Part 32 : Tio?

113 21 0
                                    

Satu bulan berlalu, jangan tanyakan apakah Gina masih mengejar Fajar? Tidak perlu di pertanyaan lagi, sudah pasti jawabannya IYA pantang bagi Gina untuk melepaskan seseorang yang kurang lebih tiga tahun telah dia cintai hebat olehnya!

Via? Bagaimana status Via sebagai orang miskin, apakah sudah terungkap? Ooh tentu saja belum, ia adalah seorang yang pintar menyembunyikan kebernaran. Rahasia masih tertutup rapat, dan sangat ia jaga.

Dewi? Aah, jangan terlalu kepo dengan hidup dia. Kehidupannya sangat-sangat privat.

Fajar? Dia, sampai detik ini masih belum mencintai seorang Gina yang telah mengejarnya sejak awal masuk SMP, sampai mau tamat.
Bahkan ia semakin menjaga jarak oleh Gina yang semakin lama, semakin berani mendekatinya.

Fajri? Anak itu tidak terlalu fokus ke dunia percintaan, meskipun lebih dari 87% perempuan yang ia temui menaksirnya. Ia sekarang sedang santai menikmati enaknya menjadi anak kesayangan Mama Papa. Ini adalah momen yang tidak bisa disia-siakan.

Lalu hubungan Fajar dan Fajri bagaimana? Seperti biasa. Kini mereka menjadi lebih dekat karna Fajar sudah bermain basket, dan membuat, ia mau tak mau harus berinteraksi dengan Fajri.

***

"Fajar udah mau tamat SMP, tapi lo belum dapet hatinya," terang Via memecah keheningan diantara mereka.

"Iya, Gin! Yakin masih mau berjuang, buat orang yang hatinya bukan buat lho?" tutur Dewi ikut nimbrung.

"Ck, kalian apaan sih, toh kalo Fajar tamat juga nyambung sekolah disini, ga mungkin dia sekolah jauh-jauh, pokoknya gue ga akan nyerah gitu aja!" Gina menyangkal perkataan kedua sahabatnya, yang ingin ia berhenti mengejar Fajar.

"Serah lo deh, batu!"

"Biarin!"

"Gue ngerasa si Fajar ga akan punya perasaan sama lo," seru Via, datar.

"Kok lo ngomong gitu sih!"

"Gue gak tau kenapa gue bisa ngomong kaya gini sama lo! Tapi yang gue rasain emang itu, kata hati gue bilang kaya gitu," balas Via bingung sendiri.

"Yang jalani kan gue bukan lo!" sentak Gina, kurang suka dengan ucapan Via.

"Iya deh, gue kan cuman ngeluarin pendapat," balas Via.

"Kalo pendapat lo kayak gini, gue ga butuh pendapat lo itu!

"Iyah, maaf."

"Udah-udah, biar waktu yang ngejawab semua ini.

***

Pulang sekolah tiba, lagi dan lagi Gina masih seperti kebiasaannya yang selalu celingak-celinguk mencari keberadaan Fajar. Dimana dia? Sedangkan Fajar, dengan secepat mungkin berjalan menuju mobilnya, ia tidak ingin Gina mengejarnya lagi seperti hari-hari sebelumnya.

Akhirnya tanpa di ketahui oleh Gina Fajar sudah dengan cepat sudah ada di mobilnya, tapi mobil sama sekali belum bergerak. Sepertinya sedang menunggu Fajri. Yah, sudah beberapa minggu ini Fajar dan Fajri selalu berangkat dan pulang bareng.

'Tok!'

'Tok!'

'Tok!'

Dengan tidak sopan seseorang telah mengetuk kaca mobil Fajar. Fajar yang masih bermain ponsel, kerasan terganggu. Dan alangkah kagetnya ia, saat mengetahui seseorang yang mengetuk kaca mobilnya adalah Gina. Dengan segera Fajar menunduk, dan berkata kepada supirnya.

"Pak, tolong pak bilang sama dia, Fajar masih di perpustakaan, ngambil buku," isyarat Fajar, sedikit agak kesusahan karna ia harus menunduk-nunduk.

"Baik, Den."

"Mbaknya kenapa?" tanya sangat supir membuka kaca mobil.

"Maaf, Pak, Fajar-nya ada gak?"

"Aduh, Dengan Fajar sama Fajar belum ada keluar Neng, dia mereka SMS Bapak, bilang agak telat dikit soalnya lagi di perpustakaan," bohong sangat supir, sangat-sangat mendalami perannya. Karna ini bukanlah pertama kali ia berbuat seperti ini.

"Oh, di perpus toh," gumam Gina pelan.

"Iya, Neng."

"Kalo gitu makasih yah, Pak."

"Sama-sama, Neng."

Fajar mengintip, melihat Gina sudah berlari menjauh dari mobilnya, dan kembali masuk ke dalam sekolah. Akhirnya Fajar bernafas lega, dan kembali bermain ponsel, melihat grub yang sedang ramai membicarakan sesuatu yang tidak penting.

"Makasih yah, Pak." ucap Fajar karna sudah di bantu.

"Sama-sama, Den."

Merasa tidak ada yang menarik di ponselnya. Fajar menatap suatu objek di luar. Pikirannya berkelana, memikirkan siapa ucapan pelatihnya, yang mengatakan akan ada temannya yang datang dari luar kota, untuk bertemu anggota Porkep FC.

Pak Zega, pelatih sepak bola itu, selalu membanggakan temannya, karna sangat-sangat lihay bermain sepak bola. Bahkan Pak Zega sendiri mengakui bahwa teman seperjuangannya itu lebih pintar bermain di bandingkan dia. Hal itulah yang membuat Fajar tidak sabar untuk bertemu temannya Pak Zega. Fajar ingin lebih banyak belajar lagi tentang bola.

Entah mengapa dan kenapa, Fajar sangat penasaran dengan orang tersebut. Seperti ada saya tarik tersendiri saat menayangkan tentang teman Pak Zega itu. Kata Pak Zega, nama temannya adalah Tio, pemain sepak bola terhebat sepanjang masa, itulah yang di ucapkan Pak Zega pada anak-anak muridnya.

"Sebernya Bapak udah sepuluh tahun ga jumpa sama Tio, dia pergi ke luar Kota, semenjak kepergian dia, tim Bapak jarang menang lagi, selalu aja kalah, padahal dulunya selalu menang," cerita Pak Zega, terlihat dekat dengan anak-anak muridnya.

"Kehadiranya ngaruh banget yah, Pak," sakit Fauzan ikut berbicara.

"Ngaruh banget, dia itu bisa di bilang jantung tim, kalo gak ada dia tim berasa mati, semangat juga berkurang." curhat Pak Zega serius.

"Gak sabar, pengen liat Pak Tio," balas Erik.

Fajar kembali mingingatkan saat-saat dimana pak Zega sangat membanggakan Pak Tio. Sebegitu baiknya kah beliau sampai dikatakan jantung Tim?

Sepandai apakah Pak Tio hingga kehadirannya menjadi penentu kemenangan tim?

AH, sungguh Fajar ingin sekali belajar dengan seseorang bernama Tio itu.

SMP (Sebatas Menghargai Perasaan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang