"Anjir-anjir! Astaghfirullah ini mimpi apa? Subhanallah," heboh Gina saat melihat benda pipihnya yang terdapat gigitan apel dibelakangnya.
"Stress!" Via menggeleng-gelengkam kepalanya mencoba untuk positif thinking.
"Lu kenapa?" tanya Dewi yang sedari tadi juga memperhatikan gerak-grik Gina yang aneh menurutnya.
"Chet, gue di bales! Demi apa bukan mimpikan?"
Gina benar-benar heboh sendiri melihat Fajar, yang tampaknya merespon chet-nya. Catat ini adalah pertama kalinya seorang Fajar merespon chat dari Gina. Karna pada dasarnya Dari dulu sampai sekarang, beribu-ribu chat yang pernah dikirim Gina sama sekali tidak pernah direspon, jangan untuk membalas melihatnya saja Fajar sudah enggan.
"Hah, beneran?" kaget Via yang jadi heboh, dan mulai kepo dengan balasan yang dikirim oleh Fajar yang membuat Gina jadi heboh seperti ini.
"Emang dia ngirim apa, kok lu heboh banget sih?" tanya Dewi sambil mengerjakan pr-nya yang beberapa menit lagi akan dikumpulkan.
"Nih liat sendiri deh," ucapan Gina menjulurkan tangannya yang terdapat headphone, tepat di depan wajah kedua sahabatnya itu.
"ASTAGHFIRULLAH! Gina! Gina! Lo dah gilak!?" kaget Via setelah selesai melihat balasan dari Fajar di HP Gina.
"Lo kenapa ngamuk? Lo iri kan? Gue udah berhasil bikin Fajar ngerespon chet gue? Iya kan iri! Iri kan!"
"Apa yang gue iriin goblok! Iya kali gue iri sama jempol doang! Sadar Gina! Fajar cuman balas chet lu pake emot jempol tapi lo hebohnya udah kayak menang lotre!" Via berteriak-teriak, meruntuki kebodohan Gina yang mendarah daging.
"Haduh! Ini cinta apa obsesi?" keluhan Dewi yang ikut meruntuki kegilaan Gina.
"Udah deh, mulut kelen diem aja! Ini adalah awal yang bagus tau gak! Mungkin saat ini dia balesnya pake jempol doang, tapi besok-besok gue pastiin dia bakal pake hati!" tugas Gina benar-benar yakin dengan pendiriannya.
"Yakin bener lo," sahut Via yang sepertinya tidak yakin. Jahat emang.
"Yakinlah! Kita itu harus yakin dengan pilihan sendiri. Kalo gak yakin, yah berati masih bocah, kaya lu pada!" hina Gina cekikikan sendiri.
"Kualat baru tau ku, Gin!" sentakan Dewi yang diam-diam mematikan.
"Kalo gue berhasil ngambil hari Fajar. Gue bakal kasih kalian rumah, mobil, dan uang. Tapi kalo gue gagal, gue bakal pergi jauh, sejauh-jauhnya dari Fajar dan kalian," terang Gina
Memperjelas keinginannya itu."Yakin lo mau pergi dari kami?" tentang Dewi mengerutkan dahinya, memastikan.
"Gue gak akan pergi, karna gue bakal pastiin, bakal dapetin dia!"
Gina benar-benar sangat berteksd dengan semua ini. Ia juga memiliki sifat kepercayaan yang tinggi. Yakin dengan empatinya, dan tidak mudah putus asa apalagi menyerah. Bagi Gina selagi ia masih bisa bernafas tidak ada alasan untuk berhenti mengejar Fajar hingga menjadi miliknya.
"Serah lo deh!" jengkel Via.
"Biasa sahabat kena pelet," sambung Dewi cekikikan.
"Cantik tapi bego!" sebut Via lagi.
"Tau deh, temen lo itu," jawab Dewi cepat.
"Temen lu juga!"
"Banyak bacot anjir kalian!" balas Gina emosi.
"Dih ngamuk!"
***
Lelah letih, itu yang sedang dirasakan oleh Via. Gadis manis, periang dan heboh itu, sedang merasakan kakinya yang pegal-pegal akibat berjalan terlalu jauh, dari sekolah menuju rumahnya.
Inilah yang hari-hari dilalui oleh Via, harus berjalan kaki menuju sekolah maupun orang sekolah. Tapi biasanya juga Dewi dan Gina selalu mengantarkan Via, walupun tidak sampai tepat di rumahnya.
Yah, karna Via selalu menolak itu."Capek!" keluhnya memasuki rumah kecil dan sederhana bertembok putih kusam itu.
"Assalamu'alaikum," ucapnya seraya memasuki rumahnya.
Sama sekali tidak ada jawaban, seperti biasanya rumahnya kosong.Kosong? Seperti biasa juga, Ayah Ibu Via sedang berkerja 24 jam, untuk memenuhi kebutuhan mereka yang sedikit kekurangan.
"Ck! Tempe lagi!" keluh Via menutup tudung makanan dengan kasar.
Via, lantas pergi menuju kamarnya yang sempit, serta di penuhi barang-barangnya yang banyak. Terdapat satu kasur yang telah usang dan tipis karna terlalu lama digunakan. Gadis itu dengan cepat-cepat membandingkan tubuh mungilnya ke kasur. Kasur tipis itu tentu membuat tubuh Via sedikit sakit. Taki sudahlah ia sungguh kecapean hari ini.
"Enak banget ya jadi temen-temen, udah kaya, rumahnya bagus, makanannya enak-enak lagi, iri banget, apalagi sama Gina," gumam Via membayangkan dirinya hidup seperti Gina.
"Andai Ibu sama Bapak kaya, pasti hidup gue gak kayak gini," sambung Via menatap langit-langit rumahnya yang dipenuhi sarang laba-laba.
"Malu banget kalo Dewi sama Gina tau keadaan gue," sedih Via yang sedari dulu sejak bersahabat dengan Via dan Gina selalu memikirkan ini.
Ia sungguh takut Dewi dan Gina akan menjauhinya hanya karna dia miskin. Via sungguh tidak ingin berpisah dari Gina dan Dewi. Mereka berdua terlalu berharap untuk Via.
'Drettt!'
Dewi :
Woy, gabut nih Shoping yukGina :
Sama, hayuk lah, gas kenDewi :
viot, ikut kan? Jangan bilang lo ga ikut!Gina :
Iya, Via jarabg ikutan, ayolah sekali ajaVia :
Aduh gimana yah ....Dewi :
Ayo dong ikutVia :
Papa gue belum transfer, gue masih kena hukuman gak dapet uang jajanGina :
Gue bandarini!Via tersenyum senang membaca pesan yang dikirim Gina beberapa detik yang lalu. Wajah lesunya tadi kini berubah 190° ia sangat-sangat senang, karna bisa mengambil apapun yang ia mau tanpa harus memikirkan biaya yang harus dikeluarkan.
"Ga sia-sia punya sahabat Sultan, aaaa!" heboh Via yang mulai berganti baju dengan baju yang bagus dan dandanan yang terlihat mewah yang didapatkannya dari Gina dan Dewi juga.
Via :
Jemput gue ditempat biasa yahDewi :
Oghe
KAMU SEDANG MEMBACA
SMP (Sebatas Menghargai Perasaan)
Teen FictionWhen, gadis SMA menyukai siswa, yang masih duduk di bangku SMP. "Ngerayain hari valentine itu bukan budaya kita, budaya kita itu suka sama orang yang gak bisa di gapai!"