MAAF CHAPTERNYA KE-ACAK
Perjuangan Haidar meluluhkan hati Alda membutuhkan kesabaran ekstra. Bukan karena alasan ia menikahi perempuan yang empat tahun lebih tua darinya.
Tapi ini sebuah amanah,yang harus ia laksanakn meskipun membuatnya haru...
Sepintar apapun kita memahami seseorang Kita tetap tak bisa mengetahui isi fikirannya
✨
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Ada yang kangen sama keuwuan mereka?)
🌦️🌦️🌦️
Haidar menunjukkan foto yang ada di dalam ponselnya. Alda melirik sekilas,di dalam foto itu terlihat sepasang suami istri dan anak laki laki berusia sekitar satu tahunan
"Kamu kalau beneran nggak perduli ya gitu,jangankan nyari kabar,semua sosmed aja kamu block". Gumam Haidar menyindir.
Ini adalah hari kedua Haidar di Leiden. Setelah sore tadi ia dan Alda mengajak Senja berjalan jalan,dengan rengekan manja,Senja meminta Haidar tidur bersamanya di rumah. Dan lagi lagi,itu jurus jitu agar Haidar bisa lebih dekat dengan Senja dan Alda.
"Haikal?". Tanyanya agak kaget. Haidar mengangguk saja.
"Nikah sama siapa?".
"Temen seperjuangannya di tempat rehabilitasi. Namanya Layla".
"Terus itu anaknya?". Tanyanya lagi mulai penasaran.
"Iya,namanya Harsya".
Alda memiringkan senyum,membuang muka setelah menatap foto itu. Ia kembali fokus ke layar televisi. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam,Senja juga sudah tidur. Kini ia hanya duduk berdua di sofa dengan lampu utama di matikan agar suasana menonton film lebih terasa.
"Cowok ya gitu,gue jadi inget dulu dia bilang cuma mau nikah sama gue".
"Kamu juga gitu kan? Tapi nyatanya kamu nikah sama saya".
Oke skak mat. Alda tak membahas itu lagi.
"Al". Panggil Haidar pelan,tatapannya sudah terfokus pada Alda yang sedang serius menatap layar televisi. Tapi Haidar tak yakin jika fikiran Alda juga terfokus di situ.
"Apa".
"Apa saya harus usaha lagi buat luluhin hati kamu?".
Kalimat itu berhasil membuat Alda menoleh sembari membulatkan mata sempurna.
"Apa yang perlu di luluhin? Nggak ada".
"Kalau emang nggak ada yang perlu di luluhin,seharusnya sikap kamu nggak begini terus. Jujur aja kalau kamu belum memaafkan saya,biar saya minta maaf lagi. Kalau perlu,saya sungkem di kaki kamu".