selamat malam semuanya, akhirnya setelah seharian nungguin abang-abang service benerin leptop, akhirnya, benda keramat itu bener juga, dan setelah menunggu jaringan membaik, aku bisa update juga part 30 nya, memang ini pendek, tapi kuusahakan untuk update secepatnya.
dan mengenai aku yang kemarin2 updatenya kelamaan, harap dimaklumi karena adikku khitanan, jadi aku disibukkan dengan ini dan itu.
sekian curhatan dariku
selamat baca
***
Haikal
Tante Saraswati menangis tersedu-sedu di hadapanku, mengungkapkan segala penyesalan dan maafnya untukku, bukan hanya untukku, tapi juga penyesalan karena terlalu menyakiti Seirena.
Kuraih tubuh tanteku kedalam pelukan, mengusap punggungnya pelan menenangkan, akhirnya dia mengatakan semuanya tanpa berusaha untuk menutupi keburukan dari apa yang telah dia lakukan, pada akhirnya usahaku untuk membuatnya tidak semakin dibenci oleh orang lain sia-sia. Sebenarnya dia itu bodoh atau apa, mengapa dia sangat ingin semua orang membencinya? Mengapa dia selalu menjauh dari orang-orang yang berniat baik padanya, apa dia terlalu akrab dengan penderitaan sehingga sulit untuknya jauh dari penderitaan itu sendiri?
Memikirkannya hanya membuat pikiranku semakin pusing, satu kesadaran menyentakku, tidak seharusnya aku kembali memikirkannya, dia sudah menjadi hal terlarang dalam hidupku.
"Tante, udah ya, aku nggak papa kok," ujarku kembali menenangkan. Ya aku tidak papa, setidaknya semua orang berpikir seperti itu.
"Nggak Kal, semua ini salah tante, kalau aja....kalau aja..." kata-katanya terhenti karena isakan, "Ini semua salah tante, tante yang terlalu egois, tante yang terlalu melukai hati gadis itu, dan sekali lagi....sekali lagi, baru aja tante melukainya lagi..."
"Sstt... udah tante, nggak ada yang patut dipersalahkan di sini, semua itu hanya masa lalu, Haikal ikhlas kok tante, mungkin memang Seirena bukan jodoh Haikal," ujarku pura-pura tegar, padahal butuh kekuatan penuh agar aku bisa kembali menyebutkan namanya.
"Sekali lagi tante minta maaf,"
Aku mengangguk, "Iya tante," balasku pelan.
"Mungkin hal ini sudah menjadi hal yang nggak penting lagi buat kamu," tukas tante Saraswati pelan, aku memandangnya penuh tanya, menunggu kelanjutan dari sesuatu yang sudah tidak penting lagi bagiku, "Meski dia coba menutupi, tante tau, bahkan sangat tau kalau dia begitu....masih begitu mencintai kamu Haikal,"
Bayangan yang terlintas di kepalaku saat tante Saraswati menyebut 'dia' adalah sekelebat bayangan Seirena, dia masih mencintaiku? Aku tersenyum masam menyadari betapa berefeknya ungkapan itu untukku, ungkapa yang menimbulkan rasa sakit bertubi-tubi lantaran apa yang 'dia' rasakan sudah tidak ada gunanya, semuanya sudah tak berarti lagi.
"Tante pergi dulu, sekali lagi tante minta maaf,"
Sosok tante Saraswati menghilang di balik pintu kayu jati berukur rumit, meninggalkanku sendiri di ruang kerjaku, aku terduduk lemas, menumpukan kepala di kedua telapak tangan dan berlanjut dengan meremas rambutku sendiri. Mengapa semuanya terasa makin sulit? Sampai kapan aku mampu bersembunyi di balik topeng ketegaran? Sampai kapan?
Dan aku tak juga menemukan jawabannya.
***
Suara pintu terbuka membuatku yang tengah memikirkan tentang langkah apa yang harus kuambil berikutnya menoleh, dan mendapati wajah Niko yang penuh kemarahan berdiri di ambang pintu, otakku masih belum bisa menebak penyebab dari kemarahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgiveness
RomanceMasa lalu Sakit hati Dendam tiga serangkai yang selalu menghantui di sepanjang hidupku, tapi anehnya aku tidak pernah berpikir untuk melepaskan mimpi buruk itu. Tidak rela Walaupun berjuta umat menyerukan agar aku melupakannya, aku tetap tidak mau...