part 11

3.4K 279 4
                                    

aku balik lagi setelah menghitung uang yang jumlahnya milyaran namun sayangnya uang itu hanyalah khayalan belaka.

semoga kalian suka dengan part ini

selamat baca

***

Seirena

Suasana sedikit ramai saat aku sampai di depan pagar, beberapa anak SMA berkumpul di depan pagar mantan suami mama, wajah mereka tampak gelisah, bahkan salah seorang gadis tampak menangis sesenggukan. Sebenarnya apa yang dilakukan anak SMA di depan pagar rumah orang saat tengah malam seperti ini, bahkan sekarang sudah jam setengah dua belas malam, apa orang tua mereka tidak ada yang khawatir?

Keluar dari mobil, aku berniat untuk membuka pagar, tapi langkahku terhenti saat tidak sengaja telingaku mendengar ucapan mereka.

"Ricky pasti bebas, dia nggak mungkin konsumsi obat-obatan kayak gitu, gue yakin itu,"

"Tapi kenapa Ricky belum balik juga dari kantor polisi Al?"

"Ini semua gara-gara orang itu...."

Ricky? Konsumsi obat? Apa telingaku tidak salah dengar, anak seperti itu mana mungkin mengonsumsi obat-obatan terlarang, melihatnya saja orang sudah tahu kalau dia itu anak yang penurut, lurus dan bersih, jadi dia tidak mungkin berani, jangankan memakai memikirkan akan memakai saja tidak mungkin. Lalu, mengapa sekarang dia memakai obat itu? Apa dia sedang ada masalah yang tidak sanggup dia hadapi sehingga melarikan diri ke hal-hal negatif? Dasar bodoh, seharusnya dia berpikir dulu seberapa besar resiko jika dia nekat menggunakan narkoba. Kalau sudah begini, dia bisa dikeluarkan dari sekolah dan namanya tercoreng.

Tunggu dulu, barusan aku bilang apa? Oh sepertinya ada yang salah dengan otakku, memangnya apa peduliku? Mau dia memakai atau tidak, itu bukan urusanku, ta...tapi.... kenapa aku merasa seperti ini? Semacam  ada perasaan kha..wa..tir? tidak, tidak, aku harus segera mengenyahkan perasaan ini segera, aku pasti salah, aku bukan khawatir tapi hanya kaget saja, ya aku hanya kaget.

"Kak Seirena?"

Kenapa sepertinya takdir selalu mempermainkan aku disaat-saat seperti ini, saat aku ingin meyakinkan diriku sendiri dia malah muncul di hadapanku, dengan seragam SMA yang kucel dan wajah penuh memar. Aku tidak bergerak sama sekali saat dia mendekat dengan langkah pincang.

"Aku nggak melakukannya kak, sedikitpun aku nggak pernah nyentuh barang itu dan ak..."

"Aku nggak peduli," refleks mulutku menyerukan apa yang kupikirkan, membuatnya seketika terdiam dan menunduk lemah.

Aku bukanlah orang yang akan mudah terenyuh hanya karena hal-hal seperti ini, melihatnya begitu lemah dan menyedihkan tak akan membuatku membuka hati dan menerimanya masuk begitu saja, tidak akan. Tapi kenapa sekarang dia menatapku seperti itu? Matanya berkaca-kaca dan saat sesuatu seperti menampar diriku saat aku sadar tangan kananku telah mengusap lembut kepalanya, seolah berkata 'aku percaya dan semua baik-baik saja'.

Segera kukendalikan diri dan kembali memasang ekspresi yang biasa aku tunjukkan jika menghadapinya, sinis dan penuh kebencian.

"Satu hal yang harus kamu tahu, sampai mati pun aku tidak akan pernah sudi peduli padamu," mataku melirik ke arah di mana sepasang suami istri itu tengah berdiri menyaksikan kami dengan tampang pura-pura sedih, "Aku tidak akan pernah memaafkan orang yang sudah dengan tega menghancurkan keluargaku, dan kehadiranmu itu sudah seperti mimpi buruk, jadi, berhentilah muncul di hadapanku karena aku sudah muak,"

Tanganku sudah akan membuka pagar saat bu Siti tiba-tiba datang, dan seperti tahu apa yang terjadi dia langsung membukakan pintu, segera aku masuk kedalam mobil, memasukkannya ke garasi dan tanpa ingin menoleh aku segera masuk kedalam rumah, berlari kearah kamar dan menutup pintu dengan sedikit keras.

ForgivenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang