"Gina! Lo kenapa sih dari tadi diem mulu?" tanya Via yang sudah bosen karna kedua sahabatnya sama-sama diam baik Gina maupun Dewi.
"Galau gue."
"Sama gue juga galau kalo Gina galau," jawab Dewi yang asik jiplak.
"Sebenarnya gue juga pengen ikutan galau, tapi gue gak tau apa yang mau digalauin," sergah Via yang ogeb.
"Ck, kalian ngerusak suasana, tau gak? Bete, bete, bete."
"Lo kenapa sih, Gin? Aneh banget dari tadi," tanya Via yang sudah gemas dengan tingkah Gina yang urang-aring tidak jelas.
"Itu, si gabus kuning! Manas-manasin gue! Kalo gue santet salah gak ya?" jawab Gina dengan wajah yang sangat kesal mengingat itu.
"Manas-manasin gimana? Lo dibakar sama gabus kuning? Eeh, bentar gabus kuning siapa sih? Ck dah lah lama-lama gue males dengerin lo ngomong, kagak ada jelas-jelasnya," omel Via yang entah sejak kapan jadi marah-marah.
Sedangkan Dewi ia masih asik menempelkan pipinya ke meja, mendengarkan percakapan dua makhluk yang tidak nyambung sama sekali. Yang satu kagak jelas, yang satu gak nyambung anak, dan endingnya percakapan mereka akan sia-sia.
"Dah lah, percuma gue jelasin, orang kaya lo gak bakal ngerti sama omongan gue!" ketua Gina yang sudah malas meladeni Via.
"Serah:("
"Eeh, ini Bu Rini gak masuk kali ya?" tanya Dewi yang sedari diem menyimak. kini ia telah membuka suaranya yang mahal.
"Kalian lupa? Hari inikan kita jamkos, Bu Rini kagak masuk anaknya demam," jawab si ketua kelas yang asal nyolong saja.
"Napa lo baru bilang? Tau yadi gue udah berada di kantin," balas Gina yang langsung berdiri ingin keluar dari kelas menuju kantin yang lebih menyenangkan.
Dan akhirnya Gina, Via, dan Dewi melesat ke kantin utama. kantin terbesar yang memuat anak SMP maupun SMA.
"Eeh, dikantin kok rame yah? Apa mereka bolos?" tanya Dewi memainkan botol kecap di depanya, mungkin rasa gabut telah merasuki jiwanya.
"Jawabnya cuman satu, guru lagi rapat," jawab Via tidak kalah gabut dari Dewi karna ia sekarang sedang mengaduk-ngaduk sambal cabe untuk bakso kuah.
"Astafirullah, Gin lo mending jangan liat kanan deh, entar lo sakit hati," cegah Via heboh sendiri.
"Emang di samping kanan gue ada apa? Lo ngomong gitu gue jadi kepo, liat aja deh," ucap Gina yang perlahan menyampingkan kepalanya ke kanan kepo dengan ucapan yang dilontarkan oleh Via.
"Eehh, jangan goblok!" cegah Via menahan agar kepala Gina tidak berbalik ke arah akan.
"Gue pengen liat, Viot!" kekeh Gina menggerakkan kepalanya yang sedang ditahan Via.
"Kalo gue bilang jangan, ya jangan keras otak kenapa sih?"
"Keras kepala goblok!" sahut Dewi geram.
"Lo ngapain ngomong gitu? Gue jadi penasaran, ngab!" ketua Gina masih berusaha menggerakkan kepalanya.
"Udh deh Viot kalo dia tetep kekeh pengen liat, kasih tau aja entar kan nyesel sendiri!" ucap Dewi memberi pendapat pada Via.
"Gak bisa Wii, entar Gina koma gue gak mau!" ketus Via dengan suara dibuat-buat seperti anak kecil.
"Iihh, gue tambah kepo tau! Lagian kalo lo megangin kayak gini gue makannya gimna?"
"Kalo gitu yok kita pergi dari sini," ajak Via yang entah kenapa sensitif dengan Fajar. Mungkin ada dendam tersendiri untuk Fajar karna tidak kunjung membalas perasaan sahabatnya.
"Ribet banget lo, Viot biar aja Gina liat biar tau dia sifat cowok idamannya," ucap Dewi masi dengan kegabutanya yang menjungkirbalikkan isi saus.
"Gak!"
"Oke Gina, bocil kesayangan lo lagi pacaran sama gabus kuning, sambil ketawa-ketiwi, mesra banget, jomblo bahkan bisa pingsan liatnya, apalagi yang punya rasa sama dia, dah tau kan? Noh silahkan di tonton kalo kuat, baik kan gue ngasih tau yang dari tadi lo pengen tau?" jelas Dewi yang memberitahukan keadaannya Fajar. Mungkin dia sudah musk melihat drama antara Via dan Gina.
"Dewi, iihh kok dikasih tau sih! Bentar lagi mood Gina bakal turun!" omel Biar yang emosi akibay mulut Dewi yang ember.
"Biarin, biar dia tau! Tuh silahkan dinikmati pemandangannya, tadi pengen banget liat kan? Nah sekarang udah liat, 'kan inilah dia."
"Bandel sih dibilangin dari tadi jangan liat, jangan liat, tetep aja dilihat, sekarang rasakan sensasinya!" ucap Via yang sudah tertular untuk mengomeli Gina yang keras kepala.
Gina masih diam dan tidak mendengarkan omelan kedua sahabatnya, ia masih fokus ke Fajar dan Keny yang sedang asik makan di meja samping kanannya.
Dilihatnya Fajar menyuapi Keny nasi goreng, lalu mereka tertawa tanpa ada beban sedikitpun, sesekali Fajar menyangka nasi yang tersisa di sudut bibir Keny, lalu mereka akan tertawa lagi, entah apa yang membuat mereka tertawa tapi sepertinya itu sangat mengasikkan.
Jujur saja bukan hanya Gina yang memperhatikan kedua makhluk yang asik berduaan itu, tapi hampir semua pengunjung kantin memberhentikan aksi makanya untuk melihat kedua anak itu pacaran. Sesekali siswa-siswi kantin berteriak akibat baper
Tentu saja banyak yang iri dengan Keny, cewe manis tersebut bisa mendapatkan hati seseorang Fajar yang sangat dikagumi hampir satu sekolah bahkan sekolah lain juga.
Dibawah meja, diatas paha tangan Gina mengepal kuat, meremas roknya, tak tahan melihat kedua orang yang salah satunya sangat ia cintai berdua dengan musuhnya si gabus kuning.
Via dan Dewi sama sekali tidak melepaskan pandangannya dari Gina, mereka sangat ingin melihat bagaimana reaksi Gina melihat itu, sejauh ini dari pandangan Dewi dan Via Gina terlihat menahan emosi tapi tidak berbuat apa-apa, tidak pergi dan tidak mendatangi mereka berdua juga.
Tentu saja Dewi dan Via sedikit bingung dengan sikap Gina. Kenapa ia tidak pergi saja dari pada melihat sesuatu yang menyakitkanya? Dan menurut Dewi Gina cukup kuat melihat kesayangannya bersama musuhnya. Bukankah itu hebat?
Satu detik....
Dua detik....
Tiga detik....Gina beranjak meninggalkan Dewi dan Via berdua di di bangku tersebut. Bagaimanapun juga Gina adalah manusia, ia juga punya perasaan sakit, perasaan cemburu, perasaan marah, dan perasaan tidak terima, dan kini perasaan itu bercampur menjadi satu dalam satu hati.
"Woi, gimana?" tanya Via bingung harus berbuat apa itu sahabatnya.
"Gak tau," jawab Dewi simpel no ribet.
Gina berlari menuju toilet sekolah dengan mata yang berkaca-kaca, hancur sudah harapannya untuk berjuang mendapatkan mendapatkan cinta seseorang Fajar. Teryata berjuang sendirian itu gak mudah, apalagi gak dihargai, gak dianggap, dan gak diperduliin.
"Mundur? Enggak? Mundur? Enggak? Mundur? Enggak? Mundur? Enggak? Mundur? Enggak?" Gina menyobek tisu menjadi beberapa bagian yang lebih kecil lagi, mencari keputusan melalui mantra permainan jaman SD dulu.
Dan disaat potongan terakhir terucap kata enggak disana yang berarti Gina tidak boleh mundur.
Kak Gina, keep strong.
KAMU SEDANG MEMBACA
SMP (Sebatas Menghargai Perasaan)
Teen FictionWhen, gadis SMA menyukai siswa, yang masih duduk di bangku SMP. "Ngerayain hari valentine itu bukan budaya kita, budaya kita itu suka sama orang yang gak bisa di gapai!"