar belum mengetahui, bahwa dirinya adalah kembaran Fajar.
"Abang?" ucap Fikri dengan nada tanda tanya.
"Diam seperti anak tunggal, bergerak memiliki kembaran!" sahut Andi.
"Si Duan, kembaran elu, Jar? Memang agak mirip sih," ucap Andi lagi.
Fajar sama sekali tidak menjawab pertanyaan teman-temannya tersebut. Ia terlalu bingung untuk menjelaskan semuanya.
"Apa?" ketusnya bertanya kepada Fajri, kenapa ia memanggil dirinya.
"Fajri lupa bawa uang, Bang ...."
"Pesen sana," jawab Fajar dekat padahal Fajri belum menyelesaikan ucapannya. Tapi sepertinya Fajar tau apa maksud adiknya tersebut.
"Makasih Bang," balas Fajri langsung memesan makanan kesukaannya.
"Waduh! Beneran dong, si Duan adiknya Fajar," lebay Andi memukul, baju Fikri kuat.
"Anjir lo, sakit!"
"Kok kita baru tau yah!?" seru Andi lagi, tidak memperdulikan ucapan Fikri.
"Gak usah lebay!" gertak Fajar pada Andi yang sedari tadi tidak bisa diam.
"Tuh dengerin!" tambah Fikri lagi.
Tak lama kemudian, Fajri kembali ke tempat duduk dimana Fajar berada, diikuti oleh ibu kanti yang membawa dia pesanan Fajri.
"ASTAGHFIRULLAH! Abang sama adek sama aja, makannya banyak!" kaget Fikri untuk kedua kaliannya.
"Kenapa duduk sini?" tanya Fajar sinis.
"Ya ampun Jar-Jar! Masa adek lo gak boleh duduk di sini sih, aneh nih anak!" ucap Andi mengeluarkan tanggapannya.
"Bangkunya udah penuh semua, Bang, hehehe," jawab Fajri nyengir tidak jelas.
Percayalah banyak siswa-siswi yang menatap ke arah merek berempat. Bagaimana tidak? Kedua siswa yang di aku paling tampan di sekolah duduk berdampingan di kantin, dan itu sukses membuat, para siswi enggan melihat ke arah lain.
"Gue kalo duduk sama kalian berdua serasa jadi artis, diliatin mulu sama cewek-cewek!" terang Andi, yang jiwa playboy sudah mulai muncul.
"Lo gak boleh makan ini," seru Fajar mengambil mie ayam Fajri yang penuh dengan lemak.
"Lho, kok diambil," kaget Fajri saat Fajar mengambil mie ayamnya.
"Makanan berlemak gak sehat, entar roti sobek lo kalah saing sama punya gue," terang Fajar tersenyum devil.
"Roti sobek Fajri gak bakal hilang, cuman karna makanan kaya gini," jawab Fajri yang sepertinya tidak rela mie ayamnya diambil oleh Fajar.
"Nih, buat lo aja, mie ayamnya," ucap Fajar menyerahkan mie ayam Fajri kepada Andi.
.
.
.
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
SMP (Sebatas Menghargai Perasaan)
Teen FictionWhen, gadis SMA menyukai siswa, yang masih duduk di bangku SMP. "Ngerayain hari valentine itu bukan budaya kita, budaya kita itu suka sama orang yang gak bisa di gapai!"