Part 17

3.2K 244 3
                                    

wahhhh nggak tau deh apa jadinya ini, buatnya sambil ditemani lagunya Aa' Ezra yang budapest sih.....

My house in Budapest

My, my hidden treasure chest

Golden grand piano

My beautiful Castillo

You

Ooh, you

Ooh, I'd leave it all

happy reading...

***

Seirena

Aku memutar-mutar tubuhku di depan kaca berukuran besar di ruangan ini, sudah nyaris satu jam yang lalu aku melakukan kegiatan ini, namun nampaknya tak ada satu gaunpun yang terlihat pas di tubuhku, ada saja yang salah, entah itu di bagian atas, pinggang bahkan bagian bawah yang kurasa potongannya tidak pas.

Aku kembali mendesah, gaun berwarna pastel lembut ini saja terlihat tidak cocok untukku, padalah modelnya cantik, dress berlengan pendek yang terlihat sopan, roknya bahkan melebihi lutut, dress yang sangat cocok untuk kukenakan ke pesta ulang tahun om Gunawan.

Tepukan ringan di bahuku terasa bersamaan dengan pantulan tante Risma yang terngah tersenyum, aku membalas senyum lembut itu dan kembali mematut diriku di depan cermin.

"Gaun ini bagus kok, pinggang ramping kamu kecetak pas,kamu keliatan anggun sayang pake gaun ini," komentar tante Risma sambil melihat ke arah pinggangku.

Memang sih ramping, tapi tetap saja aku merasa ada yang kurang, atau bukan bajunya yang salah, tapi akunya yang memang lagi dalam mood buruk.

"Seriusan tan?" tanyaku memastikan sekali lagi.

"Iya sayang, yaudah biar dibungkus aja sama punya tante, hari ini tante yang traktir kamu,"

Kalau dengan tante Risma aku tidak akan pernah bisa menolak, ditolakpun beliau akan tetap memaksa untuk membayar pakaianku, pernah sekali, kalau tidak salah waktu itu acara ulang tahun pernikahan tante dan om Gunawan, saat mencari gaun bersama tante Risma, aku sampai harus diam-diam membayar pakaianku sendiri saat tante Risma tengah mencoba pakaiannya, dan tebak apa yang terjadi?

Aku dilarang hadir ke pestanya, bahkan sampai Ardi memohon-mohon agar aku diizinkan masuk, tetap saja ibu dari sahabatku itu menolak, dan berakhir dengan aku yang terus meminta maaf selama satu minggu tanpa henti.

Tente Risma saja butuh waktu satu minggu untuk memaafkanku, dan jika kejadian itu dibandingkan dengan penghianatan papa, wajar kan kalau aku masih belum bisa memaafkan mereka?

"Seirena... hey kok ngelamun sih sayang, yuk kita ke Chocolove, ngambil cakenya,"

Aku mengangguk dan mengikuti langkah tante Risma keluar dari butik ternama itu sambil menenteng tas belanjaan kami.

"Ntar si Ardi pulang ke Jakarta nggak tan?" tanyaku saat kami telah masuk ke dalam mobil, perlahan aku mulai menghidupkan mesin dan mengarahkan stir keluar dari basement.

"Nggak tau tuh Sei, katanya sih dia sibuk, kerjaannya nggak abis-abis," ujar tante Risma terkekeh pelan, "dia itu ngeluh nggak betah, pengen balik jadi chef pastry, lebih nyantai,"

"Haahh, dia mah karena belum kebiasaan aja tan, coba deh kalo dia ntar udah ketagiha kerja, udah lupa deh sama dapur," balasku yang juga ikut terkekeh membayangkan tampang tersiksa Ardi.

"Tapi kamu nggak papa kan Sei?"

Pertanyaan tante Risma membuatku mengernyit bingung, "Nggak papa kenapa tan?" tanyaku ganti.

ForgivenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang