Part 20

3.3K 257 6
                                    

selamat baca

***

Rasa nyeri mengiringi di setiap aku mengambil langkah, tidak ada waktu untuk berhenti sekedar untuk memijit pergelangan kaki yang keseleo di entah anak tangga keberapa, yang kupikirkan hanyalah 'aku harus sampai secepatnya' walaupun rasanya mustahil memenangkan taruhan ini, tapi aku tidak akan menyerah dan terus melangkah, hanya keajaiban yang bisa membuatku sampai di atap gedung lebih dulu dari Seirena, kali ini aku benar-benar menginginkan kekuatan super seperti superman atau super hero lain yang bisa mencapai atap gedung dalam sekejap mata.

Jantungku sudah berpacu lebih cepat, nafasku pun sudah terasa sesak meminta pasokan oksigen lebih banyak, aku tidak tahu ini sudah berapa lama, tapi saat kubuka pintu dan tak kutemukan Seirena di sana, tubuhku langsung meluruh dengan sendirinya, terasa basah dan dingin bekas air hujan menyentuh bagian belakang tubuhku.

perasaan kecewa yang sangat dominan kurasakan, memang aku tidak bertanya apakah dia setuju atau tidak dengan taruhan itu, jadi, entah dia datang atau tidak ke atap ini akupun tak tahu.

Dasar Haikal bodoh, tentu saja dia tidak akan mau bersusah payah datang ke gedung hanya untuk meladeni permainan konyolku, kalaupun dia datang, pasti dia sudah sampai di sini lebih dulu, dan saat mengetahui aku belum juga sampai, dia pergi meninggalkanku.

Saat nafas dan detak jantungku telah berangsur normal, aku bangun dan berjalan mendekati pagar penyangga, memandangi gemerlap kota dari atas, tampak sangat indah, berbeda sekali dengan suasana hatiku yang gelap dan sesak.

Aku tertawa miris, mengasihani diriku yang menyedihkan, apa hanya sampai disini saja hubunganku dengan Seirena?

Aku sudah nyaris menyerah saat tiba-tiba suara pintu terbuka perlahan dan wajah seseorang yang sangat kunanti muncul, memberiku perasaan hangat di tengah dinginnya angin malam, aku tak bisa menahan senyumku saat dia mendekat ke arahku, dan ungkapan itu muncul dengan sendirinya, "terima kasih" aku terus mengulang ungkapan itu di dalam hati, terlalu bahagia dengan apa yang kulihat saat ini.

Dia datang, dia berdiri di hadapanku, itu artinya dia mengizinkanku untuk meminta sesuatu darinya.

"Katakan apa yang kamu mau," dia berujar ketus, tapi hal itu tak mengikis sedikitpun rasa bahagia.

"Kita coba lagi Seirena, aku mohon," pintaku.

Tak ada respon apapun darinya, dia hanya diam mematung, seolah apa yang kuminta telah ia ketahui dari awal, aku mendekapnya ke dalam pelukanku, menyalurkan rasa bahagia yang saat ini kurasakan, bukan hanya rasa bahagia, tapi juga rasa cinta yang tak akan pernah mati.

Angin malam masih setia berhembus, tapi bukan kedinginan lagi yang kurasakan, melainkan kehangatan yang luar biasa indah, mengalahkan indahnya kemerlip kota di bawah sana, tak butuh banyak lampu, atau banyak bintang untuk membuat hatiku jadi lebih indah, aku hanya perlu dia seseorang yang dikirimkan Tuhan untuk mengisi hatiku dengan sinarnya, dan semuanya jadi lebih indah.

Kalau dihitung-hitung, banyak sekali ya aku menyebutkan kata indah? Tapi memang itulah kenyataannya, semuanya indah indah indah dan indah.

"Mau sampai kapan kita pelukan di sini?" tanyanya memukul pelan punggungku.

Aku berfikir sejenak tanpa berniat untuk merubah posisi nyaman ini, "Hmm, sampai aku bosen," jawabku.

"Pertanyaannya, kapan kamu bakalan bosen Haikal?" nada suaranya terdengar bosan, pasti sekarang dia tengah memutar matanya jengah.

"Nggak akan pernah, " jawabku yang kembali dihadiahinya sebuah pukulan.

"Baju kamu basah, lebih baik sekarang kita kembali ke apartement kamu, ganti baju dan..."

ForgivenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang