SDS | 33 |

1.1K 76 7
                                    

Lagunya pas banget sama hubungan Haidar dan Alda sekarang. Dengerin ya! 👆

Kalau ga bisa di play sambil baca,coba dengerin dulu sampe slesai,abis itu baru baca.

Tunggu gaes,sebelum mulai baca. Aku kepikiran sesuatu tentang cerita ini.

.

.

Menurut kalian menarik ga sih,kalau cerita ini selesai,aku bikin kisahnya Alda sama Haikal waktu SMA? Kayak squel gitu,tapi bisa di sebut squel ngga sih kalau ceritanya soal masalalu Alda? Bukan kelanjutan kisah Alda sama Haidar?

.

.

Komen di bawah ya kalau setuju!

Lanjut,selamat membacaa!

🌦️🌦️🌦️

Suasana Bandara pagi ini begitu ramai. Tapi tidak dengan hati Alda. Suasana ramai sekarang justru membuatnya merasa kesepian. Ada sesuatu yang ia harapkan kedatangannya sebelum ia berangkat ke Belanda.

Lalu siapa lagi kalau bukan Haidar?

Ya,surat dari pengadilan sudah di kirim ke alamat rumah Umi kemarin. Entah surat cerai itu langsung di tanda tangani oleh Haidar atau tidak,karena Alda meminta Gege untuk mengajukan surat cerai cepat. Tanpa sidang dan mediasi. Agar semuanya juga tak terlalu menyakitkan.

Gadis itu menarik kopernya sembari mencari tempat duduk di ruang tunggu Bandara. Di temani Mama dan Papa,rasanya sangat biasa saja. Padahal kedua orang tuanya begitu berat melepas anak semata wayangnya ke luar negri dengan kondisi hamil.

"Al,apa kamu nggak bisa berubah fikiran? Papa khawatir sama kamu". Bisik Papa di telinga Alda. Lelaki paruh baya itu duduk di samping Alda dan merangkul bahu putrinya.

Meski tak selalu ada untuk Alda selama 24 jam,tapi Alda tetap putri kesayangannya,di mata Papa Alda adalah gadis kecil polos yang manja.

"Kamu yakin cerai sama Haidar? Apa masalahnya seburuk itu Al? Sampai sampai nggak ada jalan mediasi juga?". Tambah Papa lagi.

Alda mengulas senyum sembari menunduk menatap perut ratanya nanar. "Suatu saat Papa akan tahu kenapa Alda memilih mundur dari Haidar Pa. Tapi untuk sekarang,Alda nggak bisa cerita. Ini masalah Alda,Alda udah dewasa dan insyaAllah Alda bisa nanganin masalah ini".

Papa mengulas senyum,menatap putrinya penuh haru. Tangannya mengusap lembut puncak kepala Alda.

"Kamu kenapa buka hijab? Kalau ada masalah,dekatkan diri sama Allah. Jangan jauhkan diri kamu dari Allah Nak".

"Alda belum siap aja Pa,kalau Alda berhijab karena mematuhi perintah suami. Buat apa? Alda udah nggak punya suami".

Kalimat jawaban itu serasa menusuk jantung Papa. Beliau menahan tangis. Berkelimang harta dan berkecukupan nyatanya tak membuat hidup putrinya bernasib baik.

Papa tahu,Alda hanya pura pura kuat. Sebetulnya,putrinya itu gadis rapuh. Papa ingin sekali di samping Alda,namun tuntutan kerjaan selalu memisahkan putri dan ayah tersebut.

"Seenggaknya berhijab buat Papa. Papa nggak mau kejadian dulu terulang lagi Nak".

Alda mengangguk mengiyakan. Tapi bukan berarti ia langsung kembali berhijab. Di Belanda,ia juga tak akan tergesa gesa berhijab untuk memenuhi permintaan Papa. Toh Papa juga tidak akan tahu di sana ia akan berbuat apa saja.

SUAMI DARI SURGA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang