part 2

7.2K 421 6
                                    

selamat membaca

***

Part 2

Haikal

Mendapatkan perhatian tentu hal yang menyenangkan, ketika seseorang memperhatikan kita, tandanya seseorang itu peduli, dan kepedulian itu tentulah wujud lain dari kasih sayang. Tapi berbeda dengan kasusku, perhatian yang diberikan seorang Niko adalah hal yang begitu mengerikan, sangat mengganggu, apalagi kalau bukan masalah wanita, dan sayangnya sahabatku yang satu itu tak pernah mengurangi perhatiannya mengenai siapa wanita yang akan kukencani, sudah serjak lama, bahkan aku sampai lupa kapan ia mulai memperlihatkan perhatiannya yang menyebalkan itu.

Seperti saat ini, dia tak pernah lelah mengekoriku kesana kemari hanya untuk mempromosikan wanita. Aku bukannya tidak mau ada wanita di hidupku, aku hanya berpikir bahwa wanita akan datang di dalam kehidupanku ketika aku menginginkan wanita, dan untuk saat ini aku tak memiliki keinginan itu.

"Ya nggak papa lah Kal, sekalian cari jodoh apa salahnya sih."

Tak kupedulikan lagi ucapan Niko dan lebih memilih untuk menyantap hidangan di hadapanku yang seratus kali lebih menarik dari omongannya. Saat ini aku tengah berada di tengah pesta pernikahan Wisnu, salah satu temanku yang akhirnya menikah juga.

"Lo nggak mau apa naik ke pelaminan kayak Wisnu, dia ketemu istrinya yang sekarang dari acara pernikahan juga, emangnya lo nggak mau nyoba peruntungan kayak dia? Barang kali aja dapet."

Aku hanya tertawa singkat dan kembali melanjutkan makan, jika aku lawan juga percuma, dia tidak akan menghentikan ocehannya, dan untuk membenarkan ucapannya, kurasa tidak mungkin karena aku tidak percaya dengan hal-hal yang berbau kebetulan, apalagi jika sudah berhubungan dengan jodoh, mencari jodoh di acara pernikahan orang? Huh yang benar saja.

Lagi pula, Wisnu dan mempelainya itu memang bertemu di pesta pernikahan, tapi kan itu sudah direncanakan oleh orang tua mereka, jadi wajar jika sekarang mereka menikah, bukannya memburu mangsa seperti yang dikatakan Niko barusan.

"Gue saranin, lo mendingan cari jadoh di sini, ceweknya cantik-cantik, siapa tahu ada yang nyantol."

"Kita ke atas yuk, gue belum salaman sama Wisnu." Berusaha kualihkan perhatian Niko dengan mengajakknya ke atas, tapi, sepertinya usahaku gagal karena dia malah menarik tanganku untuk mengikutinya.

"Sekali ini aja lo dengerin gue."

Kuhela nafas lelah dan Niko sepertinya tidak juga mengerti, "Please Nik, gue bener-bener nggak mau, gue nggak bisa ngajak kenalan cewek-cewek nggak jelas, terus ngajak dia kencan beberapa kali dan berakhir di pelaminan, lebih baik gue nerima perjodohan dari nyokap daripada nyari jodoh kayak gini," cecarku membuat dia menghentikan langkahnya, kemudian yang kudengar adalah helaan nafas dan muka pasrahnya. Bagus, sepertinya dia mulai mengerti.

"Okay, gue nggak akan maksa lagi, lo tau gue cuma khawatir dengan keadaan lo yang udah nyaris kepala tiga, nggak punya pasangan dan belum pernah pacaran."

"Gue pasti dapet jodoh kok."

"Kapan?"

"Suatu saat."

"Gue makin ragu..."

"Oke, stop ngomongin jodoh, gue mau makan lagi."

Tak kuhiraukan lagi panggilan Niko dan terus berjalan menuju stall makanan kecil yang tadi sempat kusinggahi, begitu sampai aku langsung menyambar puding cokelat yang luar biasa enak, jika aku boleh melebih-lebihkan, puding cokelat ini adalah puding terenak yang pernah kumakan seumur hidup. Manisnya pas, dan rasa cokelatnya benar-benar beda, dan satu lagi, kue pie nya juga sangat enak, nanti akan kutanyakan pada Wisnu di mana dia memesan kue-kue ini.

***

Jika mencekik dapat menyebabkan kematian, maka aku akan mencekik Niko sekarang, sudah kubilang aku tidak mau diajak mencari jodoh di pesta pernikahan, tapi dia masih saja menyeretku ke sana ke mari, dan berakhir di after party yang memang sengaja diadakan Wisnu, apa si Wisnu itu belum puas dengan pestanya yang mewah tadi? bisa-bisanya dia mengadakan after party di diskotik hotel ini. Ah rasanya aku ingin menyalahkan semua orang, dan ini semua karena Niko.

Kembali kulirik Niko yang sekarang sibuk dengan pacarnya, see kurang menyebalkan apalagi si Niko ini, sudah memaksa, dan sekarang aku disuruh jadi penonton aksi mesra dia dan kekasihnya.

Cukup, aku tidak kuat lagi, jika dilanjutkan prilaku mereka membuatku semakin gerah. Akhirnya, kuputuskan untuk meninggalkan mereka berdua dan menuju meja bartender.

"Cola," ucapku pada sang bartender, dan setelah minuman itu tersaji aku langsung menegaknya sampai tandas.

"Terserah, letakkan di manapun kalian suka, aku nggak peduli."

Suara yang terdengan lelah itu membuatku mengalihkan pandangan kepadanya, ternyata seorang wanita yang mabuk, meskipun begitu wanita itu masih saja menyesap bir di gelasnya.

Satu helaan nafas mengakhiri sambungan telfon wanita itu, dan tanpa keragu-raguan dia menegak keseluruhan dari isi gelas bir nya.

"Berisik ya..." Suaranya terdengar lagi.

Aku masih sedikit ragu jika yang dia ajak bicara adalah aku, tapi setelah kulirik sana-sini, tidak ada orang lain di sekitarnya kecuali aku, jadi sudah kupastikan akulah orang yang diajak bicara.

"Ini diskotik," jawabku sekenanya. "kalau pagi mungkin sepi."

Kulihat dia tertawa kecil, mungkin menertawakan jawabanku, dan tanpa basa-basi dia pergi meninggalkanku yang masih bingung melihatnya. Benar-benar wanita aneh.

***

Entah sudah berapa kali dalam sehari ini si Niko sialan menarikku kesana-kemari, dan dengan bodohnya aku mau saja diseret-seret, jadi sebenarnya yang salah itu siapa sih? Dia yang tukang maksa atau aku yang bodoh?

Aku tidak begitu peduli lagi saat dia membawaku ke tempat perkumpulan yang sengaja kuhindari dari tadi, apalagi kalau bukan sekumpulan orang bodoh yang masih bermain tebak-tebakan, siapa yang kalah akan disuruh minum bir sampai mabuk.

"Hei hei hei, lihat nih siapa yang gue bawa, si domba kurban kita, HAIKAL," teriak Niko dengan kurang ajarnya. Aku hanya meringis mendengar perumpamaannya yang menyebutku 'si domba kurban', apalagi kalau bukan karena aku yang sering jadi korban keusilan mereka semua, giliran yang lain akan diberikan pertanyaan mudah, coba kalau aku, pasti pertanyaan tidak masuk akal yang mereka berikan.

Dapat kurasakan seringaian Dimas-si pembuat soal yang sudah mengode Hendra-si pemutar botol, untuk memastikan bahwa botol akan selalu terarah padaku. Salah apa aku mempunyai sahabat penyiksa seperti mereka.

"Tunggu tunggu tunggu, sebelum kita mulai, kayaknya tinggal Haikal yang belum kenalan sama anggota baru kita, kenalan dulu dong," kata Stella, si ketua permainan nggak mutu ini.

Entah nasib buruk atau nasib baik yang menyertaiku hingga mendapatkan sahabat macam mereka, Niko dengan perhatian super menyebalkannya, belum lagi Dimas si buaya buntung yang belum bosan dengan petualangan cintanya, dan Hendra yang cinta mati hanya pada satu gadis saja, dan satu lagi Stella, satu-satunya wanita yang bahkan tak memiliki cukup hati suci untuk menyelamatkanku dari permainan norak ala mereka.

Aku hanya pasrah saat dia menggiringku menuju temannya, tapi rasa pasrahku tiba-tiba menguap entah kemana saat melihat siapa temannya Stella yang dimaksud, si wanita aneh.

"Kal, kenalin nih anggota baru kita, dan dia udah jadi pengganti lo sebagai 'domba kurban'."

Si wanita aneh itu.

Kurasa wanita aneh itu sudah sangat mabuk, buktinya, ekspresi wajahnya sudah berbeda, dia tidak lagi terlihat murung, yang kulihat saat ini adalah dia yang tertawa dan meracau tak jelas, wajah bodoh yang terlihat sangat cantik, bagaimana bisa wanita ini terlihat sangat cantik saat dirinya bertindak aneh?

"Seeeiiirena..." ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Kusambut tangan itu, entah mengapa ada perasaan aneh yang terselip di dadaku saat menjabat tangannya, perasaan apa ini? Hei ayolah, dia kan hanya wanita aneh yang kebetulan sangat cantik, masak iya aku tertarik.

"Haikal."

***

salam,

S_A

ForgivenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang