selamat baca
***
Seirena
Aku tahu, semakin lama waktu yang berjalan, maka semakin dalam pula aku terbuai dalam hubungan ini, jadi aku harus bergerak cepat, agar nantinya saat aku berpisah dengannya hatiku tidak akan merasakan sakit yang berlebihan, dan sepertinya tuhan menjawab doaku, beruntung aku memaksa untuk mengikuti Haikal sampai Bogor, niat yang awalnya hanya ingin menyenangkan diri berubah menjadi rencana busuk yang dengan cepat melintas di otakku.
Aku memadang lurus ke arah jalan yang saat ini tengah diterangi banyak lampu mobil dan jalan, kembali mengingat bagaimana kejadian beberapa jam yang lalu saat aku, Haikal, dan Diah memutuskan untuk makan siang bersama, dan aku cukup bersyukur, karena dalam acara makan itu aku bisa tahu bahwa Diah adalah wanita yang sempat ingin dijodohkan dengan Haikal, tapi sayangnya Haikal langsung menolak, tidak 'sayangnya' juga untukku karena statusnya Haikal kekasihku, ternyata dia hebat juga bisa menahan mata untuk wanita secantik Diah, dia memegang janjinya untuk setia, tapi untukku, tetap saja sesetia apapun dia, tidak akan pernah bisa merubah keputusan yang sudah kuambil.
Rencana jahat itu sudah menari-nari diotakku, terlebih lagi aku bisa melihat pancaran ketertarikan Diah pada Haikal, yah walaupun samar, tapi jika terus dipupuk bukankah akan menjadi semakin besar?
"Kok melamun, mikirin apa sih?" suara Haikal menghentikan lamunanku, aku menoleh dan tersenyum kecil.
"Nggak papa, cuman mikirin tentang Diah aja," jawabku.
"Diah? Memangnya Diah kenapa?...ooo jangan bilang kalau kamu lagi mikirin tentang perjodohan," tebaknya yang tidak seratus persen benar.
"Sayangnya jawabannya iya, kamu nggak pernah cerita kalau mama kamu ngejodohin kalian berdua, apalagi kalian tinggal di gedung apartemen yang sama,"
"Ya ampun sayang, itu hanya rencana mama yang gagal, dan hubungan aku sama Diah juga nggak ada kelanjutannya lagi, kami hanya rekan kerja biasa, aku bosnya dan dia chef di restoran, nggak lebih, dan soal tempat tinggal, mana aku tahu kalau dia juga tinggal satu gedung denganku, " jelasnya sambil terus fokus ke jalanan.
"Aku percaya kok Haikal,"
Ya, aku percaya kamu Haikal, dulu alasan utamaku untuk mengusirnya dari hidupku adalah karena aku berpikir darah penghianat tetaplah penghianat, tapi sekarang bukan itu, waktu membuatku percaya padanya, dia tidak akan pernah meninggalkanku, tapi cinta saja tak cukup bukan, jika dia tetap mempertahankanku, maka pilihan harus dia ambil adalah meninggalkan keluarganya, dan aku tidak akan sanggup melihat dia kehilangan orang-orang yang mencintainya sejak dia dilahirkan di dunia ini, tapi aku juga tidak bisa mengalah, karena aku tidak akan pernah sanggup berdekatan dengan keluarganya, keluarga yang hanya bisa memberikanku luka saat melihat mereka.
Jadi yang kutahu, pilihanku hanya satu, yaitu membuatnya pergi dari hidupku.
***
Harum aroma brownies menguar-nguar saat aku membawanya ke hadapan tiga orang pria yang langsung berebut kue coklat itu dengan tidak sabaran, gaya mereka terlihat seperti anak berumur lima setengah tahun, aku hanya bisa geleng-geleng kepala dan terkekeh pelan.
Stella datang dengan nampan berisi beberapa gelas jus aneka rasa, wanita itu berdecak melihat kelakuan tiga sahabatnya, Niko, Hendra dan Dimas.
"Kalian itu kayak nggak pernah makan kue aja deh, malu-maluin," sungut Stella kesal karena minuman yang dia letakkan hampir saja terjatuh karena senggolan tangan Dimas.
"Yakan jarang-jarang makan kue buatannya Seirena, eksklusif nih," seloroh Niko sambil mengunyah potongan brownies yang entah sudah keberapa.
"Lo kan bisa beli di Chocolove, dasar lo nya aja yang rakus,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiveness
RomanceMasa lalu Sakit hati Dendam tiga serangkai yang selalu menghantui di sepanjang hidupku, tapi anehnya aku tidak pernah berpikir untuk melepaskan mimpi buruk itu. Tidak rela Walaupun berjuta umat menyerukan agar aku melupakannya, aku tetap tidak mau...