Part 26 : Aneh

142 27 0
                                    

Sudah jam tiga sore, saatnya Fajar dan Fajri pulang. Latihan basket akan dilakukan pada hari selasa, jum'at dan minggu pada sekitar jam satu.

Fajar merasa sedikit kesal pada jadwal latihan tersebut. Bagaimana bisa ia harus latihan basket di hari selasa? Sedangkan ia ingin latihan bermain sepak bola juga.

"Hari selasa, kamis, sabtu, latihan sepak bola. Hari Selasa, jum'at, sama minggu latihan basket, duh hari selasa gimana yah?"

Sedari tadi di perjalanan pulang Fajar hanya memikirkan itu. Memikirkan, ia harus latihan basket atau sepak bola? Hari selasa sangat-sangat membingungkan! Mana yang harus ia kunjungi?

Tak terasa, sangking sibukanya memikirkan tentang hari selasa, teryata mereka sudah sampai di rumah bak istana. Fajar dan Fajri sama-sama menghembuskan nafas lelah, latihan tadi benar-benar melelahkan. Baju basket mereka juga sudah lembab terkena derasnya keringat. Yah, walaupun latihannya di sebuah tempat tertutup di sebuah gedung tapi hawa panas juga menyerang.

"Ah, segernya ...," ucap Fajri menutup mata.

"Astaga!" kaget Fajar melihat tingkah adiknya tersebut.

"Dingin bat," ucap Fajri lagi.

"Lu ngapain?" tanya Fajar dengan nada panjang.

"Sini deh, Bang, seger."

Fajar menggelengkan kepalanya melihat kelakukan Fajri yang seperti anak-anak. Bagaimana tidak? Sehabis masuk kerumah Fajri langsung membuka bajunya dan segera mendamparkan tubuhnya ke lantai dan merasakan hawa dingin lantai tersebut.

Sedari tadi, di gedung tempat latihan, maupun mobil Fajri sangat-sangat kepanasan, hingga terjadilah adegan anak-anak seperti ini.

"Jri, 'kan ada AC, ada kipas angin, ada air, ngapain kayak gitu!?" omel Fajar mengerutkan alisnya.

"Itu memang dingin, Bang, tapi dinginnya lantai lebih berdemage, dingin alami gak ada duanya, valid!" terang Fajri.

"Aneh," geruntu Fajar.

"Sini deh, Bang, cobain dulu," hardik Fajri memaksa.

Fajar sebenarnya tidak minat sama sekali dengan ini. Tapi entah kenapa, dan bagaimana ceritanya, Fajar juga melepaskan bajunya lalu berbaring di lantai, persis seperti Fajri. Jadilah mereka berdua berguling-guling di lantai ruang keluarga yang besar. Jadilah mereka berguling-guling dilantai mulai dari terlentang, kesamping kanan/kiri, bahkan tengkurap, dan menempelkan pipi mereka di lantai.

"Bang, teryata perut lu ada roti sobeknya juga," kekeh Fajri tertawa renyah.

"Sialan lu, ngintip!"

"Dih ngintip! Nih yah Fajri juga punya roti sobek, lebih berdemage dari punya Abang."

"Roti sobek lu jelek, Jri, lebih keren punya gue!" sahut Fajar tidak mau kalah.

"Masih SMP aja, udah sok-sokan punya roti sobek, Bang-Bang!"

"Lah, situ juga masih SMP juga ngikut gue bikin roti sobek!" jawab Fajar kepada kembarannya tersebut.

Lagi asik-asiknya merasakan hawa dingin lantai, tapi teriakan seseorang mengagetkan kedua anak kembar tersebut.

"Astafirullahhh! Kalian ngapain?" kaget seorang perempuan setengah paruhbaya yang baru saja masuk rumah besar tersebut.

"Haduh dinginnya, seger," desah Fajri tidak memperdulikan kehadiran Mamanya.

Beda dengan Fajar yang langsung berdiri dan memakai pakaiannya kembali. Fajar sama sekali tidak ingin berbasa-basi.

"Fajri bangun! Jangan tiduran disitu, entar kamu masuk angin, lantai itu juga banyak kumannya!" omel pada anak terakhirnya itu.

"Bentar Mah, Fajri kepanasan."

"Sia-sia Mama beliin AC, kipas angin kalo ujung-ujungnya kamu lebih milih lantai!" geruntuLina kesal.

Terlihat jelas Lina, sangat menghawatirkan Fajri. Sungguh itu sudah terlihat jelas dari gelagat dan sifat Lina terhadap Fajri.

"Kamu bgini pasti ajaran dia, 'kan?" tanya Lina sembari menunjuk kearah Fajar.

"Kok Fajar, Ma?" tanya Fajar terkejut dengan pupil mata yang membesar.

Lina membuang muka, saat menatap Fajar. Persis seperti seseorang yang tidak sengaja melihat musuhnya.

"Ayo, Jri, bangun nanti kamu sakit, Mama gak mau kamu sakit yah, ngerti?"

Fajar hanya diam, ia tau dirinya tidak akan diperhatikan oleh Mamanya tersebut. Fajri adalah segalanya bagi keluarga Virgo, tidak seperti dirinya yang tidak dianggap sama sekali.

Tidak kuat melihat drama keluarga ini, Fajar langsung beranjak menaiki tangga dan menuju kamarnya. Rasa benci Fajar terhadap Fajri yang perlahan hilang kini mulai muncul lagi saat Fajri mendapatkan perhatikan dari orang tuanya sedangkan dirinya sama sekali tidak!

"Fajri! Fajri! Fajri mulu! Gue kapan!" batin Fajar menjerit-jerit karna sudah sekian kalinya ia harus melihat keharmonisan keluarganya tanpanya.

"Punya kembaran gini amat! Adeknya disayang, Abangnya dibuang! Keluarga Fuc*! PILIKASI!! UANG DOANG BANYAK! NGASIH KASIH SAYANG KAGAK!"

"Keluarga PILIKASI nih Bos!! Senggol dong!" Fajar berteriak-teriak sendiri di kamarnya.

"Positif thinking aja mungkin gue anak pungut! Wkwkw! Rawr."

Fajar yang kalem serta dingin, Tiba-tiba saja menjadi tidak waras. Ia berbicara seakan dirinya baik-baik saja. Kamunya sayangnya dia rapuh, serapuh-rapuhnya.

"Keluarga lengkap! Uang berserak! Sultan dah pasti! Tapi orang tuanya toxic! BUKANMAEN!"

"WUUU! EDAN!"

Ketahuilah fajar bersifat seperti itu hanya untuk menutupi lukanya. Ini terlalu menyakitkan untuknya. Mungkin dengan seperti ini ia bisa sedikit tenang. Walaupun caranya sedikit gila, dengan berteriak-teriak persis seperti orang yang depresi. Atau mungkin Fajar sudah depresi?

"Mandilah, gue bau kringet!" ucap Fajar berbicara sendiri.

"Mandi, tidur, bangun, mandi, pergi sekolah, belajar, ke kantin, belajar lagi, pulang, makan, tidur, ngulang lagi! AESTHETIC SEKALI HIDUP SAYA!"

Fajar berbicara, dengan mengingat-ingat apa yang ia akan lakukan besok. Jadwal yang sangat membosankan baginnya. Hidupnya tidak berwarna sedikitpun, hanya ada warna abu-abu. Kelam!

"Huh! Males banget gue ke sekolah besok. Pasti tuh nenek lampir gangguin gue!"




>Bersambung

Sepertinya tiga part diakhir ini semuanya tentang si kembar deh🤧

Ada yang kangen Gina?

Haha! Ginaya gak nonggol-nongol semalam.

Vote hayukk!
Hayuk!
Komen kalo bisa!





SMP (Sebatas Menghargai Perasaan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang