Lina mulai melenggang pergi menaiki sepeda motor pribadinya, ia tau bahwa jalan menuju lapangan tempat Fajar bermain sedikit sempit, jadi Lina memutuskan untuk menaiki sepeda motor agar lebih cepat. Lima benar-benar kesal dengan anak sulungnya itu. Berani-beraninya Fajar membohonginya.
Sebenarnya sudah sejak lama Lina memata-matai Fajar, tapi karna terlalu sibuk, Lina tidak jadi untuk menengur Fajar. Baru kali ini ia akan memarahi Fajar habis-habisan! Sebenarnya Lina adalah ibu yang baik bagi Fajar sama seperti Fajri, sejak Fajar dan Fajar bayi, Lina sma sekali tidak pernah membedakan-bedakan kedua anaknya tersebut.
Tapi, saat Fajar dan Fajri, mulai berjalan, berlari, dan bermain, Lina mulai menjadi ibu yang pilikasih. Ia lebih menyayangi Fajri, dan selalu mengabaikan Fajar. Bahkan membiarkan Fajar bermain sendiri hanya di temani mengasuhnya saja. Hal ini bahkan terjadi sampai Fajar yang sudah mau SMA. Lina masih seperti dulu.
Ini di Karnakan, saat Fajar sudah berjalan dan bermain, beby Fajar selalu saja bermain bola, kemanapun pasti beby Fajar selalu membawa bola, mau mandi, makan, bahkan beby Fajar juga membawanya bolanya tidur.
Lina yang saat itu membenci bila, jadi berubah. Ia benar-benar tidak menyukai bola! Tidak jelas apa alasannya tapi inilah yang Lina benci! BOLA! BOLA! tidak semua jenis bola Lina benci, tapi hanya satu, yaitu bola sepak.
Baby Fajar yang dulu baru menginjak usia lima tahun, merasa sangat sedih, karna Mamanya berubah seketika. Saat itu beby Fajar juga tidak mengetahui alasan Mamanya tiba-tiba membencinya. Hingga suatu saat keluar Virgo berlibur ke rumah orang tua Lina di kampung.
Lina masih tidak bisa mengontrol rasa bencinya terhadap Fajar di depan ibunya sendiri. Dan yah, akhinya Nenek Fajar mengetahui jika anaknya tidak menyayangi cucunya. Tidak tahan melihat anak seusia Fajar mendapatkan perlakuan tidak adil dari orang tuanya, nenek Fajar pun menengur anaknya.
Pada saat itulah terjadi perkelahian besar antara Lina dan Ibunya. Benar-benar perkelahian besar. Sangat besar hingga sampai sekarangpun Lina dan ibunya tidak pernah bertemu lagi, bahkan saat itu Lina tidak pernah berkunjung ke rumah ibunya lagi. Mungkin hanya Fajar dan Fajri saja yang berlibur.
Tak terasa, Lina sudah sampai di lapangan tempat Fajar bermain. Jika ditanya dari mana Lina tau tempat ini. Catat, Lina pernah kesini untuk melihat langsung anaknya bermain bola dengan anak-anak kampung disini.
Tangan Lina mengepal, geram. Matanya melirik sinis. Benar-benar terlihat sangat marah dan emosi. Lina berkata dalam hatinya akan mengajar Fajar habis-habisan kali ini. Bahkan jika mau Lina akan bermain tangan agar anaknya itu tidak berani bermain-main dengannya.
Dari kejauhan Lina sudah mengetahui dimana Fajar berada, Lina hanya tinggal mendatangi Fajar dan menarik kuping Fajar kuat hingga memerah. Itu yang sedari tadi ada di pikiran Lina. Terlihat Fajar sedang duduk santai mengobrol dengan seorang laki-laki, sambil memangku bola.
Jelas sudah, laki-laki yang bersama Fajar, adalah Tio, yang asik bercerita satu sama lain, hingga lupa waktu. Fajar benar-benar lupa ini sudah jam berapa. Waktu terasa sebentar jika bersama Tio.
Jika bisa Fajar ingin meminta, untuk bisa selalu bertemu setiap hari."Aaauuu!" teriak Fajar kesakitan.
Lina benar-benar dengan rencana awalnya yang akan menjewer kuping Fajar. Dari teriakan Fajar, Tiontau bahwa jewerannya pasti sangat kuat.
"Mama?!" kaget Fajar, saat melihat orang yang menjewerannya adalah Mamanya.
"Apa!?" teriak Lina melotot, dan belum melepaskan tangannya dari kuping Fajar.
"Ma ...," lirih Fajar ketakutan. Ia benar-benar tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Tio pun segera melepaskan tangan Lina dari kuping Fajar secara paksa. Dan melihat keadaan kuping Fajar yang memerah. Tio juga mulai mengusab dan menghembus kuping Fajar untuk mengurangi rasa sakit. Tio benar-benar terlalu fokus ke kuping Fajar, hingga tidak peduli dengan Mama Fajar yang melihatnya dengan penuh tanda tanya.
"Fajar gak papa?" tanya Tio, terlihat begitu khwatir.
Fajar menggelengkan kepala. Lagi-lagi ia merasakan perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Perasaan yang ia ingin rasakan dari dulu bersama Papanya.
"Siapa kamu!" bentak Linda.
Tio masih dalam keadaan membelakangi Lina dan masih terasa mengelus-elus kuping Fajar.
"Hey! Kamu siapa! Berani-beraninya kamu sentuh anak saya!" bentak Lina sekali lagi.
"Ma ...," lirih Fajar mencoba menghentikan Mamanya.
"Apa!?" bentak Lina lagi. Dengan sangat-sangat keras. Hingga akhirnya Tio mengembalikan badan melihat kearah Lina untuk menengur Lina yang seenaknya membentak anak kecil seperti Fajar.
Tatapan Lina dan Tio bertemu, rentena coklat dan biru dari mata keduanya benar-benar bertemu dengan tatapan yang amat dalam.
Tatapan itu ...?Tatapan yang dahulu pernah menjadi saksi bahwa mereka pernah dekat. Tatapan itu yang mengingatkan satu sama lain jika mereka pernah bersama melewati banyak tawa dan tangis.
Kenangan beberapa tahun silam, kembali melintas dibenak keduanya. Setelah sekian lama bersama mereka terpisah dan akhirnya dipertemukan kembali dengan status yang berbeda, hati yang berbeda, sifat yang berbeda, dan keadaan berbeda. Tahun tatapan itu tidak akan pernah berubah selama apapun.
"Lina?" Tio berucap dengan bibir yang bergetar, tidak percaya dengan semua kebetulan ini.
Sedangakan Lina menutup mulutnya tidak percaya.
Fajar? Ia masih bingung dengan ini semua, pikirannya penuh dengan Tio yang memanggi nama Mamanya."Bener, kamu Lina Kan? Aku yakin itu kamu, Lin."
Lina masih terdiam Kaku, bingung ingin mengatakan apa.
"Lin, ini aku, kamu masih inget aku, Kan? Lina ayo jawab, kenapa kamu pergi?" Tio benar-benar berterik di depan Lina, tidak ingat lagi dengan Fajar.
Air mata Lina tanpa di sadari menetes jatuh. Apa yang harus ia katakan pada laki-laki di depanya ini. Bagaimana ia harus menjawab semua yang di pertanyaan oleh Tio.
"Lina ayo jawab! Kamu sudah menikah?! Fajar anak kamu? Lina! Ayo jawab! Aku butuh penjelasanmu!" teriak Tio terdengar tidak sabar.
"IYA! Aku sudah menikah! Dan ini Fajar anakku! PUAS!" balas Lina dengan berteriak sama seperti tadi.
Di saat seperti ini, Fajar memilih diem, seperti ada sesuatu yang terjadi beberapa tahun silam sebelum ia lahir.
"Jadi bener Fajar anak kamu?" tanya Tio lagi memastikan. Lina hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Dia anakku?" tanya Tio tiba-tiba.
Mata Fajar dan Lina sama-sama membulat mendengar pertanyaan Tio. Fajar benar-benar kaget. Tapi lagi-lagi ia harus diam, dan tetap diam, mungkin ada kesalahpahaman disini. Fajar ingat betul dari ia kecil ia sudah tinggal di rumahnya bersama Mama-Papanya serta Fajri, pengasuhnya juga bilang begitu.
***
Author : Sebenarnya Fajar anak siapa yah?
Fajar : Anak Papah Tolik lah, Thor!
Author : Buktinya?
Fajar : Fajar punya Foto waktu bayi sama Papa, blee!
Author : Dih, sombongnya, gak di anggap anak aja sok keras!
Fajar : 😢
Fajri : Thor, kok ngomong gitu sih?
Author : Fajar nyolot sih, gak tau aja omongan author pedes!
Lanjut slurr!!
Kita cari tau Fajar sama Fajri anak siapa!
KAMU SEDANG MEMBACA
SMP (Sebatas Menghargai Perasaan)
Teen FictionWhen, gadis SMA menyukai siswa, yang masih duduk di bangku SMP. "Ngerayain hari valentine itu bukan budaya kita, budaya kita itu suka sama orang yang gak bisa di gapai!"