silahkan dibaca, harap dimaklumi kalau ada typo
***
Part 4
Haikal
Aku selalu melihat binar bahagia di mata kedua pasangan yang dengan tak berperasaan kembali mengumbar kemesraan mereka di depanku, bukannya aku tidak ikut bahagia atau apa, tapi... hey ayolah, haruskah ku pertegas lagi kalau aku itu jomblo, dan jomblo itu pantang melihat orang lain bermesraan secara berlebihan, itu bisa membuat hati dan perasaanku berteriak iri.
"jadi, maksud lo ngajakin gue lunch bareng itu apa?" tanyaku yang sudah bosan melihat mereka sibuk sendiri.
"liat tuh Yang, si Haikal udah masem aja ngeliatin kita," ucap Niko dengan tampang menghina.
Sialan
Untung saja Sarah-pacar Niko itu orang yang sopan, jadia dia tidak menanggapi hinaan Niko terhadapku malah dia segera menepuk lengan Niko, sayangnya tepukan itu terlihat seperti tepukan sayang yang membuat mereka kembali terlihat menyebalkan.
"sebenernya kedatangan kami berdua kemari mau ngasih kabar gembira buat lo," kali ini Sarah yang angkat bicara.
"oh ya?" sahutku sambil menyeruput kopi hangat yang tinggal setengah.
"lima bulan lagi kami bakalan menikah,"
Kopi hangat yang hampir masuk ke kerongkongan tiba-tiba saja berhenti dan kembali ke luar mulut, aku masih belum percaya saat Niko memandangku dengan tatapan jijik melihat semburan kopi di tas meja.
"me menikah?" ulangku.
Bukan karena aku tidak suka dengan berita mereka ini, aku hanya sedikit terkejut, mereka baru berpacara beberapa bulan dan sudah memutuskan menikah, dan aku sangat tahu kalau Niko itu bukanlah pria yang bisa menjalani komitmen dalam jangka waktu lama, aku hanya khawatir mereka akan.....yeah...berpisah di tengah jalan,
"iya, dan gue udah yakin banget buat jadiin Sarah sebagai istri gue," aku bisa melihat binar cinta yang sangat mesar dari tatapan Niko ke Sarah. Mungkin ini hanya kekhawatiran tak mendasarku saja, mungkin Niko memang benar-benar ingin serius.
"selamat ya, gue bahagia dengernya," ucapku tulus.
"makasih Kal, aku doain semoga kamu cepet nyusul,"
Aku hanya tersenyum kecil mendengar harapan Sarah.
"tenang aja Kal, kita nggak akan berhenti doain bujang lapuk kayak lo,"
Niko sialan
"jangan gitu ah, kamu itu nggak pernah berhenti goadain Haikal, kita nggak tahu takdir, siapa yang tahu kalau seandainya dalam waktu tiga bulan Haikal yang nikah duluan,"
"iya iya, aku kan cuma mau ngasih support buat dia,"
"tapi caranya nggak kayak gitu, itu namanya membunuh mental dia,"
"tapi itu adalah cara aku mengungkapkan kasih sayang aku sama Haikal, seperti itulah persahabatan kami sayang,"
Aku merasa sangat jijik mendengar Niko menyebut 'kasih sayang', aku tahu maksudnya tidak seperti itu, tapi..uuuggh entahlah.
"oh iya, di acara resepsi nanti aku mau pesen kue yang sama kayak di pernikahan Winsu kemaren, gimana menurut kamu?"
Niko tampak berpikir sejenak, mungkin mencoba mengingat bagaimana rasa kue di perta pernikahan Winsu sebulan yang lalu, pesta pernikahan yang tak akan pernah kulupakan seumur hidupku, bukan karena kuenya, tapi karena wanita itu.
Ternyata sudah sebulan ya..., dan aku tidak pernah melihat wanita itu lagi.
"boleh, nanti aku tanya Wisnu di mana toko kuenya,"
"aku udah tanya kok, kamu inget nggak temen istrinya Wisnu yang dikenalin sama kita waktu resepsi? Nah dia itu pemilik chocolove,"
"ohh, cewek yang jadi domba kurban gantiin Haikal?"
Tanganku terhenti di udara saat hendak menyesap kembali kopi hitamku, mendengar siapa yang tengah mereka bicarakan, domba kurban? Dan tidak ada nama lain yang terlintas di dalam otakku selain nama wanita itu.
Seirena
***
Bohong besar jika saat ini aku berkata bahwa ini adalah 'takdir', tapi aku tidak punya alasan lain yang sangat masuk akal, untung saja aku sudah menyiapkan alibi yang luar biasa cemerlang, dengan memaksa Niko untuk menyerahkan masalah ketring makanannya, aku memberanikan diri datang ke chocolove, membuat pesanan dan tidak sengaja bertemu dengan Seirena yang kebetulan baru saja datang.
Great
Dan dia sekarang sedang bersamaku, meminum greentea dengan sangat anggung, membuatku tak dapat mengedipkan mata sesaat. Dia benar-benar sangat mempesona.
"jadi....apa alasan kamu memintaku untuk tidak mencarimu lagi setelah pagi itu?" tanyaku, dan sepertinya dia santai-santai saja mendengarnya, tidak sepertiku yang sudah sangat nervous.
"hmmm simple, karena kamu tidak menyentuhku,"
Sedikit bingung dengan jawabannya, karena aku tidak menyentuhnya? Hei, seharusnya dia senang karena aku menghargainya sebagai wanita.
"apa kalau aku menyentuhmu saat itu, kamu mau menemuiku lagi?" tanyaku lagi.
"entahlah, aku hanya merasa kalau kamu adalah laki-laki yang suka membuang kesempatan emas di hadapanmu,"
"jadi kamu lebih menyukai laki-laki kurang aja yang menyentuhmu daripada laki-laki yang mengormatimu?" cecarku merasa sedikit tidak terima dengan pendapatnya tentang keputusanku malam itu.
Dia tersenyum tipis, "nggak juga," jawabnya santai sambil kembali menyesap tehnya.
"lalu? Kenapa kamu nggak suka denganku," simpulku sendiri.
"aku nggak pernah bilang begitu,"
Ada sedikit rasa menggelitik saat mendengarnya menyangkal kesimpulan sepihak yang kubuat, "jadi?"
"aku senang memeluk kamu waktu itu, rasanya hangat dan menenangkan,"
Dan itu seperti hembusan angin musim semi yang membawa hatiku melambung sampai ke udara, aku sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi, terlalu senang dengan ungkapannya, hingga ku sadara bahwa dia sudah tidak ada di hadapanku lagi.
Refleks, aku berdiri dan mengedarkan pandangan keseluruh penjuru ruangan, dan mulutku tak dapat dicegah untuk memanggilnya.
"kenapa?" tanyanya santai saat aku terburu-buru menyusulnya.
"aku nggak mau lagi membuang kesempatan emas di hadapanku, apa aku masih bisa bertemu kamu lagi setelah ini?"
"maksudmu kesempatan untuk menyentuhku?"
Secepat kilat aku menggeleng, "bukan, kesempatan untuk mengenal kamu lebih dalam,"
"oh ya?" dia melipat tangan di depan dada, dan menatapku dengan tampang menyelidik, "setelah kamu mengenal aku lebih dalam, kamu mau ngajak aku berteman, apa setelah itu kamu akan langsung nembak aku?"
"kalau iya, apa kamu masih mau mengijinkan aku masuk ke dalam hidupmu?"
Sebenarnya aku tidak begitu yakin dengan jawaban yang akan kudapat, entahlah, tapi aku merasa dia tidak tertarik denganku, apa aku tidak semenarik itu ya, sampai-sampai dia enggan untuk dekat denganku, atau jangan-jangan dia sudah punya pacar? Semoga saja tebakanku barusan salah.
Sudah cukup lama kami hanya berdiri diam, tanpa melakukan apapun, aku sudah akan menyerah saat tiba-tiba dia mengeluarkan sebuah kartu nama dari dalam tas dan memeberikannya padaku.
"ini kesempatan kedua," ucapnya sebelum kembali melangkah pergi meninggalkanku yang mematung, masih belum percaya bahwa ini benar terjadi.
Yeeesssss!!!!
***
salam,
S_A
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiveness
RomanceMasa lalu Sakit hati Dendam tiga serangkai yang selalu menghantui di sepanjang hidupku, tapi anehnya aku tidak pernah berpikir untuk melepaskan mimpi buruk itu. Tidak rela Walaupun berjuta umat menyerukan agar aku melupakannya, aku tetap tidak mau...