hai hai hai
aku kembali lagi bawa part baru, nggak nyangka ternyata ada juga yang mau baca cerita ini.
i wanna say thank you for vomment.
yah di part-part awal ini aku akan menampilkan "something sweet" diantara Haikal dan juga Seirena, dan cerita ini bakalan terus berlanjut, karena akan banyak sekali masalah yang menerpa para tokoh.
sekian cuap-cuapnya
langsung aja di sikat bersih ceritanya...
***
Haikal
Mungkin memang bukan nasib baik untukku, karena di hari libur yang kuharapkan menjadi hari tenang, malah memusingkan dengan kemunculan Hendra di depan pintu rumah, sebenarnya bukan karena Hendranya, tapi karena dia yang ternyata membawa keponakan super nakalnya ini untuk dititipkan kepadaku, sedangkan dia pergi bersama Dimas melaksanakan misi yang entah apa.
Aku mendesah pelan, melihat tingkah bocah berumur lima tahun bernama Marissa yang sekarang sedang berlari kesana kemari memutari area permainan di dalam restoran fast food tempat kami makan siang.
"Om Ikaaallll, sini deh, ikutan main," teriaknya nyaring yang sempat mengundang mata-mata melirik ingin tahu ke arahku.
Aku meringis malu, dan langsung menghampiri bocah centil itu, "Icha, jangan teriak-teriak, malu diliatin orang," bisikku tajam, "lagian kamu kenapa sih ngajakin om main peluncuran kayak gini, om kan udah gede, nggak pantes main beginian,"
Si Marissa malah tertawa cekikikan, padahal tak ada bagian lucu dari omonganku, "tapi om Hendra aja sering di panggil baby sama oma, baby itu kan artinya bayi, berarti om Hendra masih bayi, terus kalo om Hendra bayi berarti om Ikall bayi juga, hihihi," aku memberengut kesal mendenagar celotehan panjang dari bocah satu ini, huh dasar, pendidikan yang sedikit melenceng sepertinya terjadi di keluarga ini.
"terserah kamu deh, kita pergi sekarang yuk, om udah bosen di sini,"
"yahhh omm, aku kan masih pengen main," rajuknya dengan wajah memelas, "boleh ya?" pintanya lagi yang kali ini mengeluarkan puppy eyes andalannya yang tentu saja langsung membuatku tak tega dan berakhir dengan menganggukkan kepala tanda setuju.
"ya udah, tapi setengah jam lagi, nggak ada tawar-menawar," ujarku tegas.
Kepalanya yang mungil itu mengangguk riang dan dia kembali memasuki lorong-lorong permainan, dasar anak kecil.
Akupun kembali duduk dan mengamati bagaimana si Marissa centil tertawa riang tanpa beban, mamang masa kecil yang menyenangkan, semenyenangkan masa kecilku dulu, masa-masa bahagia yang tak akan pernah kita lupa, bahkan samapai tua.
"Haikal kan?" kepalaku sontak mencari sumber suara yang baru saja menyebut namaku, di sana berdiri seorang pria yang sangat tidak ingin kutemui, pria yang dengan santainya berjalan menghampiriku dan duduk di kursi yang tadinya diduduki Marissa.
"ngomong-ngomong kita belum sempet kenalan kan, gue Ardi, kita pernah papasan waktu itu di Chocolove," ujarnya sambil menawarkan jabatan tangannya untukku.
Aku mendengus, tertawa sinis tanpa mau menyambut uluran tangannya, "oh ya? Tapi kayaknya kita udah pernah ketemu dua kali,"
Dia mengerutkan keningnya, mungkin bingung dengan arah pembicaraanku, "maksud lo?"
"pikir aja sendiri," jawabku sembari berdiri dan meninggalkan dia yang semakin bingung.
Ternyata nama pacar Seirena itu Ardi, bahkan aku seribu kali lebih bagus dari dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiveness
RomansaMasa lalu Sakit hati Dendam tiga serangkai yang selalu menghantui di sepanjang hidupku, tapi anehnya aku tidak pernah berpikir untuk melepaskan mimpi buruk itu. Tidak rela Walaupun berjuta umat menyerukan agar aku melupakannya, aku tetap tidak mau...