part 36 : Anak siapa?

141 25 4
                                    

"Bener Fajar anakku, 'kan?" tanya Tio lagi.

"Jangan mimpi! Kamu bukan siapa-siapa Fajar!" jawab Lina tegas.

"Aku menemukan diriku dalam diri Fajar," ucap Tio lagi.

"Dia bukan Anakmu, Mas!" jerit Lina terlihat marah.

"MAMA!"

Seseorang berteriak dari kejauhan, dia adalah Fajri, yang diam-diam mengikuti Lina. Fajri yang baru datang di kejutan dengan keadaan Mamanya yang terlihat berantakan, dengan mata yang berair.

Sedangkan Tio yang melihat kehadiran Fajri menganga tidak percaya. Fajar ada dua batinnya. Fajar dan Fajri sangat mirip. Tio jadi berfikir jika anaknya dan Lina kembar.

"Lina, mereka berdua anak aku kan?" tanya Tio tiba-tiba.

Membuat Fajri melotot tidak Terima dengan pertanyaan Tio. Bagaimana bisa orang asing seperti Tio mengaku-ngaku sebagai Papanya. Fajri benar-benar kesal.

"Heh, Pak! Jangan sembarangan ngomong, yah! Saya sama Bang Fajar udah punya Papah! Dari kecil kami udah sama Papah Tolik!" kesal Fajri memarahi Tio.

"Jri," lirih Fajar menggenggam tangan Fajri agar Fajri bisa lebih tenang.

"Lin, jelasin?" seru Tio memohon. Ia benar-benar dalam keadaan yang sangat membingungkan.

"Gak ada yang perlu di jelasin! Mereka emang bukan anak kamu! Saya sudah bilang kamu bukan siapa-siapa!" jelas Lina dengan mata sedikit berair.

"Lin, kamu ingat, Kan, sebelum aku pergi kita ngapain?" terang Tio benar-benar mengatakan hal itu, yang membuat Lina mengingat kembali saat-saat dimana Tio akan pergi ke luar negri, untuk bertanding sepak bola.

"Lin, beneran kan, mereka anak ku, aku gak mungkin salah, udah enam belas tahun kurang kita pisah, dan sekarang Fajar berusia lima belas tahun lebih, aku gak mungkin salah berhuntung kan? Mereka anakku, Kan?" kekeh Tino tetap pada keyakinannya, yang mengatakan bahwa Fajar dan Fajri adalah anaknya.

"Gak! Bapak jangan mengada-ada yah! Mama sama Papa nikahnya juga enam belas tahun yang lalu! Fajar sama Fajri ini anak Papah Tolik!" amuk Fajri benar-benar tidak terima dengan ucapan Tio tadi.

"Apa ini semua Lina!!" teriak Tio pada Lina yang sedari tadi diam.

"Fajar-Fajri ayo pulang," ucap Lina, pada anak-anaknya, dan masih berderai air mata.

"Lin, Lina, jelasin dulu ini semua apa?"

Lina, menarik tangan Fajri yang menggandeng tangan Fajar menaiki sepeda motor yang tadi Lina bawa, dan meninggalkan Tio sendirian.

***

Di perjalanan, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut ketiganya. Mereka sama-sama bungkam, karna syok dengan kejadian tadi.

Sampai di rumah Fajri dengan seribu pertanyaan di benaknya memberanikan diri bertanya kepada Mamanya itu.

"Ma, yang tadi siapa?" tanya Fajri polos.

"Mama, gak tau Fajri!" jawab Lina judes, dan langsung memasuki kamarnya lalu menutup pintu dengan sangat kencang, hingga membuat anak kembar itu menaikan pundaknya kaget.

"Bang, ayok jelasin itu tadi siapa?" tanya Fajri mencoba bertanya kepada Fajar yang wajahnya sudah di penuhi dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada.

"Ayok abang ceritaiin di kamar," jawab Fajar menarik tangan Fajri ke kamarnya.

Kedua anak kembar tersebut kini tengah duduk di kasur empuk bermotif bola milik Fajar. Fajri memangku bantal, sedangkan Fajar memangku guling kesayangannya.

"Bapak itu, yang kemarin Abang ceritain, dia temennya Pake Zega yang mau ngajar perkeb FC itu," ucap Fajar mulai bercerita.

"Ooh, dia yang Abang ceritain itu ternyata," paham Fajri mengangguk.

"Dia pemain sepak bola hebat, Jri, bahkan buat ngajar orang aja pilih-pilih, beruntung Abang kepilih, terus dia juga banyak cerita masalah pribadinya sama Abang," terang Fajar menceritakan kejadian tadi siang.

"Cerita apa, Bang?"

"Tentang dia, yang dilarang main bola juga sama orang tuanya, tapi dia milih tetap main karna pacarnya suka banget main bola," jelas Fajar rinci.

"Kan, ga mungkin dong, dia pacar Mama, Abang kan tau, Mama benci bola sepak," sahut Fajri.

"Lo tau apa sih, Jri? Lo gak tau kan, kalo dulu, pas Mama masih remaja, suka banget sama bola sepak?" terang Fajar, yang mengetahui ini dari neneknya.

"Abang belum lahir! Tau dari mana?!" jawab Fajri nyolot.

"Kata nenek, lo kan tau, gue cucu kesayangan," terang Fajar sedikit sombong.

"Jadi apa mungkin, ini ada kaitannya sama Mama?" tanya Fajri lagi.

"Abang gak tau pasti, tapi yang jelas, cerita Pak Tio tadi nyambung banget sama Mama," jelas Fajar masih memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak ia pikiran.

Kedua anak kembar yang dulu tidak bertegur sapa, kini sedang berkonsultasi, mengenai masalah orang tuamu. Mempertimbangkan Siapakah ayah mereka yang sebenarnya. Dari 99% mereka mempercayai bawah Tolok adalah ayah kandungnya, bukan Tio, yang mangaku-ngaku.

"Kalo kita beneran anaknya Pak Tio gimana, Jri?" tanya Fajar meminta pendapat!

'Bugh!!'

"Lu jangan mengadi-ngadi, Bang!" Fajri mengamuk seketika, dan melemparkan bantal yang ada di pangkuannya tepat ke atas kepala Fajar.

"Wah, ngajak gelud lu!' tantang Fajar tidak terima!

"Lah, ayok!" sergah Fajri.

"Gas!" lanjut Fajar. Memegang gulingnya, bersiap memukul kepala Fajri.

'Bugh!'

'Bugh!'

'Bugh!'

Terjadi perang bantal di antara keduanya, hanya gara-gara pertanyaan Fajar.

"Abang aja sono, jadi anaknya Pak Tio!" ucap Fajri di tengah-tengah kegaduhan.

"Kalo gue anaknya Pak Tio, kunjugan ngikut kali!" jawab Fajar.

"Gue anak, Papah! Valid!" songong Fajri.

"Gue cuman nanya, kao seandainya! Lu jangan terlalu bawa perasaan!" jelas Fajar lagi.

"Mau seandainya, mau kenyataan pokoknya gue gak terima!" recok Fajri!"

"Nanya doang, kok jadi gini sih?" tanya Fajar, memegang guling di tanganya, yang sempat di buat untuk memukul Fajri jadi.

"Makanya pertanyaannya jan yang aneh-aneh, Neng!" sahut Fajri.

"Jri, ayo cari cara, buat ngebuktiin kalo kita anak Papah!" ide Fajar, yang membuat Fajri berfikir.

"Gimana yah?" balas Fajri berfikir.

"Ajak Papah tes DNA aja gimana?"

"Entar kalo Papah tanyain buat soal gimana?" resah Fajri.

"Bilang buat tugas sekolah," ide Fajar yang kebetulan otaknya sedang lancar lancar.

"Terus ajak Pak Tio juga tes DNA!" sahut Fajri.

"Iya, tapi gak barengan juga sama Papah," jawab Fajar sedikit nyolot.

"Yudah besok pagi kita jalanin rencana, lo yang bujuk Papah, gue yang ngajak Pak Tio," saran Fajar, yang di jawab anggukan oleh Fajri.

"Otey, sekarang mending lu mandi, Bang! Lu bauk sumpah! Keringet di mana-mana! Hueeekk! Mau muntah, biar lu tau dari tadi gue nahan bau!" crocos Fajri.

Fajar yang merasa di pojokan pun langsung, menarik paksa adiknya, keluar dari kamarnya dengan cara memggeret Fajri layaknya koper. Fajri benar-benar di usir dengan sangat tidak hormat dengan Fajar.

"Abang sialan!"

***

Gak ngerti lagi deh, mereka anak siapa!

SMP (Sebatas Menghargai Perasaan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang