Part 37 (end of story)

9.7K 358 53
                                        

Akhirnya.......

sampai juga kita di episode terakhir dari cerita Seirena-Haikal

pertama dan yang paling utama, aku mau ngucapin terima kasih banyak yang sudah membaca cerita ini dari awal sampai akhir, mungkin ada yang setuju sama cerita ini, mungkin juga ada yang nggak setuju, ada yang maunya ceritanya seperti ini, ada juga yang seperti itu.

tapi sekali lagi aku nggak bisa mengabulkan keinginan-keinginan itu karena ini adalah ceritaku.

maka endingnya akan seperti yang aku inginkan.

dan aku nggak bisa berkata banyak untuk menggambarkan kegembiraanku

semoga kalian sukan part terakhir ini.

selamat baca

***

I will always love you

I will always love you

You, you, my darling you (mm)

I hope life treats you kind

And I hope you have all you dreamed of

And I wish to you joy and happiness

But above all this, I wish to you love

lagu ini dari ayah Seirena untuk mamanya ....

***

Seirena

Sedikit ragu kulangkahkan kaki di halaman mungil yang sarat dengan rumput hijau yang menutupi nyaris seluruh permukaan halaman, rumah yang sebenarnya terlihat begitu hangat ini jadi terlihat begitu dingin karena tak berpenghuni, tapi, walaupun tak ditempati sepertinya rumah itu terus dirawat dengan baik. Kuamati setiap detil dari rumah itu dengan perasaan tak menentu, rumah yang pernah menjadi tempat tinggal mama, sebelum badai merusak segalanya.

Suara klakson mobil dari luar pagar membuatku menoleh dan mendapati sebuah mobil keluaran Jepang berhenti di sana.

Ayah kandungku keluar dari mobil itu, berjalan ke arahku dengan senyum mengembang, aku tak punya pilihan lain kecuali membalasnya dengan senyum kaku, berada dalam suasana seperti ini begitu asing untukku, aku belum terbiasa menerima bahwa dia adalah ayah kandungku.

"Sudah lama?" tanyanya begitu dirinya sampai di hadapanku.

Aku menggeleng lemah, kemudian memberikan jalan untuknya agar berjalan terlebih dahulu ke dalam rumah.

Seberkas debu tipis berterbangan melalui pintu yang tebuka, menguarkan hawa yang sedikit pengap, mataku menyipit berusaha untuk menyesuaikan dengan keadaan cahaya yang remang.

Aku hanya bisa berdiri, termenung, dan mendata satu per satu apa yang bisa kulihat, mataku tertuju pada foto yang paling mendominasi ruang tamu ini, foto pernikahan mama dan ayah kandungku, dalam foto itu, mama terlihat begitu muda, cantik dan sangat bahagia.

Tiba-tiba perasaan itu datang, rasa yang coba untuk aku alihkan dengan melakukan banyak hal, rasa yang aku sangat ingin lupakan, tapi saat ini sepertinya rasa itu dengan tanpa tahu diri mencul dan membobol pertahanan yang selama ini aku bangun, menimbulkan rasa sesak yang menggebu-gebu di dalam dadaku, memaksa air mata keluar di pelupuk mata.

Aku rindu mama.

Aku menangis karena rasa itu.

"Apa kamu baik-baik saja?"

Sentuhan ringan di bahuku membuatku buru-buru mengusap air mata, kuusahakan untuk tersenyum dan mengangguk, "Aku nggak papa, pak Dirga nggak usah khawatir," jawabku.

ForgivenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang