Part 31 : Sisi gelap Via

112 21 0
                                    

"Assalamu'alaikum," ucap Laila memasuki rumah sederhananya.

Tidak ada jawaban, Laila langsung saja menerobos masuk kedalam rumah berganti pakaian dan menuju dapur kecilnya untuk mencari makanan.

"Tempe? Dahlah, yang penting makan," gumamnya mulai mengambil piring masih dan tempe beberapa potong itu.

"Kak Via kemana yah?" tanyanya dalam hati ketika melihat seragam sekolah Via sudah tergantung tapi pemiliknya tidak ada.

Via? Yah Via, gadis SMA itu adalah kakak kandung dari Laila. Mereka hanya terpaut usia dua tahun saja. Laila yang masih duduk di kelas 2 SMP dan Via yang sudah duduk di kelas 2 SMA. Memiliki kehidupan yang jauh berbeda dari teman-temannya. Tapi Via dan Laila sama-sama memiliki sifat yang periang dan ceria saat di sekolah.

Mereka hanya dua bersaudara, keluarganya lengkap dan saling menyayangi namun tidak terlalu terbuka satu sama lain. Ayah Ibunya berkerja di sebuah pabrik roti yang tidak terlalu besar, dan hanya mendapatkan gaji yang tidak terlalu besar juga.

"Kak Via pasti lagi main sama teman-temannya, terus makan enak, belanja-belanja, enak banget sih, Kak Via temennya kaya-kaya baik lagi" pikir Laila masih menyantap makannya yang hanya terdapat tempe goreng dan ikan asin semalam.

Sebenarnya ia sedih, jika mengingat-ingat hal ini. Jujur saja ia sangat iri dengan Kakaknya tersebut, yang memiliki dia sahabat baik dan juga kaya. Yang dalam pikiran Laila, Via bisa makan enak, belanja, karna ada sahabatnya. Beda dengan dirinya yang di kucilkan di sekolah. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Entah karna Fisik atau duit, Laila benar-benar tidak tau.

***

"Guys, habis ini kita ngapain yah?" tanya Gini sembari menyantap makanannya dengan anggun.

"Pulanglah, jadi ngapain lagi coba? Emang ga cape dari tadi keliling mulu?" crocos Dewi yang kali ini sedikit berbeda. Kali ini ia sedikit cerewet dan banyak bicara.

"Masalahnya gue males pulang tau nggak? Di rumah itu sepi, gue bosen," jawab Gina melemas.

"Jalan-jalan lagi, gimana?" saran Via bertanya menunggu jawaba4. Ia juga sama seperti Gina yang malas untuk pulang.

"Capek, pengen nongkrong aja gitu," balas Gina cepat, sambil mengambil tisu.

"Eeeiittt! Kalo di rumah gue gak bisa yah, Ada acara keluarga," ucap Dewe padat dan jelas.

"Ada acara keluarga, kok lu malah kesini? Wah, durhaka lo jadi anak," repet Via menyudutkan Dewi.

"Bodoamat deh, cuman ngerayain ultah adek gue! Ga penting, hadir ga hadir, mereka juga ga akan peduli," jawab Dewi dengan Vibes yang sangat-sangat bodoamat.

"Rumah lo aja Via, selama ini kita belum pernah tuh main ke rumah lo yang gede itu," ucap Gina tanpa pikir panjang.

"Good!" sambung Dewi ikut menyetujui.

Via mulai berfikir keras, untuk membuat teman-temanya agar tidak jadi pergi ke rumahnya. Apapun itu Via tidak akan membiarkan itu terjadi padanya.

"Hhmm, itu ... Anu, jangan ke rumah gue," ucap Via gugup.

"No bacot, no kecot!! Pokoknya kita ke rumah lo!" cetus Gina balk-balkan.

"Ga bisa, ortu gue mafia! Nah, iya mafia, lebih baik lo berdua jangan kesana, satu lagi, jangan kasih tau apa-apa masalah ini,"harap Via, benar-benar melakukan apapun yang bisa membuat kedua Sahabatnya ini tidak jadi ke rumahnya.

"Anjir! Lo serius?" kaget Dewi benar-benar shok parah.

"Wiihhh, pantes akhlak lu minim," ucap Gina ceplas-ceplos.

"Akhlak gue emang gini dari lahir!" jawab Via dengan wajah sedatar-datarnya.

"Pantes dah lah, jadi kita mau ke rumah siapa ini?" seru Dewi masih memikirkan akan ke rumah siapa.

"Tau deh, di hotel aja kali, open bo!" ceplos Via asal.

"Lo yang nyarik om-omnya mau?"

"Boleh juga," canda Via terkekeh geli.

Tidak mendapatkan tempat nongkrong, ketiga manusia itu memilih pulang ke rumah masing-masing. Ralat bukan, karna tidak ada tempat nongkrong. Hanya saja mereka hanya mau nongkrong di rumah salah satu dari mereka, selebihnya tidak mau, apalagi di tempat umum! Mereka kompak tidak suka itu.

Untuk kesekian kalinya, Via diantar pulang dengan mobil mewah oleh Gina dan Dewi. Cukup hanya di jalan raya saja. Via tidak ingin sahabatnya tau, bahwa rumahnya harus memasuki gang sempit lagi. Saat Via turi dari mobil mewah itu, tidak sengaja Laila melihatnya.

Lagi-lagi, Laila menyimpan lebih banyak rasa iri dengan Via. Ingin sekali rasanya, ia ada di posisi kakaknya agar bisa makan-makanan mahal, walaupun tidak punya uang untuk membelinya. Naik mobil mewah, walaupun angkot saja jarang.

Setelah memastikan mobil Dewi dan Gina menjauh. Via segera berjalan menuju rumah gubuknya. Tapi gerakan langkahnya terhenti saat adiknya Laila memanggilnya.

"Kak!" teriak Laila berlari, mendekat ke arah Via.

"Kamu ngapain disini?" tanya Via melanjutkan jalanya.

"Cari angin."

"Kamu dah makan?" tanya Via tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan di depannya.

"Dah, pake Tempe, kurang enak, gak kayak Kakak makanannya pasti enak-enak kayak Berger, pizza, Senwich, terus chicken," jawab Laila masih dengan nada-nada iri.

"Sok tau!" cibir Via.

"Kapan-kapan bawain buat Laila lagi dong, Kak Kakak udah ga pernah bawain lagi, Kan Laila pengen," rengek Laila.

"Makanya punya temen kek, Dewi sama Gina! Temen mu aja ga berbobot gitu!" ledek Via santai.

"Mungkin mereka tau kelo Laila miskin, makanya mereka ga mau temenan sama Laila. Tau lah jaman sekarang, miskin dikit kagak ditemenin, di jauhin, terus di anggap remeh lagi," tutur Laila dengan penuh pilu.

Deg!
Via loading sebentar, menelaah penjelasan adiknya bari saja. Ia takut perkataan adiknya itu akan terjadi padanya saat kedua sahabatnya tau layar belakang kehidupannya yang miskin dan kekurangan ini.

"Kak!"

"Kak!"

"Kak Via!"

"Aah!" Via tersadar saat adiknya memanggilnya setelah beberapa kali.

"Kakak kok bengong?" tanya Laila polos.

"Gak papa."

.
.
.
.
.
.

TBC

SMP (Sebatas Menghargai Perasaan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang