part 14

3.7K 267 5
                                    

baru sehari dan aku udah balik lagi aja, nggak papa..... lagi semangat 45 buat nulis nih, mumpung tugas masih belum numpuk jadi buat cerita sebanya-banyaknya.....

selamat baca

***

Haikal

Makan malam ini terasa menegangkan, bukan karena disambil dengan menonton film horor atau adegan pembunuhan, tapi lebih kepada mata-mata yang menatapku tajam penuh kecurigaan, aku seperti merasa berada di ruang interogasi yang hanya diterangi oleh sebuah lampu bohlam redup dan berhadapan dengan polisi yang tak segan-segan akan memecutku apabila aku berbohong.

Aku benar-benar tak nyaman dengan kondisi ini dan ingin cepat-cepat pergi, tapi anehnya nasi yang berada di piringku tak kunjung habis, entah perasaanku saja atau bukan, aku merasa nasi di piringku bukannya habis tapi malah semakin bertambah saat kumakan. Benar-benar aneh.

"Ehm,"

Dehaman papa membuatku semakin mati kutu, jangan bilang alasan mereka memandangku seperti itu adalah karena mereka sudah tahu bahwa aku sudah mempunyai pacar.

"Papa denger kamu udah punya pacar Kal?"

Tuh kan benar, ini pasti kerjaan Niko, mulut embernya itu memang tidak bisa dipercaya. Salahku juga sih sudah mempercayai dia.

Kutarik nafasku, mencoba menenangkan diri sebelum mengangkat wajah dan memandang papa dan mama bergantian, oke tak ada salahnya jujur sekarang.

"Iya pa," jawabku singkat.

Mama meletakkan sendok dan garfu, lalu manatapku dengan perhatian penuh, meskipun tidak terlalu ditunjukkan tapi aku bisa melihat binar bahagia diwajahnya, "Kalau gitu, ajak kemari dong, masak dikekep sendiri," ujar mama.

"Iya, kalau sudah merasa yakin, ya langsung aja Kal, nggak usah nunggu lagi, kamu juga udah cukup matang untuk berumah tangga," kali ini suara papa yang menimpali.

"Hmm, Haikal masih penjajakan pa, lagian, kenalnya juga baru," jawabku pelan.

"Nggak masalah baru kenal atau nggak, kalau udah cocok kenapa nggak?"

Aku semakin mengkerut di kursi, bagaimana cara menjelaskannya pada kedua orang tuaku ini, memang benar yang mereka usulkan, tapi permasalahannya itu ada pada Seirena, sudah dua kali aku melamar dia-yah walaupun yang pertama sulit masuk hitungan- tapi tidak ada respon balik, dan tidak mungkin kan aku mengatakannya pada papa dan mama kalau anaknya ini sudah ditolak sebanyak dua kali.

Akhinya dengan kekuatan ngeles terakhir akupun berkata, "Biar nanti Haikal bicarain lagi sama dia, dan Haikal bakal cari waktu untuk ngenalin dia ke mama dan papa,"

***

Aku tahu seharusnya tidak baik untuk merasakan hal seperti ini kepada sahabat dari pacarku sendiri, tapi aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa lega ini, lega karena Ardi akhirnya berpisah dengan Seirena. Kepergiannya ke Surabaya membuatku menjadi satu-satunya laki-laki yang paling dekat dengan Seirena.

Ardi berdiri dihadapanku, kedua tangannya terlipat di depan dada, dia tersenyum, senyum yang menggambarkan bahwa dia tahu apa yang sedang kurasakan saat ini.

"Nggak usah disembunyiin bro," ujarnya dengan volume dikeraskan, kelihatan sekali kalau dia sengaja membuat Seirena mendengar ucapannya.

"Lo ngomong apa sih?" sungutku kesal.

Dia hanya terkekeh pelan, "Gue titip Seirena, lo harus janji untuk nggak ninggalin dia, apapun yang terjadi," pesannya padaku.

Aku mengangguk saat dia menepuk sebelah pundakku, lalu beralih kepada Seirena dan dengan seenaknya memeluk pacarku, okay Haikal, ingat mereka hanyalah sahabat, tidak lebih, jadi jangan cemburu.

ForgivenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang