khusus hari ini aku posting 2 part, semoga suka.
selamat baca
***
Seirena
Aku sudah memutuskan bahwa ini adalah saatnya, dengan tangan bergetar kutekan tomboil lift dan menunggu pintu kotak besi itu terbuka, jantungku semakin berdebar kencang saat pintu di hadapanku terbuka, aku hanya menatap kosong lift yang sudah berteriak agar segera kumasuki, pikiraku kembali meragu, apakah harus kulakukan ini? Tapi untuk menyesali semuanya sudah terlambat, aku sudah berhasil menjebak Haikal dengan sangat sempurna, percuma saja jika jebakan ini tak kuselesaikan sampai akhir.
Setelah berhasil meyakinkan kembali diriku, aku segera melangkahkan kaki ke dalam lift, belum pintu lift tertutup seorang wanita paruh baya memasuki lift ini, dia tampak terkejut melihatku, tapi hal tersebut tak mengurangi niatnya untuk satu lift denganku.
Wajahku kaku hanya untuk tersenyum saja, dan wanita paruh baya itu tak sedikitpun melirikku.
Kotak besi ini terus naik ke lantai yang kutuju, dan sepertinya wanita ini juga menuju lantai yang sama, setelah menghabiskan waktu yang singkat namun terasa lama di dalam lift, pintu kotak besi akhirnya terbuka.
Aku semakin kaku di tempat, apakah ini saatnya? Hanya tinggal beberapa langkah lagi semuanya benar-benar berakhir.
"Apa kamu nggak berniat untuk keluar?" wanita itu bertanya dengan pandangan dingin dari luar lift.
Aku memandangnya bingung, dan tanpa menunggu pertanyaan dari kebingunganku dia berkata lagi, "Bukannya kita punya tujuan yang sama? Saya mau mengunjungi anak laki-laki saya, Haikal,"
Jantungku serasa merosot ke bawah, apa ini? Jadi dia ibunya Haikal? Dan dia akan melihat semua sandiwara jahat yang telah kulakukan untuk anaknya, bagus Seirena, kamu tidak hanya membuat Haikal hancur di hadapanmu, tapi kamu juga membuatnya hancur di hadapan ibunya sendiri. Aku benar-benar telah menghancurkan hidupnya sampai ke akar-akarnya.
***
Aku sadar aku telah mencintainya dengan sangat dalam, membuatnya benar-benar pergi dari hidupku mungkin akan berdampak parah bagi hatiku tapi inilah yang terbaik, memang sudah seharusnya dia pergi meninggalkanku untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, hidup bersama keluarga yang sangat mencintainya.
Aku masih terduduk di lantai kamarku dan menyembunyikan wajah di lekukan lutut sejak aku baru saja pulang dari sandiwara hebat yang kulakukan di apartemen Haikal, bayangan wajahnya yang pucat pasi dan penuh kesedihan tak bisa hilang, bahkan mantra 'aku baik-baik saja' pun tak mampu untuk mengalihkan pikiranku tentangnya, pasti sekarang dia tengah menyumpah serapahi dirinya sendiri karena berpikir bahwa semua kebodohan itu berasal darinya.
Inilah yang membuatku sempat khawatir dengan hubungan ini, aku khawatir lepas kendali dan menyerahkan hatiku padanya, dan aku benar-benar sudah menyerahkan hatiku pada Haikal, jika tidak mungkin rasanya tidak akan sesakit ini, hatiku tidak mungkin sehancur ini.
Suara hendel pintu yang diputar membuatku mengalihkan pandangan pada seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu kamarku, dia Haikal, dengan wajah kuyu dia masuk dan mendekatiku yang masih terduduk dengan linangan air mata yang tak mau berhenti.
Aku membuang muka, tak mau menatap wajahnya yang bisa membuatku semakin diserang oleh rasa bersalah.
"Ibu Siti bilang, kamu belum makan dari pagi,"
Kalimat yang keluar dari mulutnya berbeda jauh dengan apa yang ada di pikiranku, kukira dia akan menjelaskan semua kejadian itu, berharap aku tidak salah paham dan mau menerimanya kembali, tapi apa? Yang dia katakan adalah aku yang belum makan sejak pagi, aku saja tidak peduli dengan perutku dan dia masih peduli? Peduli dengan aku yang telah menjebaknya di depan ibunya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiveness
RomanceMasa lalu Sakit hati Dendam tiga serangkai yang selalu menghantui di sepanjang hidupku, tapi anehnya aku tidak pernah berpikir untuk melepaskan mimpi buruk itu. Tidak rela Walaupun berjuta umat menyerukan agar aku melupakannya, aku tetap tidak mau...