Haii, mungkin epilog ini sedikit telat, malah telat banget kayaknya...
Selamat membaca...
***
Seirena
Aku selalu geli, melihat senyum Haikal yang nggak ada lunturnya sejak kami berdua resmi menjadi suami istri beberapa jam yang lalu.
Bahkan ledekan dari sahabat-sahabatnya yang biasanya membuat dia jengkel, sepertinya hanya menjadi angin lalu untuk hari ini.
Sama seperti dirinya, aku juga merasakan kebahagiaan yang luar biasa, memiliki dia di dalam hidupku adalah sebuah anugrah, kado terindah dari Tuhan yang sangat kusyukuri.
Rasanya aku hanya melihat kebahagiaan jika ada dia di sampingku, mungkin kesedihan itu suatu saat akan datang dalam wujud yang berbeda, namun dengan dia yang menggenggam tanganku, aku merasa aman, aku merasa dapat melewati semua rintangan itu asalkan dia bersamaku.
"Kamu nggak capek senyum terus dari tadi?"
Aku memandang Haikal yang sedari tadi belum menghentikan aksi senyum pepsodent-nya.
Saat ini kamu berdua sudah berada di dalam kamar setelah membersihkan diri dari sisa-sisa riasan pesta yang sudah berakhir beberapa jam lalu.
"Ini karena aku bahagia."
"Iya, aku tahu kamu bahagia, tapi lama kelamaan kamu kelihatan konyol jadinya." Aku nggak bercanda ketika mengatakan hal tersebut.
"Jadi kamu maunya aku berhenti senyum."
"Iya, karena ada hal yang lebih penting yang harus kita lakukan sekarang."
Ahh entah jalang mana yang merasukiku saat ini, tapi yang namanya Haikal kalau tidak dipancing dia pasti akan lama sadarnya, mungkin sangking bahagianya dia bisa lupa kalau malam ini adalah malam pertama kami sebagai suami istri karena keasyikan tersenyum.
Kekehan Haikal terdengar, sepertinya dia sadar maksud dari ucapanku barusan.
"Ternyata istriku ini udah nggak sabar, sini..."
Aku beringsut mendekati Haikal yang telah terlebih dahulu menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, dengan lembut dia menarikku untuk bersandar ke dadanya.
Apa-apaan ini? Kok kami hanya saling mendekap begini?
Apa rayuanku tadi belum mempan?
"Sebenarnya ada hal yang buat aku penasaran..." Haikal mulai berbicara sembari memainkan rambutku.
"Apa?" Aku bertanya pelan.
"Itu...hmmm itu loh..., yang waktu itu..."
"Waktu yang mana?"
Terdengar helaan napas berat, yang tentu saja membuatku nggak tahan untuk melihat wajah Haikal yang sudah salah tingkah.
"Kamu kenapa?"
"Hmm, sebenernya aku merasa nggak adil," katanya ragu-ragu, aku belum mau menyela dan memilih menunggu dia menyelesaikan ucapannya, "Hari saat kita pertama kali melakukannya, aku sama sekali nggak inget."
Aku paham kemana arah pembicaraan ini, dan aku tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum.
"Sebenarnya aku mau tahu, bagaimana aku memperlakukan kamu, aku takut menyakiti kamu saat itu. Yaah saat itu kan aku sangat mabuk dan berada dibawah pengaruh..."
Ku hentikan ucapannya dengan satu kecupan di bibirnya.
Tuh kan, hanya dengan satu kecupan dia sudah merona, perlu kuingatkan bahwa suamiku ini diam-diam menghanyutkan, polos-polos menggoda.
"Apa yang kamu takutkan itu nggak terjadi sayang."
Sepertinya aku memang harus benar-benar memanggil dewi jalang dalang diriku untuk merayu Haikal malam ini.
"Kalau kamu memang mau tahu, oke aku akan sedikit cerita, malam itu kamu..." perlahan aku mendekat ke arahnya, berbisik pelan nan menggoda, "sexy, panas dan...." kusempatkan untuk menggigit pelan telinganya sebelum melanjutkan dengan nada yang lebih nakal, "...sangat menggairahkan."
Haikal berdeham, wajahnya sudah semerah kepiting rebus sekarang.
"Malam itu kamu memang mabuk dan sangat bergairah..." aku melanjutkan, "....tapi kamu memperlakukan aku lembuuutt banget..." aku nggak mengarang ketika menceritakan hal ini.
Kali ini aku memainkan kancing piama Haikal, membukanya satu persatu dengan gerakan selambat mungkin, "...kamu bahkan membuka kancing aku satu persatu." Suaraku lembut merayu.
Lumatan kecil kuberikan tepat pada nadinya, membuat napasnya tak lagi terdengar teratur, "sambil menciumi leher aku kamu berbisik..." inilah bagian yang paling kusukai, "...aku mau kamu Seirena, aku mau kamu..."
Tanpa di sangka-sangka Haikal memutarbalikkan posisi kami, membuatku berada di bawah kungkungannya. Seperti yang kuharapkan, akhirnya dia tergoda juga.
"Aku udah nggak bisa nahan lagi Sei, ayo kita lakukan sebelum pagi."
Aku tertawa mendengarnya, "yang benar itu sampai pagi sayang..."
****
Yaudah sampa di sini ajah...
Semoga suka yah
Dan jangan lupa untuk mampir di ceritaku yang lain yaahh
S_A
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiveness
RomanceMasa lalu Sakit hati Dendam tiga serangkai yang selalu menghantui di sepanjang hidupku, tapi anehnya aku tidak pernah berpikir untuk melepaskan mimpi buruk itu. Tidak rela Walaupun berjuta umat menyerukan agar aku melupakannya, aku tetap tidak mau...